Penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh menelusuri aliran dana perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan budi daya dan pakan ikan untuk masyarakat korban konflik di Badan Reintegrasi Aceh (BRA) dengan nilai Rp15,7 miliar.
"Penyidik sedang menelusuri aliran dana dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi untuk korban konflik di Kabupaten Aceh Timur pada BRA," kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Aceh Ali Akbar di Banda Aceh, Senin.
Menurut Ali Akbar, aliran dana merupakan materi perkara tindak pidana korupsi, sehingga tidak dapat disampaikan kepada publik kecuali pada persidangan di peradilan.
"Yakinlah, kami transparan dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi pada BRA. BRA merupakan lembaga daerah yang harus dijaga dari oknum-oknum yang memanfaatkan lembaga tersebut," katanya.
Terkait penetapan tersangka, Ali Akbar mengatakan sampai saat ini penyidik sudah menetapkan enam nama sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan budi daya dan pakan ikan.
Enam tersangka tersebut, yakni berinisial S selaku Ketua BRA, MHD selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), M selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Baca juga: Ketua Badan Reintegrasi Aceh jadi tersangka korupsi bantuan korban konflik
Serta ZM selaku koordinator atau penghubung Ketua BRA, HM selaku koordinator atau penghubung rekanan, dan ZM selaku peminjam perusahaan pelaksana pengadaan budi daya dan pakan ikan.
"Penetapan tersangka berdasarkan temuan alat bukti serta peran mereka dalam pengadaan budi daya dan pakan ikan. Tidak tertutup kemungkinan ada penambahan tersangka baru dalam kasus tersebut," kata Ali Akbar.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis mengatakan BRA pada tahun anggaran 2023 menerima alokasi dana sebesar Rp15,7 miliar lebih.
"Anggaran tersebut untuk belanja hibah pengadaan budi daya ikan dan pakan kepada masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur," katanya.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, ditemukan keterangan ada sembilan kelompok penerima manfaat. Namun, sembilan kelompok tersebut tidak menerima bantuan bibit ikan dan pakan. Kelompok penerima tersebut juga tidak pernah menandatangani berita acara serah terima.
"Penyidik menemukan fakta bahwa kegiatan tersebut fiktif. Padahal, pengadaan budi daya ikan dan pakan tersebut dibayar 100 persen oleh Sekretariat Badan Reintegrasi Aceh. Sementara, masyarakat korban konflik yang membutuhkan bantuan tersebut tidak pernah menerimanya," katanya.
Baca juga: Kejati Aceh ajukan pencekalan pihak terkait dugaan korupsi BRA
Ali Rasab menyebutkan berdasarkan hasil pemeriksaan oleh auditor, kerugian negara yang ditemukan dalam kegiatan tersebut adalah kerugian total atau sebesar Rp15,7 miliar. Anggaran tersebut dicairkan ke sejumlah perusahaan yang sebagai pelaksana.
"Penyidik masih terus mencari alat bukti dan keterangan saksi-saksi guna mengungkap dugaan tindak pidana korupsi bantuan untuk masyarakat korban konflik tersebut. Tidak tertutup kemungkinan, ada tersangka baru," kata Ali Rasab Lubis.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
"Penyidik sedang menelusuri aliran dana dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi untuk korban konflik di Kabupaten Aceh Timur pada BRA," kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Aceh Ali Akbar di Banda Aceh, Senin.
Menurut Ali Akbar, aliran dana merupakan materi perkara tindak pidana korupsi, sehingga tidak dapat disampaikan kepada publik kecuali pada persidangan di peradilan.
"Yakinlah, kami transparan dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi pada BRA. BRA merupakan lembaga daerah yang harus dijaga dari oknum-oknum yang memanfaatkan lembaga tersebut," katanya.
Terkait penetapan tersangka, Ali Akbar mengatakan sampai saat ini penyidik sudah menetapkan enam nama sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan budi daya dan pakan ikan.
Enam tersangka tersebut, yakni berinisial S selaku Ketua BRA, MHD selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), M selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Baca juga: Ketua Badan Reintegrasi Aceh jadi tersangka korupsi bantuan korban konflik
Serta ZM selaku koordinator atau penghubung Ketua BRA, HM selaku koordinator atau penghubung rekanan, dan ZM selaku peminjam perusahaan pelaksana pengadaan budi daya dan pakan ikan.
"Penetapan tersangka berdasarkan temuan alat bukti serta peran mereka dalam pengadaan budi daya dan pakan ikan. Tidak tertutup kemungkinan ada penambahan tersangka baru dalam kasus tersebut," kata Ali Akbar.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis mengatakan BRA pada tahun anggaran 2023 menerima alokasi dana sebesar Rp15,7 miliar lebih.
"Anggaran tersebut untuk belanja hibah pengadaan budi daya ikan dan pakan kepada masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur," katanya.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, ditemukan keterangan ada sembilan kelompok penerima manfaat. Namun, sembilan kelompok tersebut tidak menerima bantuan bibit ikan dan pakan. Kelompok penerima tersebut juga tidak pernah menandatangani berita acara serah terima.
"Penyidik menemukan fakta bahwa kegiatan tersebut fiktif. Padahal, pengadaan budi daya ikan dan pakan tersebut dibayar 100 persen oleh Sekretariat Badan Reintegrasi Aceh. Sementara, masyarakat korban konflik yang membutuhkan bantuan tersebut tidak pernah menerimanya," katanya.
Baca juga: Kejati Aceh ajukan pencekalan pihak terkait dugaan korupsi BRA
Ali Rasab menyebutkan berdasarkan hasil pemeriksaan oleh auditor, kerugian negara yang ditemukan dalam kegiatan tersebut adalah kerugian total atau sebesar Rp15,7 miliar. Anggaran tersebut dicairkan ke sejumlah perusahaan yang sebagai pelaksana.
"Penyidik masih terus mencari alat bukti dan keterangan saksi-saksi guna mengungkap dugaan tindak pidana korupsi bantuan untuk masyarakat korban konflik tersebut. Tidak tertutup kemungkinan, ada tersangka baru," kata Ali Rasab Lubis.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024