Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menerima tuntutan para jurnalis Aceh terkait penolakan terhadap revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, segera meneruskan aspirasi wartawan itu dengan menyurati pimpinan DPR RI.
"Ini ditandatangani di sini (petisi tuntutan jurnalis Aceh soal tolak RUU Penyiaran), saya bawa ke lembaga DPR Aceh," kata Ketua DPR Aceh, Zulfadli, di Banda Aceh, Senin.
Pernyataan itu disampaikan Zulfadli saat menerima aksi damai Gerakan Jurnalis Aceh Bersatu terkait penolakan RUU Penyiaran, terdiri dari anggota AJI Banda Aceh, PWI Aceh, IJTI Aceh dan PFI Aceh, di depan gedung utama DPR Aceh, di Banda Aceh.
Di depan para jurnalis, Zulfadli menyampaikan, tuntutan dari para jurnalis itu nantinya terlebih dahulu dirapatkan antara pimpinan dengan bidang terkait yakni Komisi I DPRA.
"Sudah saya terima dan ditindaklanjuti. Saya tanda tangan, saya ajak pimpinan dan komisi I supaya ini di stempel dan legal," ujar Zulfadli.
Sementara itu, Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin mengatakan bahwa aspirasi jurnalis Aceh sudah diterima secara resmi oleh pimpinan DPRA, penyerahan tuntutan tersebut juga disaksikan para Forkopimda Aceh.
Setelah ini, kata Nurdin, pimpinan DPR Aceh telah bersepakat untuk membuat surat resmi secara kelembagaan terkait penolakan RUU penyiaran tersebut, dan ditujukan kepada DPR RI, dengan menyertakan poin-poin tuntutan jurnalis Aceh tersebut.
"Tadi ketua DPRA sudah menyatakan segera menyurati DPR RI, dan nantinya juga menyertakan tuntutan penolakan RUU Penyiaran yang kita sampaikan tersebut," kata Nasir Nurdin.
Hal senada juga disampaikan Ketua AJI Banda Aceh, Juliamin menyatakan bahwa aksi hari ini mendapat sambutan baik dari lembaga DPR Aceh, dan mereka juga berjanji menindaklanjuti aspirasi jurnalis.
Dirinya mengucapkan terima kasih atas kepedulian dan perhatian serius pimpinan DPR Aceh terhadap pers, diharapkan surat resminya dikeluarkan secepat mungkin, sehingga dapat menjadi pertimbangan DPR RI nantinya.
"Kita harap surat resmi DPRA untuk menyetujui penolakan RUU Penyiaran ini segera dikirimkan ke DPR RI, sehingga dapat menjadi catatan penting bagi pembuat UU di pusat," demikian Juliamin.
Sebagai informasi, hari ini puluhan jurnalis atas nama Gerakan Jurnalis Aceh Bersatu yang terdiri dari unsur organisasi konstituen Dewan Pers yakni AJI Banda Aceh, PWI Aceh, IJTI Aceh, dan PFI Aceh melakukan aksi ke penolakan RUU Penyiaran ke kantor DPR Aceh.
Terdapat beberapa poin tuntutan penolakan RUU Penyiaran yang disampaikan para jurnalis Aceh, diantaranya, ancaman kebebasan pers lewat larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh KPI (Pasal 42 dan Pasal 50 B ayat 2c)
Kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial. Konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) dapat mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM (Pasal-pasal 34 sampai 36)
Pembungkaman kebebasan berekspresi lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik (Pasal 50 B ayat 2K).
Melanggengkan kartel atau monopoli kepemilikan lembaga penyiaran. Pada RUU Penyiaran ini menghapus pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran Nomor 32/2002.
Karena itu, Gerakan Jurnalis Aceh Bersatu menolak RUU Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah. Dan DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan berekspresi.
Baca juga: Jurnalis Aceh gelar Aksi Tolak RUU Penyiaran di Kantor DPRA, begini tuntutannya
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
"Ini ditandatangani di sini (petisi tuntutan jurnalis Aceh soal tolak RUU Penyiaran), saya bawa ke lembaga DPR Aceh," kata Ketua DPR Aceh, Zulfadli, di Banda Aceh, Senin.
Pernyataan itu disampaikan Zulfadli saat menerima aksi damai Gerakan Jurnalis Aceh Bersatu terkait penolakan RUU Penyiaran, terdiri dari anggota AJI Banda Aceh, PWI Aceh, IJTI Aceh dan PFI Aceh, di depan gedung utama DPR Aceh, di Banda Aceh.
Di depan para jurnalis, Zulfadli menyampaikan, tuntutan dari para jurnalis itu nantinya terlebih dahulu dirapatkan antara pimpinan dengan bidang terkait yakni Komisi I DPRA.
"Sudah saya terima dan ditindaklanjuti. Saya tanda tangan, saya ajak pimpinan dan komisi I supaya ini di stempel dan legal," ujar Zulfadli.
Sementara itu, Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin mengatakan bahwa aspirasi jurnalis Aceh sudah diterima secara resmi oleh pimpinan DPRA, penyerahan tuntutan tersebut juga disaksikan para Forkopimda Aceh.
Setelah ini, kata Nurdin, pimpinan DPR Aceh telah bersepakat untuk membuat surat resmi secara kelembagaan terkait penolakan RUU penyiaran tersebut, dan ditujukan kepada DPR RI, dengan menyertakan poin-poin tuntutan jurnalis Aceh tersebut.
"Tadi ketua DPRA sudah menyatakan segera menyurati DPR RI, dan nantinya juga menyertakan tuntutan penolakan RUU Penyiaran yang kita sampaikan tersebut," kata Nasir Nurdin.
Hal senada juga disampaikan Ketua AJI Banda Aceh, Juliamin menyatakan bahwa aksi hari ini mendapat sambutan baik dari lembaga DPR Aceh, dan mereka juga berjanji menindaklanjuti aspirasi jurnalis.
Dirinya mengucapkan terima kasih atas kepedulian dan perhatian serius pimpinan DPR Aceh terhadap pers, diharapkan surat resminya dikeluarkan secepat mungkin, sehingga dapat menjadi pertimbangan DPR RI nantinya.
"Kita harap surat resmi DPRA untuk menyetujui penolakan RUU Penyiaran ini segera dikirimkan ke DPR RI, sehingga dapat menjadi catatan penting bagi pembuat UU di pusat," demikian Juliamin.
Sebagai informasi, hari ini puluhan jurnalis atas nama Gerakan Jurnalis Aceh Bersatu yang terdiri dari unsur organisasi konstituen Dewan Pers yakni AJI Banda Aceh, PWI Aceh, IJTI Aceh, dan PFI Aceh melakukan aksi ke penolakan RUU Penyiaran ke kantor DPR Aceh.
Terdapat beberapa poin tuntutan penolakan RUU Penyiaran yang disampaikan para jurnalis Aceh, diantaranya, ancaman kebebasan pers lewat larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh KPI (Pasal 42 dan Pasal 50 B ayat 2c)
Kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial. Konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) dapat mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM (Pasal-pasal 34 sampai 36)
Pembungkaman kebebasan berekspresi lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik (Pasal 50 B ayat 2K).
Melanggengkan kartel atau monopoli kepemilikan lembaga penyiaran. Pada RUU Penyiaran ini menghapus pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran Nomor 32/2002.
Karena itu, Gerakan Jurnalis Aceh Bersatu menolak RUU Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah. Dan DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan berekspresi.
Baca juga: Jurnalis Aceh gelar Aksi Tolak RUU Penyiaran di Kantor DPRA, begini tuntutannya
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024