Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) akan bentuk tim advokasi untuk memperjuangkan pengembalian status empat pulau Aceh yang diklaim masuk dalam ke wilayah Sumatera Utara (Sumut).
Wakil Ketua DPR Aceh Safaruddin di Banda Aceh, Senin, mengatakan Pemerintah Aceh sudah lima kali menyurati Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait status empat pulau itu, namun belum ada respon positif.
"Makanya kita DPR Aceh akan bentuk tim bersama Pemerintah Aceh untuk melakukan advokasi ke Kemendagri," kata Safaruddin.
Adapun keempat pulau yang berpindah wilayah administrasi berdasarkan Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 tertanggal 14 Februari 2022 yaitu Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Maka, dijelaskan, beralih status kepemilikan empat pulau Aceh menjadi wilayah Sumut itu harus menjadi perhatian serius dari semua kalangan, baik seluruh anggota legislatif maupun Pemerintah Aceh.
Oleh sebab itu, DPRA mengajak Pemerintah Aceh serta Forum Bersama (Forbes) DPR-DPD RI asal Aceh untuk segera melakukan advokasi ke Kemendagri guna mengembalikan status pulau tersebut.
"Kita harus melakukan koordinasi dengan Kemendagri perihal status keempat pulau tersebut. Apa yang membuat keempat pulau itu menjadi milik Sumatera Utara," katanya.
Menurut politisi Partai Gerindra itu, keluarnya Kepmendagri ini menandakan bahwa selama ini ada miskomunikasi antara Pemerintah Aceh dengan Kemendagri dalam mempertahankan status empat pulau di Aceh Singkil itu.
Kendati demikian, Safaruddin meminta semua pihak untuk tidak saling menyalahkan, apalagi menghakimi. Saat ini yang dibutuhkan kerja kolaboratif untuk mengembalikan status empat pulau tersebut.
Hal ini, lanjut dia, berhubungan dengan konstitusional. Hak dari wilayah yang dimiliki Aceh ini sesuai dengan Memorandum of Understanding (MoU) dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), sehingga harus saling menghormati.
"Kita pegangannya tapal batas sesuai MoU Helsinki pada angka 1.1.4 yaitu perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956. Sekarang kita sedang reses, setelah reses advokasi ini menjadi tugas pertama kita yang harus kita selesaikan,” katanya.
Di samping itu, dia juga meminta pihak Kemendagri untuk memfasilitasi pertemuan antara Pemerintahan Aceh dengan Pemerintah Sumut agar tidak terjadi gesekan yang bisa mengganggu keharmonisan yang selama ini sudah terbangun.
Apalagi Aceh-Sumut akan menjadi tuan rumah PON 2024. Maka jangan sampai hal ini menjadi pintu persoalan baru, sehingga komunikasi yang baik antara dua provinsi ini menjadi rusak.
"Kita tidak perlu memperdebatkan siapa salah. Sekarang segera lakukan advokasi. DPRA dengan semangat yang kita miliki mengajak Pemerintah Aceh untuk lakukan advokasi secara bersama-sama," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
Wakil Ketua DPR Aceh Safaruddin di Banda Aceh, Senin, mengatakan Pemerintah Aceh sudah lima kali menyurati Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait status empat pulau itu, namun belum ada respon positif.
"Makanya kita DPR Aceh akan bentuk tim bersama Pemerintah Aceh untuk melakukan advokasi ke Kemendagri," kata Safaruddin.
Adapun keempat pulau yang berpindah wilayah administrasi berdasarkan Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 tertanggal 14 Februari 2022 yaitu Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Maka, dijelaskan, beralih status kepemilikan empat pulau Aceh menjadi wilayah Sumut itu harus menjadi perhatian serius dari semua kalangan, baik seluruh anggota legislatif maupun Pemerintah Aceh.
Oleh sebab itu, DPRA mengajak Pemerintah Aceh serta Forum Bersama (Forbes) DPR-DPD RI asal Aceh untuk segera melakukan advokasi ke Kemendagri guna mengembalikan status pulau tersebut.
"Kita harus melakukan koordinasi dengan Kemendagri perihal status keempat pulau tersebut. Apa yang membuat keempat pulau itu menjadi milik Sumatera Utara," katanya.
Menurut politisi Partai Gerindra itu, keluarnya Kepmendagri ini menandakan bahwa selama ini ada miskomunikasi antara Pemerintah Aceh dengan Kemendagri dalam mempertahankan status empat pulau di Aceh Singkil itu.
Kendati demikian, Safaruddin meminta semua pihak untuk tidak saling menyalahkan, apalagi menghakimi. Saat ini yang dibutuhkan kerja kolaboratif untuk mengembalikan status empat pulau tersebut.
Hal ini, lanjut dia, berhubungan dengan konstitusional. Hak dari wilayah yang dimiliki Aceh ini sesuai dengan Memorandum of Understanding (MoU) dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), sehingga harus saling menghormati.
"Kita pegangannya tapal batas sesuai MoU Helsinki pada angka 1.1.4 yaitu perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956. Sekarang kita sedang reses, setelah reses advokasi ini menjadi tugas pertama kita yang harus kita selesaikan,” katanya.
Di samping itu, dia juga meminta pihak Kemendagri untuk memfasilitasi pertemuan antara Pemerintahan Aceh dengan Pemerintah Sumut agar tidak terjadi gesekan yang bisa mengganggu keharmonisan yang selama ini sudah terbangun.
Apalagi Aceh-Sumut akan menjadi tuan rumah PON 2024. Maka jangan sampai hal ini menjadi pintu persoalan baru, sehingga komunikasi yang baik antara dua provinsi ini menjadi rusak.
"Kita tidak perlu memperdebatkan siapa salah. Sekarang segera lakukan advokasi. DPRA dengan semangat yang kita miliki mengajak Pemerintah Aceh untuk lakukan advokasi secara bersama-sama," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022