Assyfa dan Adeeva berusia satu tahun tiga bulan tak berhenti menangis ketika ayahnya, Umar Johan (23), hendak melaut. Ketika sang ayah mengendong, keduanya tampak tidak mau melepas.

Melihat anak kembarnya itu ditinggal tidak seperti biasanya membuat Umar Johan sempat ragu melaut. Namun, karena kebutuhan rumah tangga membuat dirinya tetap pergi.

Umar Johan merupakan nakhoda KM Jasa Cahaya Ikhlas. Ia bersama 12 anak buah kapal (ABK) serta KM New Rever dinakhodai Ridwan dengan enam ABK ditangkap pihak berwenang Thailand, Senin (19/5).

Seminggu kemudian, Badrul Muna (21), istri Umar Johan, warga Gampong Pasir Putih, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, mendapat panggilan telepon dari suaminya. 

Baca: Aceh Timur surati Kemlu RI terkait penangkapan nelayan di Thailand

Sang suami mengabarkan dirinya bersama 17 nelayan lainnya telah ditangkap otoritas Thailand atas tuduhan melanggar batas wilayah perairan negara tetangga tersebut.

"Kami bicara dari jam delapan malam sampai jam lima pagi. Kata suami saya dia bisa menelepon karena diberikan hotspot oleh petugas. Pagi harinya, jam tujuh, ponselnya sudah tidak aktif lagi. Sejak itu, saya tak bisa menghubunginya lagi," kata Badrul Muna di Aceh Timur, Selasa.

Setiap malam, putri kembarnya terus bertanya tentang ayah mereka. Dengan hati remuk, ia berusaha mencari alasan untuk menenangkan mereka, sembari menahan rindu yang kian mendalam. 

Badrul Muna berharap agar Bupati Aceh Timur dan Gubernur Aceh untuk segera mengurus para nelayan yang ditangkap Thailand karena sosok ayah dan suami itu adalah tulang punggung rumah tangga.

Baca: Dua kapal nelayan di Aceh Timur ditangkap otoritas Thailand


"Saya mohon, semoga suami saya segera dibebaskan dan bisa pulang. Kami sangat merindukannya. Begitu juga dengan rekan-rekan suami lainnya," kata Badrul Muna menyebutkan.

Sekretaris Desa Seunebok Baroh Munzir mengatakan ada 10 warganya yang  ditangkap otoritas Thailand. Mereka merupakan nelayan anak buah kapal KM Jasa Cahaya Ikhlas dan KM New Rever

"Kami sangat berharap agar para nelayan tersebut segera bisa dipulangkan. Jangan terlalu lama diproses hukum, sayang keluarga yang ditinggal. Apalagi mereka merupakan pulang punggung keluarga," kata Munzir.

Belum lagi, kata dia, tidak lama lagi sudah memasuki lebaran Idul Adha, kebutuhannya banyak dan pasti juga keluarganya sangat sedih, terlebih istri dan anaknya tanpa sosok Ayah lebaran kali ini.

"Kami juga berharap mereka mendapat pendampingan hukum supaya tidak terlalu lama ditahan. Mereka semua kepala keluarga, dan seorang nelayan yang ditangkap itu memiliki lima, tujuh hingga 10 anak," katanya.

Baca: 18 nelayan Aceh Timur ditangkap otoritas Thailand

Munzir mengatakan warganya para nelayan tersebut belum memahami dengan jelas batas wilayah laut, sehingga ketidaktahuan ini sering menyebabkan nelayan ditangkap aparat negara lain karena melanggar batas teritorial. 

"Sebanyak 98 persen warga kami merupakan nelayan. Dan rata-rata mereka masih belum paham tentang batas wilayah. Setahun atau dua tahun sekali ada kalau tidak satu atau dua kapal nelayan dari Aceh Timur ditangkap otoritas negara lain," kata Munzir.

Oleh karena itu, Munzir berharap Pemkab Aceh Timur memberikan informasi dan bimbingan kepada nelayan agar mereka memahami dan mematuhi batas wilayah laut, sehingga tidak masuk dan menangkap ikan di negara orang. 

"Semoga ini yang terakhir kapal nelayan Aceh Timur ditangkap negara lain. Dan kami berharap nelayan yang ditangkap ini bisa segera dibebaskan agar dapat berkumpul dengan keluarga," kata Munzir.

Baca: Ratusan kapal penangkap ikan di Aceh Timur tidak melaut

 

Pewarta: Hayaturrahmah

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2025