Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh menyatakan bahwa kawasan hutan adat Mukim Krueng, Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen, Aceh dalam ancaman pembalakan liar (illegal logging). 

“Ada bekas aktivitas alat berat ditemukan di lokasi, jadi ini bisa kita pastikan dilakukan oleh pemilik modal besar, tidak mungkin warga biasa mampu mendatangkan alat berat untuk merambah hutan,” kata Kadiv Advokasi dan Kampanye WALHI Aceh, Afifuddin Acal, di Banda Aceh, Senin.

Aktivitas pembalakan tersebut ditemukan pertama kali oleh WALHI Aceh Rabu (22/5) lalu. Diduga aktivitas tersebut sudah berlangsung lama dilihat dari bongkahan kayu yang ditemukan di lokasi.

Afifuddin menyebutkan, bukti lain diduga pelakunya memiliki bermodal besar yaitu adanya pembukaan akses jalan dari Gampong Ara Bungong dan Gampong Garot menuju lokasi perambahan untuk mempermudah pengangkutan menggunakan truk. 

“Ini semakin membuktikan bahwa pelaku sudah merencanakan praktik ini mengambil kayu dalam kawasan hutan di Mukim Krueng tersebut dan ini sudah masuk unsur pidana lingkungan hidup, apalagi proses pengangkutan sangat terbuka,” ujarnya.

Baca juga: Polres Sabang tangkap DPO pembalakan hutan

Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat yang dihimpun oleh Walhi Aceh, pelaku pembalakan liar di kawasan hutan di Mukim Krueng masuk melalui wilayah Mukim Batee Kureng, Kecamatan Peudada. 

Pelaku membuka jalan agar dapat dilalui truk menuju titik lokasi perambahan. Kayu hasil pembalakan dari kawasan hutan di Mukim Krueng, kemudian dikumpulkan di pinggir jalan perbatasan antara Mukim Krueng dengan Mukim Batee Kureng.

”Mukim Batee Kureng itu berbatasan langsung dengan hutan di Mukim Krueng, mereka masuk lewat mukim itu karena akses lumayan dekat,” katanya.

Baca juga: Dua pelaku pembalakan liar menyerahkan diri
 

Afifuddin menjelaskan, selama ini tutupan hutan yang ada di kawasan hutan Mukim Krueng masih sangat lebat dan menjadi pertahanan terakhir keberadaan hutan, berfungsi sebagai sumber air masyarakat Kecamatan Peudada.

Selain itu, kawasan hutan di Mukim Krueng juga menjadi sumber penghasilan masyarakat yang mengambil hasil hutan bukan kayu sebagai pendapatan utama mereka untuk kehidupan sehari-hari.

“Situasi ini sangat merugikan masyarakat di Mukim Krueng bahkan masyarakat Peudada, mengingat hutan di wilayah ini menjadi hutan terakhir dan sumber ekonomi masyarakat,” ujarnya.

Maka dari itu, dirinya meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menindak tegas pelaku perambahan tersebut agar kawasan hutan di Mukim Krueng terselamatkan. Apabila ini terus dibiarkan, bencana ekologi akan terjadi di masa mendatang. 

“Butuh keseriusan dari seluruh APH guna mencegah perambahan dalam kawasan hutan, khususnya hutan di Mukim Krueng ini,” kata Afifuddin.

Baca juga: Polisi tangkap tiga pemodal pembalakan liar taman nasional

Sementara itu, Kepala Mukim Krueng, Hasbi Abdullah menyampaikan aktivitas ilegal di kawasan hutan adat juga terdeteksi oleh Tim Patroli Pengawasan Hutan Adat Mukim Krueng pada Kamis (23/5) lalu. 

“Usai mendengar informasi dari Walhi Aceh, tim patroli hutan naik ke lokasi pada keesokan harinya. Tim menemukan gelondongan balok kayu, serta suara mesin beko, dan mobil truk pengangkut kayu,” kata Hasbi.  

Dirinya menyampaikan, aktivitas pembalakan hutan di sana sudah berlangsung selama kurang lebih setahun. Hampir setiap hari, masyarakat melihat dua truk membawa turun gelondongan kayu dari hutan adat Mukim Krueng ke panglong saat menjelang magrib. 

“Dibawa turun ke panglong yang ada di sekitar wilayah Mukim Krueng juga,” ujarnya.

Dirinya menyampaikan, meskipun hal itu sudah diketahui masyarakat sejak lama, warga tidak berani mengambil tindakan karena tidak memiliki kewenangan. 

Meskipun, sebanyak 4.045 hektare kawasan hutan Mukim Krueng itu telah ditetapkan sebagai hutan adat oleh negara pada (18/9/2023) lalu. 

“Kami tidak punya wewenang, yang bisa kami lakukan adalah mengimbau bahwa ini adalah hutan adat,” katanya. 

Dirinya berharap Pemerintah Aceh tidak abai dan segera turun tangan membantu menghentikan aktivitas pembalakan liar di kawasan hutan Mukim Krueng tersebut.

“Seharusnya sudah duluan mereka (red-pemerintah) lebih tahu daripada kami. Tapi mungkin abai saja begitu,” kata Hasbi.

Dalam kesempatan ini, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) wilayah II Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, Firdaus menuturkan, pihaknya perlu memastikan lebih lanjut terkait kebenaran aktivitas pembalakan liar di kawasan hutan adat Mukim Krueng itu. 

Kata dia, di lokasi tersebut pihaknya justru menemukan adanya upaya ambil alih fungsi kawasan hutan menjadi area perkebunan bukan pembalakan liar. 

"Aktivitas tersebut ditemukan di kawasan hutan Blang Beururu, Mukim Batee Kureng, Kecamatan Peudada, Bireuen," katanya.

Berdasarkan informasi dari masyarakat, lanjut dia, ada upaya mencabut pancang-pancang batas kawasan hutan yang diduga dilakukan oleh perusahaan untuk dijadikan areal perkebunan. 

“Masalah di sana bukan pembalakan liar. Kalau illegal logging mungkin tidak terlalu besar karena lebih kepada upaya penguasaan fungsi kawasan hutan. Tapi, akan kita cari tahu lagi kebenarannya," ujarnya.

Ia menjelaskan, upaya pengambilalihan lahan kawasan hutan untuk area perkebunan marak terjadi di wilayah kerjanya mulai dari Pidie sampai Aceh Tengah. Penyebabnya, karena tidak banyak hutan area penggunaan lain (APL) di sana.

"Di wilayah kerja saya ini tidak ada APL yang banyak kawasan hutan. Jadi akibat tidak ada lahan mereka melakukan aktivitas perkebunan, sehingga mencoba masuk kawasan hutan. Itu lah yang hari ini kita tertibkan,” katanya. 

Firdaus menambahkan, pihaknya segera akan mengintensifkan patroli di kawasan hutan dan menyelidiki lebih lanjut temuan pembalakan liar di kawasan hutan adat Mukim Krueng. Kepada masyarakat diharapkan juga mau melaporkan.

"Kami imbau kepada masyarakat apabila ada terjadi upaya ambil alih kawasan hutan dan tindakan ilegal lainnya untuk melaporkan kepada kami," demikian Firdaus.


Baca juga: Polda Aceh bidik cukong pembalakan liar

Pewarta: Nurul Hasanah

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024