Kuasa Hukum M Zaini Yusuf telah mengajukan penangguhan penahanan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh terhadap kliennya yang telah menjadi tersangka dugaan korupsi pada pelaksanaan event Aceh World Solidarity Cup (AWSC) 2017.

"Kami juga sudah mengajukan permohonan agar klien kami tidak ditahan/penangguhan penahanan dengan jaminan keluarga," kata Kuasa Hukumnya Zaini Djalil, di Banda Aceh, Senin.

Zaini mengatakan, penahanan terhadap kliennya oleh Kejari Banda Aceh sebagaimana surat perintah penahanan nomor: Prin-13/L.1.10/Fd.1/09/2022 tertanggal 19 September 2022. Dirinya kecewa terhadap tindakan penyidik Kejari Banda Aceh atas penahanan tersebut. 

Kata Zaini, meskipun kewenangan penahanan hak subjektif dari penyidik atas dasar adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana. 

Baca juga: Zaini Yusuf ditetapkan sebagai tersangka kasus Aceh Tsunami Cup

Namun, alasan tersebut dinilai tidak menjadi dasar dilakukan penahanan terhadap kliennya.

Karena, tidak mungkin klien mereka itu menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana, mengingat seluruh alat barang bukti khusunya segala surat-surat telah dilakukan penyitaan oleh penyidik terhadap kasus sebelumnya atas terdakwa Simon dan Saadan.

"Klien kami juga sangat koperatif dalam proses penyidikan dibuktikan dengan hadir saat dilakukan pemeriksaaan, apalagi penyidik tetap menggunakan hasil audit yang sama untuk klien kami sebagaimana audit terhadap tersangka sebelumnya," ujarnya. 

Selain itu, Zaini Djalil juga membantah dugaan kliennya menerima dana sebesar Rp730 juta dari event tersebut,  karena uang itu merupakan pembayaran kepada Zaini Yusuf yang awalnya memberikan pinjaman kepada panitia melalui Saadan untuk mendukung suksesnya kegiatan AWSC 2017 itu.

"Saat itu belum ada pencairan dana dari Pemerintah, dengan jumlah pinjaman dari klien kami sebesar Rp2,6 miliar lebih, dan uang pinjaman tersebut telah terbukti dipersidangan terdakwa Moh Saadan selaku ketua panitia AWSC telah meminjam uang melalui Muhammad Zaini Rp2,6 miliar," katanya.

Kemudian, lanjut Zaini, jika penyidik beralasan bahwa pembayaran uang tersebut bersumber dari pembayaran hak siar dari PSSI dan tidak melalui mekanisme pengelolaan keuangan negara. 

Hal tersebut bukan tanggung jawab klien mereka melainkan panitia dalam hal ini terpidana Saadan dan Simon sebagai penerima dan PSSI sebagai pihak pemberi yang mentransfer langsung ke rekening Saadan dan Simon. 

"Sementara klien kami adalah orang yang menerima pembayaran piutang dari panitia AWSC dan itu pun masih ada sisa sebesar Rp1,9 miliar pinjaman  yang belum terbayar dari panitia. Klien kami merupakan korban dalam hal ini," ujar Zaini.

Dirinya berharap perkara tersebut dapat segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh karena semua barang bukti telah dimiliki oleh Penyidik atas dasar perkara sebelumnya Nomor : 2/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna sesuai dengan asas peradilan pidana.

“Peradilan cepat dan biaya ringan, sehingga penegak hukum dalam rangka pemberantasan korupsi dapat bekerja secara professional dan berkeadilan, karena hakikat hukum dapat memberikan rasa keadilan bagi setiap warga negara," demikian Zaini Djalil.

 

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022