Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Aceh menyatakan bahwa UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) secara nasional dibutuhkan dalam rangka penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non yudisial, termasuk di Aceh.

"Diperlukan ikhtiar bersama mengadvokasi lahirnya kembali UU KKR di Indonesia, karena ini sangat penting," kata Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh Sepriady Utama, di Banda Aceh, Rabu.

Sebagai informasi, sebelumnya Indonesia pernah memiliki peraturan terkait KKR, yakni melalui UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Baca juga: DPRA diminta evaluasi Komisioner KKR Aceh akibat berperilaku koruptif

Namun, UU tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Mahkamah Konstitusi - No. 006/PUU-IV/2006, dan dinyatakan bertentangan dengan UU Dasar 1945, serta tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
 

Kemudian, Pemerintah Indonesia kembali membuat rancangan untuk melahirkan lagi UU KKR yang baru. Langkah ini sebagai upaya menangani kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Menurut Sepriady, peraturan khusus seperti UU KKR perlu untuk memudahkan dan percepatan penyelesaian hingga pemulihan korban pelanggaran HAM berat di Indonesia.

"Karena UU KKR baru nanti dapat menjadi pendukung lahirnya KKR nasional," ujarnya.

Di Aceh, kata dia, setelah adanya UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), pemerintah setempat akhirnya membuat qanun tentang KKR hingga lahirlah sebuah lembaga yang khusus menangani permasalahan HAM konflik Aceh masa lalu.

"Karena itu, kita mendorong segera lahirnya UU KKR nasional untuk memudahkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM secara non yudisial. Saya kira itu penting," demikian Sepriady.

Baca juga: Polisi agar lanjutkan proses pidana kasus SPPD fiktif di KKR Aceh

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023