Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh memvonis bebas dua terdakwa pembangunan jetty kuala Krueng Pudeng, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, dengan kontrak pekerjaan Rp13,3 miliar
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Deni Syahputra pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh di Banda Aceh, Jumat malam.
Kedua terdakwa yakni M Zuardi dan Taufik Hidayat. Terdakwa M Zuardi hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya Mirdas Ismail. Sedangkan terdakwa Taufik Hidayat didampingi penasihat hukumnya Junaidi dan Zulfan.
Persidangan berlangsung tatap muka juga dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dikha Savana dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar.
Putusan tersebut berbeda dengan tuntutan JPU. Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut kedua terdakwa masing-masing dengan hukuman tujuh tahun enam bulan penjara serta denda Rp300 juta subsidair enam bulan penjara.
JPU menyatakan kerugian negara dalam perkara tersebut mencapai Rp2,3 miliar. Kedua terdakwa bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
Terdakwa M Zuardi selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pembangunan jetty kuala Krueng Pudeng pada Dinas Pengairan Provinsi Aceh tahun anggaran 2019. Sedangkan terdakwa Taufik Hidayat merupakan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek tersebut
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan kedua terdakwa tidak terbukti bersalah seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum dengan menyetujui pembayaran pekerjaan sebesar Rp13,3 miliar, namun uang yang dibayarkan tersebut tidak sesuai dengan volume pekerjaan.
Akan tetapi, kata majelis hakim, tidak ada bukti dan keterangan saksi di persidangan menyatakan keduanya bersalah. Sebaliknya, kedua terdakwa sudah menjalankan tugas pokok dan fungsinya yang sesuai dalam pelaksanaan pembangunan jetty tersebut.
"Membebaskan terdakwa M Zuardi dan terdakwa Taufik Hidayat karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum," kata majelis hakim.
Fakta di persidangan, kata majelis hakim, tidak ada seorang saksi pun menyatakan terdakwa M Zuardi menandatangani pembayaran termin setiap progres pekerjaan. Terdakwa hanya menandatangani pencairan uang muka pekerjaan yang menjadi hak rekanan pelaksana
"Terdakwa M Zuardi tugasnya hanya sampai perencanaan, tidak pada pelaksanaan karena digantikan pejabat lainnya. Sedang pencairan termin ditandatangani pejabat lainnya pengganti terdakwa dalam jabatan yang sama," kata majelis hakim.
Begitu juga dengan terdakwa Taufik Hidayat, kata majelis hakim, tidak ada fakta hukum di persidangan membuktikan bersalah. Saksi dan ahli menyatakan permasalahan pada pembangunan jetty terjadi karena kesalahan konstruksi.
"Fakta hukum di persidangan menyatakan terdakwa sudah melaksanakan pekerjaan sesuai tugas pokok dan fungsinya. Karena itu, yang bertanggung jawab adalah pelaksanaan pekerjaan," kata majelis hakim.
Atas putusan tersebut, kedua terdakwa melalui penasihat hukumannya menyatakan menerima. Sedangkan jaksa penuntut umum menyatakan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Junaidi, penasihat hukum terdakwa Taufik Hidayat, menyatakan majelis hakim telah berikan putusan seadil-adilnya karena selama persidangan tidak ada bukti maupun keterangan saksi mengarahkan terdakwa Taufik Hidayat melakukan tindak pidana korupsi.
"Dan ini juga sudah kami sampaikan dalam nota pembelaan bahwa permasalahan pembangunan jetty adalah kesalahan konstruksi. Dan ini bukan kesalahan klien kami. Jadi, majelis hakim sudah memutuskan dengan seadil-adilnya," kata Junaidi.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022