Meulaboh (ANTARA Aceh) - Ada pemandangan yang unik dari penampilan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti saat berkunjung ke Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, Senin (16/10).

Susi Pudjiastuti, yang dikenal tomboy dan bersuara lantang, sudah tidak asing bagi rakyat Indonesia, namun masyarakat Aceh sempat terkagum dan takjub ketika melihat penampilannya saat itu, begitu anggun ketika menggenakan hijab dan berpakain adat Aceh.

Kedatangan Menteri KP Susi Pudjiastuti yang mengenakan hijab dan dipakaikan busana adat pegantin Aceh, yakni baju bercorak warna kuning, hitam, yang disulam dengan benang emas, yang pada zaman dahulu digunakan oleh seorang putri raja Aceh.

Bupati Aceh Barat H Ramli, MS, memuji penampilan Menteri Susi seperti seorang "dara baroe", yakni mempelai wanita saat resepsi pernikahan menggunakan pakaian adat Aceh, dan pakaian itu menjadi hadiah untuk kedatanganya ke daerah berjuluk "Bumi Teuku Umar" itu.

"Bu Menteri Susi ketika mengenakan hijab dan pakaian adat Aceh terlihat sangat cantik, seperti "dara baro". Nanti pulang ke sana, bisa digunakan sebagai oleh-oleh dari kami di Aceh Barat," sebut Ramli, MS saat memberi kata sambutan.

Kata-kata pujian menjadi pembukaan dimulainya acara seremonial kegiatan Simposium Nasional dan Ekspo Kelautan dan Perikanan 2017, yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.

Rektor UTU Prof Jasman J Makruf, tidak mau kalah memberikan sanjungan dan pujian untuk Menteri Susi dengan sebutan "Menteri Susi laksana Laksamana Malahayati". Mendengar pujian itu Menteri Susi tersenyum dan masyarakat bertepuk tanggan seolah setuju.

Mengibaratkan Susi Pudjiastuti seperti Laksamana Laut pertama di dunia masa kesultanan, yang merupakan salah satu di antara perempuan hebat dalam sejarah menjaga laut, Malahayati namanya masih diusulkan sebagai pahlawan nasional.

Ungkapan Prof Jasman tersebut tentunya beralasan kuat, melihat perjalanan panjang dan sepak terjang wanita itu dalam penegakan hukum pengelolaan sektor perikanan dan laut untuk kedaulatan bangsa Indonesia.

Selain mampu melindungi sumber daya laut Indonesia, Menteri Susi Pudjiastuti juga diketahui berhasil dalam mengusir 10 ribu lebih kapal asing yang melakukan pencurian ikan di laut Indonesia, hanya dalam waktu sekitar dua bulan menjadi Menteri KP RI.

Terlebih lagi ketika mendengar cerita-cerita panjang Menteri Susi, era tahun 2000-an, dia sudah menjadikan Aceh sebagai daerah yang unik dan berkesan, dirinya juga bercerita tentang sejarah panjang pascatsunami menerpa Aceh.

"Ketegasan yang amat dipuji dalam menegakan aturan, Bu Susi bagaikan Laksamana Malahayati, yang dipuji dalam menegakan aturan. Pahlawan Aceh sekaligus pahlawan wanita paling awal dunia, berdarah Aceh yang amat terkenal dengan sikap tegasnya dalam menegakan aturan dan kebenaran," sebut Rektor UTU.

Semangat dimiliki Susi Pudjiastuti menjadikan Indonesia berdaulat dalam mengelola laut demi masa depan bangsa ke depan lebih sejahtera, kalau ketentuan menyatakan harus ditenggelamankan, maka kapal asing ditenggelamkan, tidak sedikitpun mundur.

Karena komitmen sangat kuat tersebut, civitas akademika di Aceh menaruh harapan, untuk maju terus dan mereka siap berada di garda terdepan demi menjaga kedaulatan Indonesia dalam mengelolan sektor kelautan dan perikanan.

    
Sulit Melupakan Aceh

Menteri KP Susi Pudjiastuti, memiliki usaha sektor perikanan tangkap dan membeli dua unit pesawat udara "Susi Air", untuk aktivitas ekspor usaha perikanan tangkap yang dimiliki di Kabupaten Simeulue, yang saat itu masih wilayah Kabupaten Aceh Barat.

