Jakarta (ANTARA Aceh) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) RI Adrianus Garu mendukung penuh penyataan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon yang meminta DPR dibubarkan saja kalau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mau diawasi.

"Saya sangat mendukung pernyataan Fadli Zon agar DPR dibubarkan. Karena selama ini banyak contoh yang tidak baik yang ditunjukkan anggota DPR kepada masyarakat pemilihnya," kata Anggota DPD RI Andre Garu di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya wakil ketua DPR Fadli Zon menyatakan dalam sistem demokrasi maka hal biasa jika sebuah lembaga atau institusi diperiksa oleh DPR. Karena DPR sebagai wakil rakyat melakukan salah satu fungsinya, pengawasan.

Karena itu, tambah Fadli Zon, kalau enggak mau ada demokrasi bubarkan saja DPR.

Lebih lanjut Andre Garu mengatakan, pernyataan Fadli Zon itu sangat tepat, benar, dan wajar karena banyak contoh yang tidak baik yang dilakukan anggota dewan terhormat selama ini. Dia kemudian memberikan beberapa contoh.

Pertama, soal reses yang diketahui sebagai kesempatan kepada anggota dewan untuk bertemu dengan konstituennya secara rutin dan menyerap aspirasi mereka.

"Yang terjadi adalah anggota DPR dari dapil lain melakukan reses ke dapil lain. Mereka bukan datang menyerap aspirasi daerahnya dan memperjuangkan di pusat, tetapi datang ke dapil lain dan memperjuangkan aspirasi daerah lain. Alhasil, mereka diseret oleh KPK," katanya.

Kasus yang menimpa Anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti, yang dituntut pidana enam tahun penjara oleh KPK, adalah contoh bagaimana dia melakukan reses ke daerah lain, padahal Damayanti sendiri berasal dari Dapil Semarang.

Kedua, masih banyak anggota DPR yang belum menyerahkan laporan harta kekayaan ke KPK selaku penyelenggara negara.

Ketiga, ada anggota DPR yang terjerat kasus pajak tetapi santai saja.

"Kita bisa baca di media online kasus pajak yang menimpa Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Kenapa aparat penegak hukum tidak menuntaskan kasus tersebut?," katanya
    
Keempat, kasus "Papa Minta Saham" tiba-tiba lenyap begitu saja, padahal mengenai sadap menyadap itu sangat dibutuhkan untuk membuktikan kejujuran orang.

Kelima, banyak pertimbangan DPD RI yang diabaikan oleh DPR, padahal sekarang ini sudah masuk era otonomi daerah. DPR seharusnya mendukung Nawacita Presiden Joko Widodo untuk membangun dari daerah ke pusat.

"Semuanya ini dibuat tidak jelas. Dalam hal otonomi, seharusnya enam hal saja yang diurus oleh pusat, tetapi sekarang tambah rusak dengan banyaknya undang-undang yang kewenangan daerah di ambil lagi oleh pusat," kata politisi Partai Hanura itu.


Pewarta: Jaka Suryo

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017