Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menyatakan jaksa penuntut umum (JPU) perkara tindak pidana korupsi pertanahan di Kabupaten Aceh Tamiang mengajukan kasasi atas putusan bebas majelis hakim ke Mahkamah Agung.
"JPU menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasi ajukan karena putusan majelis hakim tidak sesuai dengan tuntutan JPU," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis di Banda Aceh, Jumat.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis bebas tiga terdakwa tindak pidana korupsi pertanahan di Kabupaten Aceh Tamiang.
Baca juga: Majelis hakim vonis bebas mantan Bupati Aceh Tamiang
Ketiga terdakwa yakni Mursil selaku Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Aceh Tamiang pada 2009. Terdakwa Mursil juga menjabat Bupati Aceh Tamiang periode 2017-2022.
Serta terdakwa Tengku Yusni dan Tengku Rusli, keduanya pimpinan perusahaan pengelola lahan eks hak guna usaha (HGU) untuk perkebunan sawit di Kabupaten Aceh Tamiang.
Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Mursil dengan hukuman tujuh tahun enam bulan. Serta denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp90 juta.
Terdakwa Mursil selaku Kepala BPN Aceh Tamiang pads 2009 menerbitkan sertifikat tanah dari lahan eks HGU perusahaan sawit. Izin HGU tersebut berakhir pada 1988 dan tidak diperpanjang hingga kini.
Setelah sertifikat tanah diterbitkan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi atas tanah di lahan eks HGU tersebut dengan nilai Rp6,4 miliar.
Sedangkan terdakwa Tengku Yusni dituntut 10 tahun enam bulan penjara, denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara. Serta membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara Rp7,9 miliar. Apabila tidak membayar, maka dipidana lima tahun tiga bulan penjara.
Sementara, terdakwa Tengku Rusli dituntut dengan hukuman sembilan tahun enam bulan, denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara. Serta membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara Rp5,4 miliar. Apabila tidak membayar dihukum empat tahun sembilan bulan penjara.
JPU dalam tuntutannya menyatakan kedua terdakwa menguasai tanah negara yang izin HGU berakhir pada 1988. Luas lahan yang dikuasai tersebut mencapai 885,65 hektare dan 1.658 hektare. Kedua lokasi lahan tersebut berada di Kabupaten Aceh Tamiang.
"Berkas memori kasasi ke Mahkamah Agung disampaikan JPU melalui Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh. Kasasi diajukan karena putusan majelis hakim tidak sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum," kata Ali Rasab Lubis.
Baca juga: Mantan Bupati Aceh Tamiang dituntut tujuh tahun enam bulan penjara
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
"JPU menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasi ajukan karena putusan majelis hakim tidak sesuai dengan tuntutan JPU," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis di Banda Aceh, Jumat.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis bebas tiga terdakwa tindak pidana korupsi pertanahan di Kabupaten Aceh Tamiang.
Baca juga: Majelis hakim vonis bebas mantan Bupati Aceh Tamiang
Ketiga terdakwa yakni Mursil selaku Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Aceh Tamiang pada 2009. Terdakwa Mursil juga menjabat Bupati Aceh Tamiang periode 2017-2022.
Serta terdakwa Tengku Yusni dan Tengku Rusli, keduanya pimpinan perusahaan pengelola lahan eks hak guna usaha (HGU) untuk perkebunan sawit di Kabupaten Aceh Tamiang.
Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Mursil dengan hukuman tujuh tahun enam bulan. Serta denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp90 juta.
Terdakwa Mursil selaku Kepala BPN Aceh Tamiang pads 2009 menerbitkan sertifikat tanah dari lahan eks HGU perusahaan sawit. Izin HGU tersebut berakhir pada 1988 dan tidak diperpanjang hingga kini.
Setelah sertifikat tanah diterbitkan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi atas tanah di lahan eks HGU tersebut dengan nilai Rp6,4 miliar.
Sedangkan terdakwa Tengku Yusni dituntut 10 tahun enam bulan penjara, denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara. Serta membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara Rp7,9 miliar. Apabila tidak membayar, maka dipidana lima tahun tiga bulan penjara.
Sementara, terdakwa Tengku Rusli dituntut dengan hukuman sembilan tahun enam bulan, denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara. Serta membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara Rp5,4 miliar. Apabila tidak membayar dihukum empat tahun sembilan bulan penjara.
JPU dalam tuntutannya menyatakan kedua terdakwa menguasai tanah negara yang izin HGU berakhir pada 1988. Luas lahan yang dikuasai tersebut mencapai 885,65 hektare dan 1.658 hektare. Kedua lokasi lahan tersebut berada di Kabupaten Aceh Tamiang.
"Berkas memori kasasi ke Mahkamah Agung disampaikan JPU melalui Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh. Kasasi diajukan karena putusan majelis hakim tidak sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum," kata Ali Rasab Lubis.
Baca juga: Mantan Bupati Aceh Tamiang dituntut tujuh tahun enam bulan penjara
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024