Terdengar nyaring suara “Double kill, triple kill, maniac, savage!” sebelum akhirnya “victory” menggema dari sebuah kamar kos sederhana di Jalan Inong Balee, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Suara itu muncul dari ponsel milik Zaid (25), jemarinya lincah menari di layar, mengendalikan permainan gim daring.

Bagi banyak orang, apa yang dilakukan Zaid mungkin terlihat buang-buang waktu. Namun,  saat ini Zaid tidak hanya sekadar bermain gim, dia sedang melakoni pekerjaannya sebagai joki gim. Lewat pekerjaan ini, Zaid meraup penghasilan hingga ratusan ribu per harinya.

“Kalau lagi ramai, bisa dapat lebih dari Rp500 ribu sehari,” kata mahasiswa asal Aceh Timur yang baru lulus dari UIN Ar Raniry saat diwawancarai pada Kamis (31/7).

Penghasilan yang didapatkan ini mampu memenuhi kebutuhannya hidupnya. Zaid mengatakan ia bisa membayar kos, membeli makanan kesukaannya, berliburan, serta mengirim uang untuk keluarganya yang berada di kampung berkat bekerja menjadi joki gim.

Baca: Pemkab Nagan Raya ingatkan guru dan siswa hindari judi slot dan gim daring

Pekerjaan ini pun telah ditekuninya secara serius sejak tahun 2023. Tugasnya ialah menaikkan level ataupun peringkat akun gim (rank) milik penyewa jasa mereka.

“Semakin tinggi rank yang diminta, makin tinggi juga tarifnya,” katanya.

Dia memprediksi permintaan jasa joki gim makin berkembang ke depannya seiring pertumbuhan industri gim yang makin beragam seperti Mobile Legends, Free Fire, hingga League of Legends: Wild Rift.


Kata Zaid, kehadiran beragam gim itu telah memunculkan fenomena baru. Bagi para pemain gim, level gim yang dicapai menentukan status sosial mereka. Namun, tidak semua orang bisa dan punya kesempatan untuk mencapai level tertinggi di gim daring. Di sinilah, joki gim seperti  dirinya dibutuhkan.

Zaid mengaku, setiap harinya dapat memainkan sebanyak tiga akun berbeda dari penyewa jasa. Para penyewa jasanya pun beragam, mulai dari pelajar yang ingin tampil keren di hadapan teman hingga pekerja kantoran yang tidak sempat “grinding” yakni aktivitas berulang yang biasa dilakukan pemain gim untuk meningkatkan level.

“Biasanya yang minta dijokiin itu anak SMA atau kuliahan. Mereka ingin akunnya kelihatan keren, tapi enggak sempat main atau sering kalah,” katanya.

Baca: Meraup "cuan" melalui optimasi media sosial ala Ogut

Namun, permintaan joki gim tidak melulu meningkatkan level “push rank”. Ada juga pemain yang membutuhkan jasa joki untuk gim bergenre open world. Gim jenis ini menawarkan dunia virtual yang luas dan terbuka, di mana pemain diberi kebebasan melakukan berbagai aktivitas serta menentukan sendiri tujuan permainan.

Salah satu joki gim lainnya, Alham (22) bukan nama sebenarnya, memilih untuk mengkhususkan diri pada permintaan di gim open world. Alasannya, ia memang lebih menikmati bermain gim semacam Dragon Nest dan Toram Online.

Berbeda dengan Zaid, tugas laki-laki asal Kota Sinabang, Kabupaten Simeulue, ini bukan menaikkan peringkat, melainkan meningkatkan level karakter, menyelesaikan misi, hingga mengumpulkan bahan perlengkapan yang dibutuhkan pemain.

Alham mengatakan mulai menjajal menjadi joki gim sejak kuliah karena membutuhkan biaya hidup tambahan. Namun, dia kesulitan mencari pekerjaan sampingan yang fleksibel. Karena alasan itu, dia pun mencari cuan dengan menjadi joki gim.


"Saya suka main gim dari dulu. Tapi baru kepikiran buat nyari uang dari gim waktu kuliah pas butuh uang tambahan buat biaya hidup,” katanya.

Bagi Alham, pekerjaan ini jalan cepat untuk mendapatkan cuan. Modalnya pun tidak besar, hanya butuh ponsel pintar dan paket internet. Terlebih lagi, penghasilannya yang didapatkan sangat menjanjikan asalkan ditekuni dengan serius.

“Pendapatannya lumayan setiap minggu bisa dapat Rp800 ribu sampai Rp1 juta. Kebutuhan sehari-hari pasti tercukupi, tergantung situasi, seberapa banyak kustomer yang kita dapat,” katanya.

