Meulaboh, Aceh Barat (ANTARA Aceh) - Universitas Teuku Umar (UTU) Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh membuka kebun hortikultura seluas 2,3  hektare untuk melatih keterampilan mahasiswa dalam pengembangan sektor pertanian yang lebih berteknologi untuk masa mendatang.

Koordinator University Farm UTU, Iwandikasyah Putra, di Meulaboh, Sabtu mengatakan, kebun yang dikelola oleh mahasiswa itu sebagai kebun pendidikan, pengembangan dan penelitian, sekaligus menjadi representatif untuk pengembangan bermacam varietas lokal di Aceh.

"Karena ini baru, kita belum memiliki produk atau varietas berteknologi. Ke depan hal itulah yang kita target, mahasiswa UTU bisa lebih kreatif menciptakan varietas-varietas baru bahan lokal dengan adanya kebun pendidikan dan penelitian ini," katanya pada ekspo tanaman hortikultura di halaman kampus UTU pada acara rapat senat terbuka Dies Natalis ke-3 UTU.

Ia menyampaikan, dalam kebun edukasi tersebut sudah dipenuhi bermacam tanaman, buah-buahan seperti melon, durian otong, jambu kristal, manga melabar yang dikombinasikan dengan tanaman nenas yang kini sumuanya sudah diusia 7 bulan atau masa-masa produksi.

Dosen tetap pada Fakultas Pertanian UTU ini menyampaikan, mahasiswa juga mengembangkan tanaman cabai merah besar, cabai rawit, pisang, labu, serta penyediaan bibit bermacam tanaman hortikultura, kendala mereka selama ini belum tersedia sarana dan prasarana memadai.

Kemudian juga ada budidaya tanaman dan sayuran dengan sistem Hidroponik dan akan melakukan pengembangannya dalam rumah kaca, walaupun hal demikian bukanlah pola baru, tapi pihak UTU bertujuan memperkenalkan sistem lama itu sebagai representatif bagi masyarakat barat dan selatan Aceh.

"Pola yang kita kembangkan masih cara-cara yang secara teori ilmiah sudah teruji keberhasilannya, sebab kita lebih kepada upaya edukasi dan referensi. Terutama sistem Hidroponik yang bisa dilakukan di lingkungan sekitar rumah, apalagi ke depan penciutan lahan pertanian terus terjadi," sebutnya.

Iwandikasyah Putra menyampaikan, saat ini pihak kampus juga tengah mengupayakan agar pengembangan kebun hortikultura itu lebih mandiri dan terintegrasi, yakni dengan menyediakan atau memproduksi pupuk kompos sendiri, malahan direncanakan bisa untuk dipasarkan.

Pihaknya telah memperkirakan untuk pengembangan tanaman di kebun tersebut membutuhkan biaya penyediaan pupuk hingga Rp30 juta/tahun, karena itu juga pengembangan ke depan terus dilakukan dengan sirklus saling mendukung, di lokasi kebun juga akan dikembangkan lokasi peternakan ayam/unggas untuk dimanfaatkan kotoran sebagai bahan pupuk kompos.

"Kosnya untuk pupuk bisa sampai Rp30 juta per, sebab itu secara konvensional kita telah memiliki alat mesin pengolah pupuk kompos berbahan sawit. Sebab, masalah pupuk merupakan hal paling dasar yang dibutuhkan tanaman buah seperti ini," imbuhnya.

Iwan menyebutkan, meskipun saat ini yang dikembangkan adalah varietas lokal, tapi ada juga tanaman dari luar yang dijadikan sebagai percontohan, seperti pohon kurma, pohan yang biasanya tumbuh di kawasan tandus itu coba di kembangkan di Aceh dengan suhu iklim tropis.

Kata dia, uji coba sementara pohon kurma arab bisa tumbuh, setelah diatur dengan benar tingkat kelembapan udara dan tanah di lokasi budidaya dengan peralatan dimiliki, hanya saja dia pesimis soal hasilnya apakah pohon itu akan berbuah ataupun diameter buahnya akan sama seperti kurma diimpor dari Arab.

Pewarta: Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017