Manager Kampanye Trend Asia Novita Indri mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin yang benar-benar peduli lingkungan dalam arah pembangunan politik saat Pemilu 2024 nanti.
"Kita berharap pemilu yang akan datang bisa memilih pemimpin yang tidak hanya menjadikan isu lingkungan sebagai komoditas yang dibawa dalam putaran-putaran kampanye. Tapi benar-benar terefleksikan nanti visi misi (lingkungan)," kata Novita Indri.
Hal itu disampaikan dalam kegiatan Nonton Bareng Film Dokumenter Memukul Jatuh Mengadili PLTU dan Diskusi bertajuk "Menggantang Mimpi Transisi Energi" bersama Trend Asia, Walhi Aceh, dan Yayasan APEL Green Aceh pada Sabtu (28/10).
Baca juga: DLHK: Tumpahan batu bara di laut Aceh Barat tanggung jawab perusahaan
Ia menyampaikan, masyarakat perlu belajar dari dua kali rezim sebelumnya, beberapa isu lingkungan sangat dikomoditaskan, tetapi kenyataannya bertolak belakang dari kampanye yang disampaikan.
"Jangan sampai terulang lagi cerita seperti itu karena luka-luka yang lama dirasakan oleh masyarakat terkait isu lingkungan belum sembuh," katanya.
Film Dokumenter yang ditayangkan di Kantor Perum LKBN Antara Biro Aceh menceritakan gugatan masyarakat Cirebon untuk membatalkan izin lingkungan PLTU Tanjung Jati A di Desa Pengarengan, Kecamatan Pangenan.
Gugatan tersebut kemudian dimenangkan oleh masyarakat dan dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kita berjuang bersama dengan mengharapkan iklim yang jauh lebih baik. Kalau hancur lingkungan kita mau ke mana lagi," katanya.
Menurut Novita, PLTU Batu Bara yang saat ini marak beroperasi di berbagai wilayah Indonesia justru menimbulkan banyak kerugian ekonomi karena biaya eksternal yang diakibatkan dari penggunaan energi kotor tersebut sangat mahal.
"Kalau pemerintah menghitung biaya kesehatan, sosial, ekonomi, lingkungan saat memutuskan menggunakan energi batu bara maka sebenarnya termasuk energi yang paling mahal,"
Lanjutnya, maraknya pendirian PLTU tidak seimbang dengan jumlah kebutuhan listrik yang justru kelebihan.
Misalnya, di Pulau Jawa surplus listrik mencapai 6,5 gigawatt (GW) dan bakal bertambah karena ada beberapa PLTU yang sedang dibangun lagi dengan kapasitas yang lebih besar.
"Yang menjadi masalah kelebihan-kelebihan ini siapa yg memakainya. Tentu tidak bisa dipaksakan. Makanya sempat ramai Kementerian ESDM sempat ingin memberikan subsidi kompor listrik itu salah satu upaya meningkatkan demand listrik," katanya.
Ia berpendapat bahwa Pemerintah Indonesia harus segera memanfaatkan banyak potensi energi terbarukan yang ada di negara ini untuk menuju transisi energi.
"Pertumbuhan ekonomi setinggi apa pun yang digemborkan pemerintah tetapi ketika lingkungan rusak maka kita akan jauh lebih sengsara. Kita perlu menjaga semua itu," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, menyampaikan penggunaan energi fosil untuk PLTU pada realitanya akan semakin menempatkan masyarakat Indonesia ke dalam jerat kemiskinan.
"Pendirian PLTU Batubara ini memperparah ketimpangan penguasaan lahan karena perlu lahan yang sangat luas sehingga akan memperpanjang penderitaan dan perampasan uang rakyat," katanya.
Di akhir diskusi, Direktur Eksekutif Yayasan APEL Green Aceh, Rahmad Syukur, juga setuju pemerintah perlu segera berhenti menggunakan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan (transisi energi).
"Transisi energi adalah salah satu jalan untuk menjadikan Aceh hijau dan lebih asri," katanya.
