Tapaktuan (Antaranews Aceh) - Dipenghujung masa jabatannya, Bupati Aceh Selatan, H T Sama Indra melakukan mutasi secara besar-besaran dengan melantik 96 pejabat eselon II, III dan IV di Gedung rumoh Agam di Tapaktuan, Selasa.
   
Prosesi pelantikan dan pengambilan sumpah para pejabat tersebut seusai berlangsungnya penarikan nomor urut pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Selatan pada Pilkada 2018.

Pejabat eselon II yang dirotasi masing-masing Cut Syazalisma S.STP yang sebelumnya menjabat staf ahli bidang perekonomian dan percepatan pembangunan Setdakab diangkat menjadi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), menggantikan Ir. Sufli yang memilih mengundurkan diri.

Selanjutnya Yuhelmi SH, MH yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Hukum Setdakab dipromosi menjadi Kepala Dinas Pertanahan Aceh Selatan.

Untuk posisi eselon III, dari 33 pejabat yang dimutasi, 9 pejabat diantaranya dirotasi ke posisi jabatan baru dan 23 pejabat lainnya dipromosi serta ditambah satu orang mengundurkan diri.

Menyikapi kebijakan mutasi pejabat yang digulirkan Bupati Aceh Selatan tersebut, Ketua Forum Bedah Desa Nasional (FBDN) T Sukandi, menilai bahwa statemen Sekretaris Daerah Aceh Selatan H Nasjuddin yang menyatakan kebijakan mutasi tersebut hanya mengisi kekosongan jabatan saja terkesan sebuah pembohongan publik.

Faktanya, dalam kebijakan mutasi yang direalisasikan pada Selasa (13/2) terbukti banyak mutasi yang bersifat balas jasa politik. Salah satu contohnya adalah Hasbullah SP yang sebelumnya staf pada Dinas Pangan Aceh Selatan dipromosikan menjadi Kasi Pelayanan dan Pendayagunaan Transmigrasi pada Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja.

"Hasbullah alias bolah ini merupakan seorang PNS yang selama ini diduga berani ikut serta mendirikan baliho kandidat pasangan petahana nomor urut 5, HT Sama Indra - H Harmaini, sehingga patut diduga hal ini adalah balas budi dan balas jasa politik terhadap oknum pegawai negeri dimaksud," ungkap T Sukandi.

Ketua Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh Selatan, Hendra Saputra mengatakan sesuai Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, kepala daerah yang mencalonkan diri kembali pada Pilkada dilarang melakukan mutasi pejabat di jajarannya.

Pejabat baru. Foto Antara Aceh/Hendrik.

Berdasarkan undang-undang tersebut, kata Hendra, petahana tidak dibolehkan melakukan mutasi. Namun demikian, Hendra menegaskan, hal tersebut tidak akan melanggar jika ada izin dari Mendagri.

"Jika kebijakan mutasi tersebut benar-benar direalisasikan maka kami akan melakukan pengecekan terlebih dulu. Apakah kebijakan tersebut sudah sesuai dengan arahan dan petunjuk Mendagri. Soalnya mungkin saja mutasi tersebut benar untuk mengisi kekosongan jabatan. Jika ada dugaan penyimpangan akan kita telusuri, jika perlu kita akan telusuri hingga ke Kemendagri," tegasnya.

Jika terbukti melanggar Undang-undang, sambungnya, pihaknya akan mengeluarkan surat rekomendasi ke KIP untuk tindakan selanjutnya.

"Setelah kita telusuri dan terbukti baru akan kita buat surat rekomendasi ke KIP apakah ada pelanggaran atau tidak," pungkasnya.

Sementara itu, Bupati T Sama Indra menjelaskan kebijakan mutasi yang digulirkan tersebut murni untuk mengisi kekosongan jabatan karena banyak pejabat yang telah memasuki masa pensiun, meninggal dunia dan mengundurkan diri.

"Kebijakan mutasi ini sama sekali tidak terkait dengan kepentingan politik, ini murni karena kebutuhan di lapangan. Kebijakan ini dilaksanakan telah mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri)," tegas Bupati.


Pewarta: Hendrik

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018