Meulaboh (ANTARA Aceh) - Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh memperhitungkan sekitar 70 persen pembangunan gedung di daerah perkotaan Meulaboh cukup rawan ambruk dari guncangan gempa.

Kepala Dinas Cipta Karya dan Pengairan Aceh Barat Ir Salihin Jabbar, di Meulaboh, Selasa, mengatakan hanya 30 persen bangunan gedung yang terintegrasi dengan mitigasi bencana dan tahan gempa yakni pertokoan bantuan NGO masa rehab rekonstruksi pascagempa dan tsunami 2004.

"Sekitar 70 persen bangunan gedung memang sangat rawan gempa, karena itu kita melakukan revisi terhadap qanun lama untuk penyesuaian dengan kondisi bencana yang terus kita hadapi di Aceh dan Aceh Barat khususnya, baik gempa maupun banjir," sebutnya.

Hal itu disampaikan disampaikan usai pembukaan acara Focus Group Discution (FGD) Penyusunan Rancangan Qanun Bangunan Gedung di aula Dinas Cipta Karya dan Pengairan Kabupaten Aceh Barat yang dibuka oleh Plt Bupati Rachmad Fitri HD.

Ia menjelaskan, perencanaan pembangunan 2017 akan berpedoman pada qanun baru, artinya setiap kegiatan pembangunan gedung terutama kawasan kota harus mendapat rekomendasi dari dinas teknis agar konstruksi mengunakan perhitungan tahan gempa.

Salihin menegaskan, Pemkab Aceh Barat bisa menolak atau membatalkan suatu kegiatan pembangunan berkonstruksi gedung apabila tidak sesuai perhitungan tahan gempa, sebab dalam qanun yang diatur pemda itu telah ada kajian-kajian teknis yang mengikat dalam mitigasi bencana.

"Jadi setiap rancangan untuk bangunan gedung di Aceh Barat akan diberlakukan koordinasi dengan kita, apabila nanti tidak sesuai maka kita tolak. Ini fokusnya bangunan gedung termasuk rumah bertingkat," tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan, pembangunan gedung yang dilakukan kontraktor pemegang proyek pemerintah maupun swasta harus sesuai spesifikasi mitigasi bencana, termasuk pembangunan gedung sekolah dan bangunan  bertingkat di kawasan pedesaan.

Kata Salihin, dalam hal ini pemda juga mengupayakan terserapnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari diterbitkannya Izin Membangun Bangunan (IMB), sebab sepanjang qanun lama serapan PAD maksimal tercapai 25 persen per tahun.

Kondisi dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat yang mengurus IMB adalah untuk keperluan administrasi pengkreditan atau untuk bisnis sewa rumah, pengurusan dilakukan setelah bangunan selesai dikerjakan, kondisi itu berbalik dari aturan yang ada.

"Selain untuk mitigasi bencana kita mengupayakan serapan PAD dari IMB bisa maksimal, capaian selama ini sangat sulit. Pada tahun 2015 saja dari target Rp208 juta, tapi hanya tercapai sekitar Rp25 juta, jadi qanun ini memang harus direvisi," katanya menambahkan.

Pewarta: anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016