Walhi Aceh menyatakan Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) Krueng Teunom-Krueng Lambalek di Aceh Jaya dan KHG Krueng Bubon-Krueng Meureubo di Aceh Barat memiliki tingkat kerusakan cukup parah, dan rentan terbakar. 

“Tanah gambut pada kedua KHG memiliki ph dengan tingkat keasaman yang tinggi serta kelembaban cenderung kering, ditandai dengan muka airnya di bawah ambang batas 41 cm, sehingga hal ini yang sering menyebabkan kebakaran di sana,” kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, di Banda Aceh, Rabu.

Dirinya menyampaikan, lokasi lahan gambut tersebut terindikasi paling terdegradasi. Berdasarkan kajian Walhi Aceh bersama Pantau Gambut Indonesia, hampir terjadi kebakaran setiap tahunnya di KHG Aceh Jaya dan Aceh Barat.

Pada KHG Krueng Teunom-Krueng Lambalek telah terjadi kebakaran pada tahun 2015 hingga 2017 dan 2020 sedangkan pada KHG Krueng Bubon-Krueng Meureubo kebakaran terjadi setiap tahun mulai dari 2016 hingga 2019.

“Terjadinya kebakaran tersebut menyebabkan kerusakan hidrologi serta penurunan kualitas air yang berdampak buruk pada keanekaragaman hayati yang ada di dalam ekosistem gambut di lokasi tersebut,” ujarnya.

Kajian Walhi Aceh yang dilakukan Desember 2023-Februari 2024 juga menemukan kawasan fungsi lindung gambut di lokasi bekas terbakar yang ada di dua KHG tersebut hampir sebagian besar menjadi perkebunan sawit, karet, atau lahan terbuka. 

Tidak hanya itu, Walhi juga menemukan sekat kanal bermaterial kayu yang telah dibangun oleh pemerintah untuk menjaga muka air banyak yang telah dirusak masyarakat karena dianggap menjadi penyebab perkebunan mereka banjir. 

“Kurangnya sosialisasi dan peningkatan kapasitas masyarakat justru kanal itu dianggap menjadi ancaman, di samping sekat kanal yang dibangun juga menggunakan kayu,  seharusnya pakai beton,” kata Shalihin.

Baca juga: Lahan gambut Aceh Barat terbakar saat hari pemungutan suara, personel BPBD langsung dikerahkan

Sementara itu, Seksi Pengendalian Kerusakan Darat di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Aceh, Rikky Mulyawan, menyampaikan bahwa pembangunan sekat kanal yang ada di KHG Teunom dilakukan langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Karena itu, pihaknya tidak mengetahui kondisi sekat kenal yang terjadi di sana. Kata dia, penemuan Walhi mengenai sekat kanal yang dirusak akan disampaikan ke KLHK untuk ditindaklanjuti.

“Terima kasih informasinya, nanti akan kami sampaikan ke KLHK agar ada upaya lain seperti memperbaiki, membuat baru tentunya dengan pembicaraan yang lebih terbuka kepada masyarakat,” katanya. 

Dirinya juga menyampaikan, guna melindungi KHG, Pemerintah Aceh bersama civil society sudah melakukan penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut (RPPG) dan sedang menunggu surat keputusan penetapan dari Gubernur Aceh. 

“Untuk yang kabupaten di Aceh Barat dan Nagan Raya  juga sedang dalam proses penyusunan dibantu mitra pengawalan. Jadi, yang di provinsi sudah final tinggal menunggu SK saja sementara kabupaten dalam proses menuju final,” katanya. 

Ia menambahkan, terkait MPA, pemerintah berharap inisiasi yang telah didukung seyogyanya bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat menggunakan dana desa karena program yang telah dilakukan pemerintah dan mitra ada masanya. 

“Harapannya desa yang hari ini mempunyai dana gampong untuk bisa meneruskan inisiasi yang telah dibentuk pemerintah karena kalau seterusnya pemerintah berpartisipasi di situ tidak muncul kemandirian masyarakat,” demikian Rikky Mulyawan.


Baca juga: HAkA dan Pemkab Abdya teken kerja sama kelola hutan dan lahan gambut

Pewarta: Nurul Hasanah

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024