Dia bercerita seakan semua seluk beluk wilayah Provinsi Aceh bagian barat selatan sudah dalam peta dalam hatinya, semua nama kabupaten masih terhafal benar dan dirinya melihat langsung seperti apa kondisi Aceh saat konflik dan tsunami 2004.

Ia mengaku masih sulit melupakan kenangan dirinya berada di Aceh pada era tahun 2000-an, salah satunya yang masih melekat di benaknya, ketika dirinya sempat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pihak berwajib.

"Hanya karena saya perintahkan mendatangkan solar sama anak-anak (pekerja), ketika sampai di Simeulue, ditangkap. Kata mereka penyelundupan BBM Solar, saya masuk DPO waktu itu. Tapi kisah itu sudah lewat," sebut mantan pengusaha eksportir tersebut.

Kini, Susi Pudjiastuti berkomitmen selama jabatan diembannya akan melakukan terobosan-terobosan untuk memperkuat jati diri bangsa Indonesia sebagai poros maritim dunia dan membangkitkan perekonomian dari potensi laut.

Mulai dari menerbitkan aturan yang kontroversial, hingga penegakan hukum berupa penengggelaman kapal asing, terus dilakukan, meski banyak pihak yang menilai dirinya terlalu tendensius dan keras dalam melakukan tugasnya sebagai seorang Manteri KP.

Dengan lantang, Susi menyatakan dirinya tidak takut pada siapapun menegakan kedaulatan laut Indonesia, banyak mafia perikanan yang terus merong-rong dirinya, namun tidak gentar karena yang dilakukan adalah tugas sebagai anak bangsa.

Salah satu pesannya kepada masyarakat Aceh dan semua anak bangsa Indonesia untuk bersama-sama mengawal dan menjaga laut, dengan tidak memberi celah pihak asing mengambil alih, menangkap dan menguras ikan-ikan Indonesia.

"Kalau saya tidak bisa lagi dengan jabatan saya melindungi, hari ini semua bapak bapak ibu, tentara, mahasiswa, dosen, tokoh, panglima laot di Aceh, anda punya kewajiban untuk memastikan Perpres 44 ini tidak direvisi," ujar Susi dengan suara lantang.

Perpres Nomor 44 Tahun 2016 dimaksud, tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal. Isi dari Perpres terebut melindungi perikanan tangkap Indonesia tidak bisa terlibat asing.

Ia menyatakan, untuk pertama sekali sejarah dalam globalisasi Indonesia menentukan arah balik kebijakan, modal asing, kapal asing/ eks asing, ABK asing tidak boleh menangkap ikan di perairan Indonesia, kecuali hanya asing yang berinvestasi di sektor hilir.

Dirinya akan mempertahankan Perpres tersebut hingga akhir jabatan, apalagi jabatan adalah politis, sebab dirinya mengetahui ada kolega pejabat tinggi yang sedang berupaya mengintervensi agar Perpres tersebut direvisi bahkan dicabut.

"Perpes ini setiap bulan ada yang goyang, ada yang tidak suka, dengan semua alasan, katanya kapal kita tidak cukuplah, orang Indonesia tidak bisa melaut, bahkan ada yang sebut mubazir ikan-ikan di laut Indonesia apabila tidak diambil. Tujuan mereka agar kapal asing bisa menangkap lagi ikan-ikan di laut kita," jelasnya.

Meski demikian, Indonesia tetap terbuka kepada negara luar untuk datang membeli produk dalam negeri, karena itu, pemerintah membuka peluang investasi pengolahan ikan, namun persoalan menangkap ikan, itu adalah nelayan Indonesia.

Ia mencatat, 10 tahun terakhir dirinya menemukan 10 ribu lebih kapal asing yang mencuri ikan-ikan bernilai ekonomis, sehingga berdampak terhadap kerugian negara, APBN bisa defisit, bahkan hingga dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak.

Susi mengakui, selama penerapan kebijakannya lebih kepada penegakan hukum International, kurang menyentuh langsung pada masyarakat, sebab dirinya berkomitmen memperkuat poros maritim Indonesia, terutama dari gangguan asing yang terus mencuri ikan di laut Indonesia.

    
Aceh Mendukung

Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah, menyampaikan, Aceh adalah salah satu kawasan yang memiliki sumber daya kelautan sangat besar dan layak menjadi poros maritim Indonesia di wilayah barat dan sebagian besar masyarakatnya adalah nelayan.