Alham menjelaskan bahwa sistem tarif yang ditetapkan kepada penyewa jasa sangat fleksibel berdasarkan performa joki. Misalnya, jika dalam kesepakatan, ia harus menaikkan 10 level dalam dua hari dengan bayaran Rp20 ribu, tetapi hanya mampu naik 5 level, maka bayarannya otomatis dikurangi.

Baca: Psikolog: Game kekerasan bisa pengaruhi mental remaja, perlu pengawasan orang tua

“Itu contoh saja ya. Tapi memang harus transparan. Karena kita jual jasa, bukan janji kosong,” katanya.

Meski tarifnya fleksibel dan pekerjaannya tampak sederhana, bahkan terlihat seperti sekadar bermain, ia menjalankan pekerjaan ini layaknya profesional. Ia tak bekerja sendirian. Di balik layar, ada tim kecil yang saling berbagi peran. Seorang admin bertugas mencari penyewa jasa. Lalu, giliran Alham yang menyelesaikan misi sesuai permintaan pelanggan.

Selain itu, dia juga terus mengasah kemampuan. Alham sering menghabiskan waktu berjam-jam menelusuri permainan, mengulang misi, dan mencari material langka untuk meningkatkan keterampilannya dalam gim.


Bagi dia, kepercayaan penyewa jasa dan pemahaman teknis terhadap gim adalah kunci utama untuk meningkatkan jumlah orderan. Tidak hanya itu, jika ada keluhan dari penyewa jasa, ia menyatakan siap memberikan solusi, mengganti akun, hingga mengembalikan uang ke penyewa jasa.

“Kita jaga nama baik karena banyak yang repeat order (red-menyewa jasa lagi) karena puas,” katanya sambil menunjukkan sederet testimoni pelanggan di akun Instagram miliknya.

Baca: Hello Goodboy, game sajikan petualangan emosional

Interaksi sosial bergeser

Menjadi joki gim pelan-pelan menggeser kehidupan sosial Alham. Teman-teman lamanya kini jarang ia temui. Jadwal yang dulu selaras, kini berjalan di jalur masing-masing. Ia lebih sering menghabiskan waktu dengan teman-temannya yang juga pemain gim.

“Kehidupan sosial sudah berubah, nongkrong kebanyakan sama kawan mabar. Kalau kawan kuliah mungkin sudah fokus skripsi atau bekerja. Sudah tidak sama seperti sebelumnya,” kata Alham.

Ironisnya, meski Alham masih dapat bertemu dengan teman yang juga pemain gim di dunia nyata, interaksi tetap terjadi di dunia gim virtual. Saat bertemu, mata dan jemari mereka tetap sibuk di layar ponsel.

Pakar Sosiologi dari Universitas Syiah Kuala, Masrizal, yang juga merupakan Sekjen Ikatan Keluarga Sosiolog (ISI) Aceh menjelaskan kehadiran joki gim muncul sebagai salah satu fenomena sosial baru akibat pengaruh transformasi digital.

“Kalau kita lihat dari konteks sosiologis itu. Joki gim ini muncul karena pengaruh dari transfromasi digital yang membentuk dinamika sosial baru,” katanya.


Berbeda dengan Zaid dan Alham yang merasakan manfaat dari pekerjaan ini, Masrizal justru menilai joki gim mempunyai dampak negatif bagi generasi muda. Menurut dia, para joki akan kehilangan kemampuan bersosialisasi, mulai dari kemampuan memimpin, berorganisasi, dan bernegosiasi.

“Karena seberapa bisa orang yang beraktivitas di dunia gim ini bisa bersosialisasi dengan masyarakat. Ini dampak yang sangat buruk terhadap mereka yang mengambil jalan seperti joki gim itu ya. Kita tidak tahu sampai kapan era digital ini akan menjadi sumber keuangan. Jika mereka tidak punya kemampuan bersosialisasi, bagaimana mereka nanti menjalani kehidupannya,” katanya.

Di sisi lain, ia juga mengkhawatirkan rendahnya kemampuan sosial generasi muda akibat berlebihan main gim berdampak buruk terhadap kehidupan sosial masyarakat di masa mendatang. Ke depannya, interaksi sosial akan semakin jarang, kegiatan sosial seperti gotong royong akan menjadi suatu hal yang asing.

Baca: Gim GrandChase Mobile tawarkan pengalaman tanding dengan gamer dunia

Pewarta: Nurul Hasanah dan Zulfa Dillah

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2025