Blangpidie (Antara) - Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin mengemukakan, alasan Bupati Aceh Barat Daya (Abdya) Akmal Ibrahim menyebutkan lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Cemerlang Abadi terlantar dinilai tidak logis, karena tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

"Bupati Abdya sepertinya tidak pernah datang meninjau lahan HGU milik perusahaan kelapa sawit tersebut sehingga mengeluarkan alasan yang tidak logis," katanya kepada wartawan saat meninjau lahan HGU PT Cemerlang Abadi di desa Cot Simantok, Kecamatan Babahrot, Senin.

Ia menyatakan, dirinya turun langsung ke Babahrot melihat kondisi lahan perusahaan ini, ternyata betapa suburnya pohon-pohon kelapa sawit di sini. Lokasi pembibitan yang luas. Tenaga kerja banyak, dan produktifitas tandan buah segar (TBS) melimpah.

Safaruddin menyampaikan pernyataan tersebut saat meninjau lahan HGU PT Cemerlang Abadi di Desa Cot Simantok, Kecamatan Babahrot yang rekomendasi perpanjangan izin HGU tidak dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Bupati Abdya menolak mengeluarkan rekomendasi perpanjangan izin HGU tersebut dengan alasan PT Cemerlang Abadi telah menelantarkan lahan menjadi hutan, sehingga lahan milik negara tersebut mau diolah untuk sawah baru masyarakat.

"Seharusnya Bupati Abdya melihat secara perspektif di lahan perkebunan ini. Bukan saja HGU ataupun hutan dibicarakan, tapi juga harus melihat bagaimana niat baik perusahaan yang berusaha untuk mengembangkan usahanya di sini," ujar Safaruddin.

Safaruddin menambahkan, selain harus mempertimbangkan niat baik perusahaan, Bupati Akmal Ibrahim seharusnya juga memperhatikan bagaimana nasib ratusan kepala keluarga yang hidup bersama istri dan anaknya di komplek perkebunan itu.

"Orang-orang yang mengantungkan hidupnya di lahan perkebunan milik perusahaan ini ratusan kepala keluarga. Seharusnya Bupati Akmal memikirkan itu. Jangan hanya memikirkan menolak tapi alasannya tidak logis," ungkapnya.

Disamping memikirkan ratusan masyarakat yang sumber kehidupanya di perusahaan perkebunan sawit itu. Kepala daerah seharusnya juga memikirkan bagaimana untuk memberikan kenyamanan keberadaan investor yang berinvestasi di daerah.

"Bupati Abdya sepertinya tidak pernah datang melihat lahan HGU ini. Tapi, kita dari YARA hari ini turun langsung ke lapangan melihat betapa suburnya pohon-pohon sawit di sini. Lokasi pembibitan yang luas dan tenaga kerja yang cukup banyak," katanya.

Ketua YARA itu menilai, upaya Bupati Abdya menghambat perpanjangan izin HGU PT Cemerlang Abadi hingga membawa masyarakat ke Jakarta, kedepan akan berdampak pada investasi di daerah-daerah khususnya di Provinsi Aceh.

"Kalau seperti ini ke depan investor tidak ada lagi yang berani berinvestasi di kabupaten ini. Karena kondisi politik pemerintah daerah tidak mendukung investasi, mana mungkin orang bersedia tanam modal di Abdya ini," ungkapnya.

YARA berharap agar pihak Kementerian Agraria dapat memperpanjang izin HGU tersebut sebagaimana Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan secara jelas mengatur mengenai perpanjangan HGU.

HGU untuk perusahaan perkebunan sebagaimana diatur dalam pasal 11 UU Nomor 18/2004 diberikan dengan jangka waktu paling lama 35 tahun. Selanjutnya bisa diperpanjang paling lama 25 tahun, dan setelahnya bisa diperpanjang lagi selama 25 tahun.

Artinya, undang-undang memberikan kesempatan kepada perusahaan perkebunan untuk melakukan perpanjangan HGU selama dua kali masing-masing selama 25 tahun.

"Intinya tuduhan perusahaan telantarkan lahan itu tidak benar. Buktinya hasil produktifitas TBS lebih 2 ribu ton/bulan. Semua pajak dibayar, penyaluran dana social responsibility (CSR) rutin dilakukan bersama reward untuk siswa berprestasi," demikian Safaruddin.

Pewarta: Suprian

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018