Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh segera menjalin kemitraan konservasi dengan masyarakat sebagai upaya mencegah meluasnya deforestasi di Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil, Aceh.
"Masyarakat yang sudah terlanjur melakukan usaha terbangun di sana (red-kawasan SM Rawa Singkil), membuka lahan atau beraktivitas di sana, kita rangkul untuk sama-sama melakukan pemulihan ekosistem," kata Kepala Balai KSDA Aceh, Ujang Wisnu Barata di Banda Aceh, Selasa.
Ujang mengatakan, kemitraan konservasi ini sudah diatur dalam Permen LHK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Penyelesaian Usaha Dan/Atau Kegiatan Terbangun Di Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam Dan Taman Buru.
Dalam aturan itu, didefinisikan bahwa kemitraan konservasi adalah hubungan antara kepala UPT daerah sesuai dengan kemitraan konservasi dalam rangka pemulihan ekosistem.
Pemulihan itu dilakukan untuk penyelesaian kegiatan terbangun berupa perkebunan, pertanian, dan tambak pada kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan taman buru.
"Kita juga ada UU Cipta Kerja yang di dalamnya mengatur penyelesaian area terbangun atau terlanjur terbangun masuk skema restorative justice," ujarnya.
Dirinya memaparkan, kemitraan konservasi ini tentunya untuk lahan atau areal terbangun yang sudah diusahakan masyarakat sebelum tahun 2020 bukan.
Kemudian, untuk menjadi kelompok mitra juga harus mendapatkan pengesahan dari kepala desa setempat.
"Setelahnya kita verifikasi apakah sudah memenuhi persyaratan, lalu baru bisa diajak sebagai mitra konservasi. Dia tetap bisa mengambil hasil dari kegiatan perkebunannya, tetapi wajib menanam pohon hutan di sela-selanya," katanya.
Sampai saat ini, kata Ujang, sudah ada tiga kelompok masyarakat yang terbentuk dan bisa menjadi calon mitra, yakni di Rundeng Subulussalam, Aceh Singkil, dan Trumon Aceh Selatan.
"Masyarakat sudah mulai membuka diskusi, sudah ada beberapa kelompok yang sudah terbentuk. Tapi, belum membuat perjanjian kemitraan konservasi. Ke depan akan kita rangkul," ujarnya.
Di samping itu, dirinya juga menuturkan bahwa BKSDA terus melakukan operasi gabungan simpati untuk mencegah deforestasi di SM Rawa Singkil.
Dalam operasi ini, tidak ada pengusiran warga maupun penangkapan, melainkan diskusi bersama. Pihaknya juga telah memasang papan imbauan dan larangan sebanyak 32 unit dalam kawasan serta garis polisi pada alat berat yang berada di sana.
Selain itu, karena aktivitas pembukaan lahan dilakukan dengan cara pembakaran, BKSDA rutin melakukan patroli gabungan yang melibatkan Brimob dan Gakkum, serta mendatangkan Mandala Agni Daops Sibolangit untuk pemadaman.
"Setiap hari melakukan pemadaman ketika dijumpai titik api. Harapannya ini dilihat oleh masyarakat bahwa kami serius (red- untuk mencegah deforestasi)," demikian Ujang.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
"Masyarakat yang sudah terlanjur melakukan usaha terbangun di sana (red-kawasan SM Rawa Singkil), membuka lahan atau beraktivitas di sana, kita rangkul untuk sama-sama melakukan pemulihan ekosistem," kata Kepala Balai KSDA Aceh, Ujang Wisnu Barata di Banda Aceh, Selasa.
Ujang mengatakan, kemitraan konservasi ini sudah diatur dalam Permen LHK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Penyelesaian Usaha Dan/Atau Kegiatan Terbangun Di Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam Dan Taman Buru.
Dalam aturan itu, didefinisikan bahwa kemitraan konservasi adalah hubungan antara kepala UPT daerah sesuai dengan kemitraan konservasi dalam rangka pemulihan ekosistem.
Pemulihan itu dilakukan untuk penyelesaian kegiatan terbangun berupa perkebunan, pertanian, dan tambak pada kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan taman buru.
"Kita juga ada UU Cipta Kerja yang di dalamnya mengatur penyelesaian area terbangun atau terlanjur terbangun masuk skema restorative justice," ujarnya.
Dirinya memaparkan, kemitraan konservasi ini tentunya untuk lahan atau areal terbangun yang sudah diusahakan masyarakat sebelum tahun 2020 bukan.
Kemudian, untuk menjadi kelompok mitra juga harus mendapatkan pengesahan dari kepala desa setempat.
"Setelahnya kita verifikasi apakah sudah memenuhi persyaratan, lalu baru bisa diajak sebagai mitra konservasi. Dia tetap bisa mengambil hasil dari kegiatan perkebunannya, tetapi wajib menanam pohon hutan di sela-selanya," katanya.
Sampai saat ini, kata Ujang, sudah ada tiga kelompok masyarakat yang terbentuk dan bisa menjadi calon mitra, yakni di Rundeng Subulussalam, Aceh Singkil, dan Trumon Aceh Selatan.
"Masyarakat sudah mulai membuka diskusi, sudah ada beberapa kelompok yang sudah terbentuk. Tapi, belum membuat perjanjian kemitraan konservasi. Ke depan akan kita rangkul," ujarnya.
Di samping itu, dirinya juga menuturkan bahwa BKSDA terus melakukan operasi gabungan simpati untuk mencegah deforestasi di SM Rawa Singkil.
Dalam operasi ini, tidak ada pengusiran warga maupun penangkapan, melainkan diskusi bersama. Pihaknya juga telah memasang papan imbauan dan larangan sebanyak 32 unit dalam kawasan serta garis polisi pada alat berat yang berada di sana.
Selain itu, karena aktivitas pembukaan lahan dilakukan dengan cara pembakaran, BKSDA rutin melakukan patroli gabungan yang melibatkan Brimob dan Gakkum, serta mendatangkan Mandala Agni Daops Sibolangit untuk pemadaman.
"Setiap hari melakukan pemadaman ketika dijumpai titik api. Harapannya ini dilihat oleh masyarakat bahwa kami serius (red- untuk mencegah deforestasi)," demikian Ujang.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024