Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengingatkan Kementerian Kesehatan agar tetap memperhatikan kualitas dokter atau tenaga kesehatan asing, apabila memberi kemudahan syarat WNA yang menjadi nakes dan medis untuk mengisi kekosongan posisi di daerah terpencil di Indonesia.
“Kalau konsep pemerintah ingin dokter (asing) yang masuk itu hanya boleh di tempat terpencil, saya setuju. Tapi juga pemerintah harus memiliki kualifikasi dan lulusan mana yang boleh masuk (Indonesia),” kata Ketua IDI Aceh Dr dr Safrizal Rahman M Kes SpOT di Banda Aceh, Jumat.
Ia menjelaskan, saat ini pemerintah memang sedang menggodok Omnibus Law Kesehatan. Ada sembilan undang-undang yang digabungkan menjadi satu.
Baca juga: Mahkamah Syariah Idi Aceh Timur tangani 120 perkara cerai periode Januari-Maret 2023
Dan salah satu pembahasan yang mencuat dalam rancangan undang - undang Omnibus Law kesehatan ini yaitu tentang kemudahan syarat WNA tenaga kesehatan bekerja di Indonesia.
Rencana memberi kemudahan tersebut didasari atas penilaian pemerintah yang menyatakan bahwa Indonesia masih kekurangan tenaga dokter.
Contoh, kata Safrizal, dokter yang bekerja di negara Singapura memiliki kualifikasi. Negara itu tidak menerima semua dokter asing, karena mereka tahu kualitas dari pendidikan dokter setiap kampus di dunia.
Baca juga: IDI Aceh kirim dokter ke Turki bantu korban gempa
Sebab, lanjut dia, tidak semua kampus di dunia memiliki standar terkait pendidikan kedokteran. Maka sangat penting pemerintah Indonesia memiliki daftar dokter asing lulusan mana saja yang nantinya dibolehkan bekerja di Indonesia.
“Jadi jangan asal sudah dokter asing kita masukkan, tahu-tahu rupanya sekolahnya enggak jelas. Kalau tidak maka banyak sekolah kedokteran di luar negeri yang abal-abal menjadikan kita (Indonesia) sebagai pasarnya, mereka datang kemari,” ujarnya.
Di samping itu, Safrizal menambahkan, persoalan tenaga dokter di Indonesia tidak melulu karena kekurangan jumlah, tetapi pendistribusian dokter yang tidak merata hingga ke daerah.
Dari segi kualitas, fakultas kedokteran di Indonesia sudah memiliki akreditasi dan sesuai standar. Apalagi, setiap ada calon dokter di Indonesia, mereka harus mengikuti Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD).
“Jadi secara nasional ujian ini, kalau lolos itu baru jadi dokter, baru boleh berpraktek. Kalau dokter asing masuk, kita tidak tahu standar dokter yang masuk itu seperti apa,” katanya.
Menurut Safrizal, pemerintah sebagai pembuat kebijakan bisa saja memiliki strategi untuk memasukkan dokter dan nakes ke Indonesia guna mempercepat keterisian nakes di daerah terpencil.
Kendati demikian, lanjut dia, pemerintah juga harus memperbaiki sistem pendistribusian dokter atau nakes agar lebih merata sehingga tidak menumpuk di kota-kota besar, seperti di Pulau Jawa.
“Saya berfikir, kalau itu strategi pemerintah, ya boleh, pemerintah berkeinginan mempercepat jumlah dokter dan segala macam silahkan saja, walaupun belum tentu permasalahan itu adalah terkait jumlah tapi mungkin juga karena distribusi (tenaga kesehatan tidak merata),” katanya.
Baca juga: Cegah stunting, IDI Aceh imbau periksa kadar Hb sebelum menikah
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
“Kalau konsep pemerintah ingin dokter (asing) yang masuk itu hanya boleh di tempat terpencil, saya setuju. Tapi juga pemerintah harus memiliki kualifikasi dan lulusan mana yang boleh masuk (Indonesia),” kata Ketua IDI Aceh Dr dr Safrizal Rahman M Kes SpOT di Banda Aceh, Jumat.
Ia menjelaskan, saat ini pemerintah memang sedang menggodok Omnibus Law Kesehatan. Ada sembilan undang-undang yang digabungkan menjadi satu.
Baca juga: Mahkamah Syariah Idi Aceh Timur tangani 120 perkara cerai periode Januari-Maret 2023
Dan salah satu pembahasan yang mencuat dalam rancangan undang - undang Omnibus Law kesehatan ini yaitu tentang kemudahan syarat WNA tenaga kesehatan bekerja di Indonesia.
Rencana memberi kemudahan tersebut didasari atas penilaian pemerintah yang menyatakan bahwa Indonesia masih kekurangan tenaga dokter.
Contoh, kata Safrizal, dokter yang bekerja di negara Singapura memiliki kualifikasi. Negara itu tidak menerima semua dokter asing, karena mereka tahu kualitas dari pendidikan dokter setiap kampus di dunia.
Baca juga: IDI Aceh kirim dokter ke Turki bantu korban gempa
Sebab, lanjut dia, tidak semua kampus di dunia memiliki standar terkait pendidikan kedokteran. Maka sangat penting pemerintah Indonesia memiliki daftar dokter asing lulusan mana saja yang nantinya dibolehkan bekerja di Indonesia.
“Jadi jangan asal sudah dokter asing kita masukkan, tahu-tahu rupanya sekolahnya enggak jelas. Kalau tidak maka banyak sekolah kedokteran di luar negeri yang abal-abal menjadikan kita (Indonesia) sebagai pasarnya, mereka datang kemari,” ujarnya.
Di samping itu, Safrizal menambahkan, persoalan tenaga dokter di Indonesia tidak melulu karena kekurangan jumlah, tetapi pendistribusian dokter yang tidak merata hingga ke daerah.
Dari segi kualitas, fakultas kedokteran di Indonesia sudah memiliki akreditasi dan sesuai standar. Apalagi, setiap ada calon dokter di Indonesia, mereka harus mengikuti Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD).
“Jadi secara nasional ujian ini, kalau lolos itu baru jadi dokter, baru boleh berpraktek. Kalau dokter asing masuk, kita tidak tahu standar dokter yang masuk itu seperti apa,” katanya.
Menurut Safrizal, pemerintah sebagai pembuat kebijakan bisa saja memiliki strategi untuk memasukkan dokter dan nakes ke Indonesia guna mempercepat keterisian nakes di daerah terpencil.
Kendati demikian, lanjut dia, pemerintah juga harus memperbaiki sistem pendistribusian dokter atau nakes agar lebih merata sehingga tidak menumpuk di kota-kota besar, seperti di Pulau Jawa.
“Saya berfikir, kalau itu strategi pemerintah, ya boleh, pemerintah berkeinginan mempercepat jumlah dokter dan segala macam silahkan saja, walaupun belum tentu permasalahan itu adalah terkait jumlah tapi mungkin juga karena distribusi (tenaga kesehatan tidak merata),” katanya.
Baca juga: Cegah stunting, IDI Aceh imbau periksa kadar Hb sebelum menikah
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023