Meulaboh (ANTARA Aceh) - Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) berencana membangun mitra kerja dengan dunia usaha dalam bisnis pembelian gabah kering panen produksi petani di Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh.

Ketua KTNA Aceh Jaya Nurdin Abdullah ketika dihubungi di Calang, Selasa, menuturkan,  cara demikian diyakini menjadi terobosan dalam peningkatan perekonomian petani yang selama ini diperdaya dengan mafia sektor hilir pertanian tanaman padi.

"Upaya ini kami  harapkan bisa mengelola industri hilir pertanian, ada nilai standarnya sehingga tidak bisa dipermainkan. Insya Allah  2018 kami mulai membuka koperasi KTNA sudah ada wacana dan kami sudah susun program,"jelasnya.

Nurdin menyampaikan, telah menyusun program tersebut untuk membantu masyarakat petani sebab selama ini harga gabah petani daerah setempat dibeli tengkulak di bawah standar dan belum memihak ke petani, terutama disaat musim panen.

Ia menyampaikan, dengan kondisi masyarakat petani tanaman padi yang mampu secara fisik dalam kegiatan pertaniannya, butuh dukungan semua pihak, terutama adalah memberikan perlindungan terhadap hasil kerja mereka secara rutin.

Selama ini, kata Nurdin, hal itu yang belum terlihat pada Pemerintah Daerah setempat, banyak hal tentunya yang menyebabkan kondisi tersebut, namun kini yang terpenting adalah bagaimana melindungi petani dan membuat nilai tambah bagi sektor pertanian.

"Kami akan coba bekerja sama dengan Pemkab Aceh Jaya untuk dukungan dana, kalau memang tidak mampu kami upayakan dengan dana dari pihak luar yang mau bekerjasama dengan kita dalam sektor hilir pertanian," katanya.

Ia mengatakan pihaknya sudah berinisiatif untuk meyakinkan pemerintah membeli gabah hingga beras petani untuk kebutuhan-kebutuhan sosial, seperti untuk penyaluran beras sejahtera (rastra) ataupun beras untuk beras orang miskin menggunakan milik lokal.

Ia mengatakan tidak bermaksud untuk tidak percaya kepada Perum Bulog yang penugasannya secara nasional untuk itu, akan tetapi realita di lapangan banyak gabah kering panen petani Aceh setelah diproduksi dengan pengilingan modern hasilnya kualitas premium.

Namun, masyarakat yang menerima beras rastra tidak dengan kualitas seperti beras Aceh, padahal Pemkab Aceh Jaya setiap tahun harus menebus beras bantuan untuk masyarakat tersebut dengan nilai anggaran Rp3-Rp4 miliar.

"Kenapa tidak dikelola saja sendiri, kami beli beras petani, kami  olah dan disalurkan kembali dengan nama program rastra saat ini. Petani bisa lebih sejahtera, perputaran uang di daerah dan masyarakat yang menerima beraspun, kualitasnya bagus," sebutnya.

Selain itu dirinya berpandangan, ada perguliran alokasi dana desa, harusnya Badan Usaha Milik Desa/ Gampong (BUMDes/G) dapat mengambil peran di sana, pihak desa bisa mengelola dana koperasi untuk pendapatan desa melalui usaha pembelian gabah.

Apalagi kata dia, pemanfaatan BUMDes sebagai sumber PAD desa menjadi salah satu prioritas penggunaan dana desa 2017, namun hasil pantauannya di lapangan, belum ada desa yang benar-benar memanfaatkan BUMDes untuk kegitan ekonomi petani.  


Pewarta: Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017