Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Bustami meminta pemerintah daerah kabupaten dan kota di Aceh untuk membuat regulasi atau qanun (peraturan daerah) tentang ketahanan pangan guna menjamin ketersediaan.
"Saya mengimbau kepada daerah-daerah yang belum menyusun (regulasi ketahanan pangan) agar segera memulainya," kata Bustamisaat membuka sosialisasi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Aceh di Banda Aceh, Rabu.
Bustami menyampaikan, hingga saat ini baru ada lima dari 23 kabupaten/kota di Aceh yang sudah memiliki regulasi ketahanan pangan, yakni Aceh Selatan, Aceh Jaya, Aceh Tamiang, Aceh Utara, dan Aceh Tengah.
Kemudian, tiga daerah lainnya seperti Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Singkil masih sedang dalam proses penyusunan.
"Karena itu perlu segera disusun, apalagi regulasi ini menjadi salah satu indikator penilaian kinerja oleh Kemendagri dan BPKP," ujarnya.
Bustami menjelaskan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, melaksanakan urusan pangan berarti memenuhi kebutuhan makanan dan gizi yang mencukupi, aman dan terjangkau, sehingga masyarakat dapat hidup sehat, aktif, dan produktif.
"Maka, untuk mencapai tujuan tersebut, ketersediaan pangan harus selalu dijaga. Baik melalui produksi dalam negeri, cadangan pangan maupun impor," katanya.
Kata Sekda, Pemerintah Aceh telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 43 Tahun 2012 tentang Cadangan Pangan Pemerintah Aceh. Selanjutnya pada 27 April 2021 menginisiasi lahirnya surat Gubernur Aceh Nomor 510/8358 yang mengamanatkan agar kabupaten/kota juga memiliki regulasi serupa.
Selanjutnya, setelah Bappenas terbentuk, Presiden telah mengeluarkan Perpres Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan dan petunjuk pelaksanaan serta didukung oleh dana dekonsentrasi.
Agar up to date, Pemerintah Aceh kemudian bergerak cepat dengan melahirkan regulasi terbaru, yakni Qanun Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Aceh.
Qanun tersebut tidak hanya mengatur tentang cadangan pangan untuk Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota, tetapi juga untuk pemerintahan gampong (desa).
"Mudah-mudahan qanun ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat Aceh. Oleh karena itu, sosialisasi qanun ini penting untuk menyamakan persepsi dan memberikan pemahaman pentingnya regulasi cadangan pangan,” ujar Sekda.
Dalam kesempatan ini, Sekda juga mengingatkan bahwa penyelenggaraan cadangan pangan Aceh pasca qanun itu dilahirkan harus mencakup berbagai jenis makanan. Bukan hanya beras yang memang selalu dialokasikan dalam APBA.
Melainkan, juga mencakup berbagai kebutuhan pokok lain seperti jagung, minyak goreng, gula, cabai, bawang merah, telur, daging ayam, daging, serta ikan.
Dalam qanun Aceh itu, juga memungkinkan membuat cadangan bahan makanan lokal seperti ikan kayu, dendeng Aceh, gula tebu, sagu/beureune, janeng, dan pangan pokok lainnya yang dikonsumsi di seluruh pelosok Aceh.
“Maka dari itu, kita perlu mengampanyekan kepada masyarakat agar mau melakukan keanekaragaman pangan," demikian Bustami.
Baca juga: Pemkab Nagan Raya tanam jagung seluas 100 Ha untuk swasembada
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Saya mengimbau kepada daerah-daerah yang belum menyusun (regulasi ketahanan pangan) agar segera memulainya," kata Bustamisaat membuka sosialisasi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Aceh di Banda Aceh, Rabu.
Bustami menyampaikan, hingga saat ini baru ada lima dari 23 kabupaten/kota di Aceh yang sudah memiliki regulasi ketahanan pangan, yakni Aceh Selatan, Aceh Jaya, Aceh Tamiang, Aceh Utara, dan Aceh Tengah.
Kemudian, tiga daerah lainnya seperti Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Singkil masih sedang dalam proses penyusunan.
"Karena itu perlu segera disusun, apalagi regulasi ini menjadi salah satu indikator penilaian kinerja oleh Kemendagri dan BPKP," ujarnya.
Bustami menjelaskan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, melaksanakan urusan pangan berarti memenuhi kebutuhan makanan dan gizi yang mencukupi, aman dan terjangkau, sehingga masyarakat dapat hidup sehat, aktif, dan produktif.
"Maka, untuk mencapai tujuan tersebut, ketersediaan pangan harus selalu dijaga. Baik melalui produksi dalam negeri, cadangan pangan maupun impor," katanya.
Kata Sekda, Pemerintah Aceh telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 43 Tahun 2012 tentang Cadangan Pangan Pemerintah Aceh. Selanjutnya pada 27 April 2021 menginisiasi lahirnya surat Gubernur Aceh Nomor 510/8358 yang mengamanatkan agar kabupaten/kota juga memiliki regulasi serupa.
Selanjutnya, setelah Bappenas terbentuk, Presiden telah mengeluarkan Perpres Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan dan petunjuk pelaksanaan serta didukung oleh dana dekonsentrasi.
Agar up to date, Pemerintah Aceh kemudian bergerak cepat dengan melahirkan regulasi terbaru, yakni Qanun Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Aceh.
Qanun tersebut tidak hanya mengatur tentang cadangan pangan untuk Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota, tetapi juga untuk pemerintahan gampong (desa).
"Mudah-mudahan qanun ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat Aceh. Oleh karena itu, sosialisasi qanun ini penting untuk menyamakan persepsi dan memberikan pemahaman pentingnya regulasi cadangan pangan,” ujar Sekda.
Dalam kesempatan ini, Sekda juga mengingatkan bahwa penyelenggaraan cadangan pangan Aceh pasca qanun itu dilahirkan harus mencakup berbagai jenis makanan. Bukan hanya beras yang memang selalu dialokasikan dalam APBA.
Melainkan, juga mencakup berbagai kebutuhan pokok lain seperti jagung, minyak goreng, gula, cabai, bawang merah, telur, daging ayam, daging, serta ikan.
Dalam qanun Aceh itu, juga memungkinkan membuat cadangan bahan makanan lokal seperti ikan kayu, dendeng Aceh, gula tebu, sagu/beureune, janeng, dan pangan pokok lainnya yang dikonsumsi di seluruh pelosok Aceh.
“Maka dari itu, kita perlu mengampanyekan kepada masyarakat agar mau melakukan keanekaragaman pangan," demikian Bustami.
Baca juga: Pemkab Nagan Raya tanam jagung seluas 100 Ha untuk swasembada
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023