Tapaktuan (AANTARA Aceh) - Harga cabai merah di tingkat pedagang pengecer di Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, yang sejak dua bulan lalu sempat tembus Rp80.000 - Rp 90.000/Kg, sekarang turun drastis menjadi Rp32.000 - Rp35.000/Kg, karena pasokan melimpah.

Salah seorang pedagang, Mak Aceh di Pasar Inpres, Tapaktuan, Sabtu menyatakan, turunnya harga cabai merah itu karena pasokan dari Medan, Sumatera Utara dan dari petani lokal cukup banyak, sementara permintaan tetap stabil.

Namun kondisi tersebut belum melegakan masyarakat, sebab harga sejumlah sayur mayur lainnya justru terus mengalami kenaikan, katanya.

Harga bawang merah dari sebelumnya Rp12.000 sekarang sudah naik menjadi Rp14.000/Kg, tomat medan dari Rp6.000 menjadi Rp12.000/Kg, kol dari Rp3.000 menjadi Rp8.000/Kg, cabai rawit dari biasanya Rp20.000 sekarang naik menjadi Rp70.000/Kkg.

Kemudian, wortel dari Rp2.500 menjadi Rp 8.000/Kg, daun sop dari Rp5.000 naik menjadi Rp25.000/Kg. Demikian juga labu tanah dari Rp800 menjadi Rp8.000/Kg, termasuk cabai hijau dari Rp12.000 naik menjadi Rp35.000/Kg.

Ia menuturkan, kenaikan sejumlah sayur mayur sejak dua bulan lalu tersebut murni karena pasokan dari sentra produksi terbatas.

Sebagian sayur sayuran asal Sumut diekspor, karena permintaan konsumen di luar negeri semakin tinggi dengan harga yang jauh berbeda dari dalam negeri.

"Barang-barang sembako termasuk sayur-mayur di Pasar Inpres Tapaktuan ini mayoritasnya di pasok dari Medan, Sumatera Utara," katanya.

Di saat stok barang di Medan dalam kondisi normal, harganya pun tergolong normal bahkan cenderung turun kalaupun naik tidak begitu signifikan.

Namun yang jadi persoalannya sekarang ini adalah, stok barang pada pedagang pengumpul di Medan kadang-kadang kurang sehubungan tingginya ekspor, ungkap Mak Aceh.

Dia mengaku, sebelum stok barang ditempat usahanya habis jauh-jauh hari telah memesan barang ke pedagang pengumpul di Medan.

Namun, kata dia, ketika barang tersebut secara tiba-tiba juga diminta oleh konsumen luar negeri, mereka justru lebih cenderung melepaskannya ke luar negeri karena terjadi selisih harga yang sangat signifikan dibandingkan dengan harga jual barang ke pedagang pengencer di dalam negeri.

"Kadang-kadang saat kami telephone ke Medan, barang yang kami pesan masih ada. Tapi ketika barang dimaksud secara tiba-tiba diminta oleh konsumen luar negeri, mereka lebih memilih mengekspornya ke luar negeri karena ada terjadi selisih harga cukup signifikan," ujar dia.

Kondisi seperti ini secara otomatis berdampak terjadinya kenaikan harga barang di dalam negeri, karena ketika keberadaan sebuah barang sedang langka atau terbatas secara otomatis harganya pun naik, sedangkan pedagang eceran di daerah-daerah hanya menjual barang sesuai harga pasaran, katanya.

Pewarta: Hendrik

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017