Rumah BUMN Kota Sabang, Provinsi Aceh menyebut produk ecoprint atau cetakan batik berbahan alami asal Pulau Weh itu mulai banyak diminati oleh turis Malaysia yang berwisata ke kota paling barat Indonesia itu.
“Produk ecoprint disini sudah banyak lirik wisatawan Malaysia, sekitar 80 persen pasarnya (ecoprint, red) itu wisatawan Malaysia, dan juga wisatawan mancanegara dari kapal pesiar,” kata Fasilitator Rumah BUMN Sabang Nadya di Kota Sabang, Rabu.
Ia menjelaskan dalam beberapa tahun terakhir, perajin ecoprint di Sabang semakin tumbuh. Mereka umumnya tergabung dalam Komunitas Ecoprint Sabang.
Produk-produk yang dihasilkan juga bermacam-macam seperti kain pakaian, baju, mukena, tas, topi, kerudung, pasmina, dan sebagainya.
Baca juga: Ecoprint, tren fesyen mempercantik kain dengan keajaiban daun
Rumah BUMN Sabang, kata Nadya, juga turut melakukan berbagai upaya pembinaan dan pendampingan kepada perajin, mulai dari pembuatan legalitas seperti Nomor Induk Berusaha (NIB), hingga kini proses mematenkan merek.
“Karena mereka perajin satu kelompok dan ramai, maka kita juga membantu pelabelannya lagi. Setiap perajin punya ciri khas masing-masing sehingga kami bina, punya brand sendiri, seperti AS Ecoprint, Waffa Ecoprint, TS Ecoprint, Shahia Gallery dan lain-lain,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga memberikan pembinaan kepada perjin untuk meningkatkan keterampilan dalam memproduksi berbagai produk ecoprint, serta memperluas penjualan hingga ke pasar global.
Kata dia, kain ecoprint berbasis pewarna alami dari daun tersebut dijual dengan harga terjangkau yakni mulai Rp65 ribu hingga Rp500 ribu per unit tergantung jenis produk.
“Baru-baru ini produk ecoprint ini kita bawa go global sampai expo di Malaysia, Alhamdulillah, cocok dengan mereka, sudah dilirik oleh travel-travel di sana (Malaysia) untuk disebarkan ke beberapa toko suvenir disana yang juga kerjasama dengan travel luar negeri dan dalam negeri,” ujarnya.
Pemilik AS Ecoprint Mariani mengatakan dirinya mulai menggeluti kerajinan pewarna alami ini dalam tiga tahun terakhir. Produknya berupa kain pakaian, baju, mukena, pasmina, daster, dan topi.
Kata dia, daun yang dipakai umumnya sama dengan ecoprint di daerah lain, seperti daun lanang, daun jati, daun jarak, daun kenikir, dan berbagai daun lainnya.
“Waktu awal-awal saya jual di Sabang aja, warga Sabang, wisatawan lokal, kadang ada juga wisatawan kapal pesiar. Tapi sekarang sudah ke Banda Aceh, dan bahkan ke Malaysia,” ujarnya.
Baca juga: Batik ecoprint produksi UMKM Abdya dipasarkan hingga ke Malaysia
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
“Produk ecoprint disini sudah banyak lirik wisatawan Malaysia, sekitar 80 persen pasarnya (ecoprint, red) itu wisatawan Malaysia, dan juga wisatawan mancanegara dari kapal pesiar,” kata Fasilitator Rumah BUMN Sabang Nadya di Kota Sabang, Rabu.
Ia menjelaskan dalam beberapa tahun terakhir, perajin ecoprint di Sabang semakin tumbuh. Mereka umumnya tergabung dalam Komunitas Ecoprint Sabang.
Produk-produk yang dihasilkan juga bermacam-macam seperti kain pakaian, baju, mukena, tas, topi, kerudung, pasmina, dan sebagainya.
Baca juga: Ecoprint, tren fesyen mempercantik kain dengan keajaiban daun
Rumah BUMN Sabang, kata Nadya, juga turut melakukan berbagai upaya pembinaan dan pendampingan kepada perajin, mulai dari pembuatan legalitas seperti Nomor Induk Berusaha (NIB), hingga kini proses mematenkan merek.
“Karena mereka perajin satu kelompok dan ramai, maka kita juga membantu pelabelannya lagi. Setiap perajin punya ciri khas masing-masing sehingga kami bina, punya brand sendiri, seperti AS Ecoprint, Waffa Ecoprint, TS Ecoprint, Shahia Gallery dan lain-lain,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga memberikan pembinaan kepada perjin untuk meningkatkan keterampilan dalam memproduksi berbagai produk ecoprint, serta memperluas penjualan hingga ke pasar global.
Kata dia, kain ecoprint berbasis pewarna alami dari daun tersebut dijual dengan harga terjangkau yakni mulai Rp65 ribu hingga Rp500 ribu per unit tergantung jenis produk.
“Baru-baru ini produk ecoprint ini kita bawa go global sampai expo di Malaysia, Alhamdulillah, cocok dengan mereka, sudah dilirik oleh travel-travel di sana (Malaysia) untuk disebarkan ke beberapa toko suvenir disana yang juga kerjasama dengan travel luar negeri dan dalam negeri,” ujarnya.
Pemilik AS Ecoprint Mariani mengatakan dirinya mulai menggeluti kerajinan pewarna alami ini dalam tiga tahun terakhir. Produknya berupa kain pakaian, baju, mukena, pasmina, daster, dan topi.
Kata dia, daun yang dipakai umumnya sama dengan ecoprint di daerah lain, seperti daun lanang, daun jati, daun jarak, daun kenikir, dan berbagai daun lainnya.
“Waktu awal-awal saya jual di Sabang aja, warga Sabang, wisatawan lokal, kadang ada juga wisatawan kapal pesiar. Tapi sekarang sudah ke Banda Aceh, dan bahkan ke Malaysia,” ujarnya.
Baca juga: Batik ecoprint produksi UMKM Abdya dipasarkan hingga ke Malaysia
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024