Perkataan adalah doa, begitulah pesan dari orang bijak agar kita berhati-hati dalam mengucap lisan. Tapi, kenapa kita sering melihat orang tua berkata-kata kasar kepada anak mereka sendiri? Sadarkah mereka telah menggunakan frase-frase 'beracun' yang apabila terus diulang akan tertanam di benak bawah sadar anak-anak hingga dewasa?

Kalimat dengan frase-frase 'beracun' ada banyak jenisnya, berikut ini beberapa contohnya:
  • Kamu membuat Ibu gila! (digunakan untuk menyalahkan)
  • Kenapa sih kamu! (digunakan untuk mempermalukan)
  • Kamu anak nakal! (mempermalukan)
  • Sebaiknya kamu...atau kamu akan dihukum! (menakuti)
Orang tua kadang berada pada situasi yang secara sadar ataupun tidak sengaja mengatakan, atau melakukan sesuatu, tanpa mempertimbangkan jangka panjang dari kata-kata atau tindakan kita. Memang tidak mudah untuk memilih kata-kata yang tepat sebelum diucapkan dalam momen panas atau marah, padahal kata-kata dapat berdampak signifikan terhadap anak-anak, terutama apabila diulang-ulang terus. Bila kata-kata tersebut kasar atau bersifat menyalahkan, maka dipastikan relasi atau hubungan kita dengan anak-anak akan mengalami kesulitan.

Baca juga: Dokter sebut ibu di era digital semakin kritis dan informatif

Sebaliknya, orang tua hebat berjuang untuk berkomunikasi dengan kata dan tindakan yang menunjukkan mereka menyayangi anak-anak mereka, bahkan sekalipun mereka tidak menyetujui tingkah laku anak-anak mereka. Prinsip ini disebut: memisahkan anak-anak dari tingkah laku mereka.

Dengan melakukannya, kita dapat mempertahankan koneksi emosional yang kuat dengan anak-anak kita bahkan ketika kita mendisiplinkan tingkah laku mereka. Prinsip ini juga memperkuat ide-ide terkait bahwa tingkah laku adalah sebuah pilihan, dan bahwa anak-anak adalah proses yang sedang dalam progres.
 
Ilustrasi seorang ayah mengasuh putrinya (Pixabay)

Frase-frase beracun memusatkan perhatian pada anak sebagai satu kesatuan dan bukan pada tingkah lakunya, untuk memotivasi perubahan tingkah laku. Penggunaan kalimat yang menyalahkan, mempermalukan, dan menakuti, pada akhirnya akan menjadi bumerang karena cara semacam ini tidak terfokus pada persoalan yang sebenarnya (tingkah laku) dan sebaliknya menunjukkan si anak itulah persoalannya. Inilah resep untuk menimbulkan gangguan pada eksistensi.

Baca juga: Kecanduan gawai pengaruhi mental anak

Menggunakan kata-kata yang menyalahkan (Kamu membuat Ibu gila!) membingkai situasi di mana anak Anda salah, dan bukannya mengakui bahwa semua situasi itu merupakan produk rumit dari berbagai masukan yang berbeda, termasuk persepsi, suasana hati, pengalaman sebelumnya, dan ekspektasi kita.

Frasa-frasa yang digunakan untuk mempermalukan (Kenapa sih Kamu!) menyarankan kepada anak-anak bahwa mereka itu tercela dan memusatkan perhatian mereka pada apa yang salah dari diri mereka sebagai pribadi, dan bukan pada apa yang dapat mereka lakukan secara berbeda di kemudian hari untuk membantu menciptakan hasil yang lebih positif.

Dalam hal frasa yang menimbulkan ketakutan (Sebaiknya kamu...atau kamu akan dihukum!) pesan yang mendasari kepada anak-anak adalah bahwa agresi dan intimidasi itu merupakan cara yang dapat diterima demi memperoleh yang mereka harapkan. Situasi yang akan tertanam adalah: bila kamu melakukannya, mengapa mereka tidak?.
 
Padahal, bisa saja banyak dari yang tampak seperti perilaku buruk anak-anak adalah eksperimen mereka atau upaya salah arah untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan mereka.

Sebaliknya, kita dapat mengajar anak-anak kita bahwa tingkah laku adalah suatu pilihan dan menekankan mereka dapat belajar untuk membuat pilihan-pilihan yang lebih baik. Membuat pilihan yang buruk atau tingkah laku yang salah, tidak selalu berarti mereka adalah orang jahat, melainkan mereka membuat kesalahan dan perlu latihan serta pendampingan (coaching) lebih banyak untuk jadi lebih baik lain kali.

Frase Alternatif
Cobalah salah satu frase alternatif untuk mempertahankan fokus pada tingkah laku anak-anak Anda. 
  • Ibu tidak suka dengan tingkah laku seperti itu.
  • Ibu tidak suka ketika kamu...karena...
  • Kamu tidak boleh melakukan hal itu kepada...karena...
Misalkan, Anda masuk ke ruang tamu dan melihat anak anda yang berusia enam tahun baru saja menggunting bantal sofa kesayanganmu. Meskipun Anda sangat ingin marah, tapi lebih baik lakukan hal ini.

Berhentilah sejenak, tarik napas dalam-dalam, dan ucapkan kalimat semacam ini yang mempertahankan perhatian pada tingkah laku alih-alih kepribadiannya:
  • Tidak benar lho kalau kamu merusak sesuatu yang bukan milikmu. Ibu benar-benar kesal karena kamu sudah melakukannya (perasaan-perasaan sendiri).
  • Ibu tahu memang seru menggunakan gunting (empati), tapi bantal-bantal itu kan milik Ibu dan sekarang tidak dapat diperbaiki lagi (alasan).
  • Mengapa kamu menggunting bantal-bantal itu? (memahami tujuan atau keperluan yang dipersepsikan).
Baca juga: Lima cara ajak anak masuki dan mengenal dunia ilmu pengetahuan

Sekali Anda memahami tujuan mereka. Anda dapat menyarankan metode-metode alternatif untuk kesempatan lain, dan bila diperlukan, berikan peringatan yang adil tentang konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dari pilihan anak-anak kita.

Kesimpulannya, selain menggunakan kata-kata Anda untuk mempertahankan perhatian pada tingkah laku anak, beri juga perhatian pada komunikasi nonverbal Anda seperti bahasa tubuh, nada suara, dan isyarat. Petunjuk nonverbal semacam ini sangat berkekuatan dan dapat mengalihkan makna dari kata-kata Anda.


Referensi: Seni Menjadi Orang Tua Hebat, 75 cara sederhana untuk membesarkan anak-anak yang bertumbuh ~ Erica Reischer, Ph.D

Baca juga: Psikolog ungkap alasan pasangan memilih untuk tidak punya anak

Pewarta: Redaksi Antara Aceh

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024