Baca juga: Tumpahan batu bara di laut Aceh Barat akibat terbalik kapal tongkang
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Kita berharap pemilu yang akan datang bisa memilih pemimpin yang tidak hanya menjadikan isu lingkungan sebagai komoditas yang dibawa dalam putaran-putaran kampanye. Tapi benar-benar terefleksikan nanti visi misi (lingkungan)," kata Novita Indri.
Hal itu disampaikan dalam kegiatan Nonton Bareng Film Dokumenter Memukul Jatuh Mengadili PLTU dan Diskusi bertajuk "Menggantang Mimpi Transisi Energi" bersama Trend Asia, Walhi Aceh, dan Yayasan APEL Green Aceh pada Sabtu (28/10).
Baca juga: DLHK: Tumpahan batu bara di laut Aceh Barat tanggung jawab perusahaan
Ia menyampaikan, masyarakat perlu belajar dari dua kali rezim sebelumnya, beberapa isu lingkungan sangat dikomoditaskan, tetapi kenyataannya bertolak belakang dari kampanye yang disampaikan.
"Jangan sampai terulang lagi cerita seperti itu karena luka-luka yang lama dirasakan oleh masyarakat terkait isu lingkungan belum sembuh," katanya.
Film Dokumenter yang ditayangkan di Kantor Perum LKBN Antara Biro Aceh menceritakan gugatan masyarakat Cirebon untuk membatalkan izin lingkungan PLTU Tanjung Jati A di Desa Pengarengan, Kecamatan Pangenan.
Gugatan tersebut kemudian dimenangkan oleh masyarakat dan dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kita berjuang bersama dengan mengharapkan iklim yang jauh lebih baik. Kalau hancur lingkungan kita mau ke mana lagi," katanya.
Menurut Novita, PLTU Batu Bara yang saat ini marak beroperasi di berbagai wilayah Indonesia justru menimbulkan banyak kerugian ekonomi karena biaya eksternal yang diakibatkan dari penggunaan energi kotor tersebut sangat mahal.
"Kalau pemerintah menghitung biaya kesehatan, sosial, ekonomi, lingkungan saat memutuskan menggunakan energi batu bara maka sebenarnya termasuk energi yang paling mahal,"
Lanjutnya, maraknya pendirian PLTU tidak seimbang dengan jumlah kebutuhan listrik yang justru kelebihan.
Misalnya, di Pulau Jawa surplus listrik mencapai 6,5 gigawatt (GW) dan bakal bertambah karena ada beberapa PLTU yang sedang dibangun lagi dengan kapasitas yang lebih besar.
"Yang menjadi masalah kelebihan-kelebihan ini siapa yg memakainya. Tentu tidak bisa dipaksakan. Makanya sempat ramai Kementerian ESDM sempat ingin memberikan subsidi kompor listrik itu salah satu upaya meningkatkan demand listrik," katanya.
Ia berpendapat bahwa Pemerintah Indonesia harus segera memanfaatkan banyak potensi energi terbarukan yang ada di negara ini untuk menuju transisi energi.
"Pertumbuhan ekonomi setinggi apa pun yang digemborkan pemerintah tetapi ketika lingkungan rusak maka kita akan jauh lebih sengsara. Kita perlu menjaga semua itu," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, menyampaikan penggunaan energi fosil untuk PLTU pada realitanya akan semakin menempatkan masyarakat Indonesia ke dalam jerat kemiskinan.
"Pendirian PLTU Batubara ini memperparah ketimpangan penguasaan lahan karena perlu lahan yang sangat luas sehingga akan memperpanjang penderitaan dan perampasan uang rakyat," katanya.
Di akhir diskusi, Direktur Eksekutif Yayasan APEL Green Aceh, Rahmad Syukur, juga setuju pemerintah perlu segera berhenti menggunakan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan (transisi energi).
"Transisi energi adalah salah satu jalan untuk menjadikan Aceh hijau dan lebih asri," katanya.
Baca juga: Tumpahan batu bara di laut Aceh Barat akibat terbalik kapal tongkang
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023