Wakil Ketua DPRK Aceh Barat Daya (Abdya) Hendra Fadli menyatakan akan mengkaji kemungkinan dampak buruk yang ditimbulkan apabila hadirnya pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) milik pengusaha besar di kawasan kebun sawit rakyat di daerah itu.
"Selama ini banyak yang berfikir dengan hadirnya pabrik milik pengusaha luar di Abdya akan membuat daya saing tumbuh dan harga TBS (Tandan Buah Segar) bisa lebih tinggi, namun perlu diingat dalam hukum pasar itu ada hukum yang besar memangsa yang kecil," katanya di Blangpidie, Jumat.
Baru-baru ini, kata Hendra, muncul informasi bahwa ada dugaan pemalsuan dukungan kelompok tani sawit pemasok TBS, yang diduga dilakukan oleh salah satu perusahaan asal luar Abdya yang kini sedang dalam proses pembangunan PMKS di kawasan Kecamatan Kuala Batee.
Baca juga: Merasa nama dicatut, Kelompok tani desak Distanpan Abdya cabut dukungan pemasok TBS untuk PT Ensem
Menurut dia, dukungan kelompok tani sawit yang tumpang tindih itu harus dilihat secara jernih. Karena persoalan ini tidak semata-mata berhubungan dengan upaya pemerintah dalam memuluskan jalan investasi bagi perusahaan besar di daerah itu.
Tetapi juga harus diingat bahwa pemerintah memiliki kewajiban, melindungi, mengembangkan dan membantu perusahaan lokal agar tetap bisa berkiprah dan berkembang, sehingga memberikan kontribusi besar bagi pembangunan daerah ke depan.
"Jadi, bila terbukti ada perusahaan pabrik kelapa sawit melakukan pemalsuan dokumen dukungan lahan maka izin perusahaan tersebut batal demi hukum," kata Hendra.
Hendra mengingatkan agar keberadaan PMKS milik pengusaha luar Abdya tersebut jangan sampai menimbulkan monopoli dan terkesan sindikasi pemufakatan untuk mengontrol dan mengendalikan harga sawit di daerah.
"Perlu diingat bahwa, harga tampung TBS Abdya baru melonjak ketika hadirnya dua PMKS milik pengusaha lokal itu. Jadi saya khawatir karena hasrat monopoli perusahaan itu lalu prosesnya dipermudahkan, apalagi sampai ada dugaan tumpang tindih dokumen dukungan," ujarnya.
Saat ini, di Kecamatan Kuala Batee dan Babahrot sudah memiliki tiga unit PMKS milik pengusaha lokal. Sebab itu, menurut dia, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kepentingan membangun PMKS milik pengusaha luar Abdya. Jangan sampai hadirnya PMKS milik pengusaha luar itu hanya untuk menghancurkan PMKS milik pengusaha lokal.
"Itu hukum kapitalisme sah-sah saja. Mereka punya modal besar, setelah pengusaha kita bangkrut maka yang terjadi adalah monopoli harga oleh pengusaha tersebut," ujarnya.
Apalagi luas lahan kebun sawit milik rakyat Abdya sekitar 18 ribu hektare. "Saya rasa dengan tiga unit pabrik yang ada sudah memadai. Oleh karena itu pihak dinas harus lebih menelaah secara mendalam terkait keberadaan mereka. Kita tidak anti investasi tapi perlu dipikirkan juga bahwa kita punya kewajiban melindungi pengusaha lokal," ujarnya.
Baca juga: Dugaan pemalsuan dokumen, kelompok tani laporkan perusahaan sawit ke polisi
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Selama ini banyak yang berfikir dengan hadirnya pabrik milik pengusaha luar di Abdya akan membuat daya saing tumbuh dan harga TBS (Tandan Buah Segar) bisa lebih tinggi, namun perlu diingat dalam hukum pasar itu ada hukum yang besar memangsa yang kecil," katanya di Blangpidie, Jumat.
Baru-baru ini, kata Hendra, muncul informasi bahwa ada dugaan pemalsuan dukungan kelompok tani sawit pemasok TBS, yang diduga dilakukan oleh salah satu perusahaan asal luar Abdya yang kini sedang dalam proses pembangunan PMKS di kawasan Kecamatan Kuala Batee.
Baca juga: Merasa nama dicatut, Kelompok tani desak Distanpan Abdya cabut dukungan pemasok TBS untuk PT Ensem
Menurut dia, dukungan kelompok tani sawit yang tumpang tindih itu harus dilihat secara jernih. Karena persoalan ini tidak semata-mata berhubungan dengan upaya pemerintah dalam memuluskan jalan investasi bagi perusahaan besar di daerah itu.
Tetapi juga harus diingat bahwa pemerintah memiliki kewajiban, melindungi, mengembangkan dan membantu perusahaan lokal agar tetap bisa berkiprah dan berkembang, sehingga memberikan kontribusi besar bagi pembangunan daerah ke depan.
"Jadi, bila terbukti ada perusahaan pabrik kelapa sawit melakukan pemalsuan dokumen dukungan lahan maka izin perusahaan tersebut batal demi hukum," kata Hendra.
Hendra mengingatkan agar keberadaan PMKS milik pengusaha luar Abdya tersebut jangan sampai menimbulkan monopoli dan terkesan sindikasi pemufakatan untuk mengontrol dan mengendalikan harga sawit di daerah.
"Perlu diingat bahwa, harga tampung TBS Abdya baru melonjak ketika hadirnya dua PMKS milik pengusaha lokal itu. Jadi saya khawatir karena hasrat monopoli perusahaan itu lalu prosesnya dipermudahkan, apalagi sampai ada dugaan tumpang tindih dokumen dukungan," ujarnya.
Saat ini, di Kecamatan Kuala Batee dan Babahrot sudah memiliki tiga unit PMKS milik pengusaha lokal. Sebab itu, menurut dia, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kepentingan membangun PMKS milik pengusaha luar Abdya. Jangan sampai hadirnya PMKS milik pengusaha luar itu hanya untuk menghancurkan PMKS milik pengusaha lokal.
"Itu hukum kapitalisme sah-sah saja. Mereka punya modal besar, setelah pengusaha kita bangkrut maka yang terjadi adalah monopoli harga oleh pengusaha tersebut," ujarnya.
Apalagi luas lahan kebun sawit milik rakyat Abdya sekitar 18 ribu hektare. "Saya rasa dengan tiga unit pabrik yang ada sudah memadai. Oleh karena itu pihak dinas harus lebih menelaah secara mendalam terkait keberadaan mereka. Kita tidak anti investasi tapi perlu dipikirkan juga bahwa kita punya kewajiban melindungi pengusaha lokal," ujarnya.
Baca juga: Dugaan pemalsuan dokumen, kelompok tani laporkan perusahaan sawit ke polisi
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023