Ada puluhan ribu keluarga masyarakat Aceh yang hidup bergantung diri dengan usaha perikanan, dengan armada kapal sekitar 17.000 unit, meskipun sebagian besar armada nelayan di bawah 30 GT.

"Dengan peralatan sederhana, maka hasil tangkapan ikan laut Aceh hanya sekitar 165.000 ton per tahun. Produksi itu masih di bawah potensi sumber daya perikanan yang ada di perairan laut Aceh.

Aceh memiliki luas kawasan laut mencapai 295 ribu kilometer bujur sangkar dengan panjang garis pantai mencapai 2.666 Km, dengan potensi perikanan Aceh diperkirakan mencapai 1,6 juta ton per tahun, tapi yang baru bisa dinikmati 10 persennya.

Yang banyak meraup untung dalam sumber daya perikanan Aceh, justru kapal-kapal asing berukuran besar yang selama ini kerap melakukan praktik illegal fishing di kawasan laut provinsi paling ujung barat Indonesia.

Karena itu dalam pemerintahan lima tahun ke depan, Pemprov Aceh berencana membeli enam unit pesawat udara guna memperkuat pengawasan kawasan laut dari aktivitas pencurian ikan oleh asing maupun wilayah lain.

Sementara itu, lembaga hukum adat laut Aceh mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah dalam memberantas pencurian ikan, yang ditandai dengan deklarasi dukungan terhadap kebijakan pemerintah pusat dalam kebijakan pengawasan dan pemberantasan aktivitas illegal fishing di perairan provinsi itu.

"Atas nama panglima laot Aceh, kami mendukung sepenuhnya kebijakan pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam upaya mengawasi dan memberantas illegal fishing," kata Sekjen Panglima Laot Aceh, H Umar Abdul Aziz.

Namun, nelayan Aceh juga meminta reformasi birokrasi perizinan perikanan agar lebih efektif dan memihak kepada nelayan, memohon agar dapat melanjutkan pembahasan tentang pelimpahan kewenangan dewan Sabang, yang selayaknya menjadi model desentralitasi bidang perikanan.

Kemudian berharap pemerintah menumbuhkan industri hilir perikanan di Aceh dan meningkatkan infrastruktur kemaritiman, serta membangun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memberantas monopoli perikanan.

"Kemudian, kepada sejumlah kementerian terkait untuk memberikan beasiswa khusus kepada anak-anak nelayan. Kami sangat khawatir kemajuan belum tentu berdampak, kalau anak-anak nelayan Aceh tidak mendapat kesempatan khusus," sebutnya.

Setelah pembacaan komunike oleh lembaga hukum adat laut Aceh itu, dilanjutkan pula dengan penandatanganan prasasti Leaming Center (LC) Ecoystem Approch of Fisher Management (EAFM), yang dilakukan oleh sejumlah rektor perguruan tinggi di Aceh.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti menjawab dari sejumlah komunike pemangku adat laut Aceh saat menjadi pemateri kuliah umum menyatakan, birokrasi perizinan sektor perikanan di Indonesia saat ini sudah sangat mudah.

Salah satu contoh yang disampaikan, seperti kewenangan perizinan kapal nelayan, untuk kapal di bawah 10 grosstonage (GT) sudah tidak tersangkut apapun persoalan izin SLO maupun izin lainnya dengan pemerintah pusat.

"Saya tidak mengerti kalau perizinan kapal masih ada persoalan, di bawah 10 GT tidak perlu lagi izin, 10 GT ke atas kewenangan di provinsi dan semestinya tidak dipersulit, 30 GT di pusat, kami membuka semua online menerima laporan pengaduan," sebut Susi.

Menteri Susi Pudjiastuti mengingatkan nelayan, pengusaha perikanan maupun pejabat negara di daerah, tidak melakukan upaya mengarah kepada indikasi perizinan untuk kapal-kapal asing, sebab apabila ditemukan maka akan berhadapan dengan hukum.

Acara Simposium Nasional dan Ekspo Kelautan Perikanan tahun 2017 itu, digagas Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UTU tersebut, dihadiri Wagub Aceh, Nova Iriansyah, Bupati Aceh Barat dan bupati wilayah barat selatan Aceh.

Kemudian unsur TNI, Polri, rektor dan ketua perguruan tinggi Aceh, pelajar sekolah kelautan, Bakamala, Angkatan laut Lanal Sabang, tokoh pemangku adat laut Aceh, tokoh masyarakat serta tamu acara Simposium Nasional dan Ekspo 2017.

Pewarta: Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017