Meulaboh (Antaranews Aceh) - Sebanyak 19 orang terpidana pelanggar "qanun" (perda) menjalani eksekusi hukuman cambuk di Halaman Masjid Agung Baitul Makmur, Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Aceh Barat, Ahmad Syahrudin di Meulaboh, Kamis, mengatakan, terpidana terbukti secara sah berdasarkan keputusan Mahkamah Syariah (MS) melanggar Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

Direncanakan sebenarnya 40 orang terpidana termasuk sisa tahun lalu. Tetapi yang hadir hanya 22 orang dan hanya 19 orang yang cukup syarat untuk dieksekusi cambuk pada hari ini.

"Sisanya akan dilaksanakan uqubah cambuk tahap selanjutnya," katanya.

Dia mengatakan, terpidana yang menjalani "uqubah" cambuk itu ada yang dijemput, ada yang datang menyerahkan diri dan ada pula terpidana yang sedang menjalani masa kurungan penjara sehingga jumlah cambukan disesuaikan dengan sisa hukumannya.

Syahrudin juga mengomentari terkait Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 5 Tahun 2018 tentang Hukum Acara Jinayat yang mengatur tempat pelaksanaan "uqubah" cambuk dalam pergub itu harus dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan (LP).

"Terkait (pergub) itu saya tidak mau mengomentari dulu ya, yang jelas saya saat ini sedang fokus pada pelaksanaan `uqubat` cambuk dan pelaksanaanya hari ini berjalan dengan baik di Aceh Barat." katanya didampingi unsur Forkopimda Aceh Barat.

Terpidana yang dicambuk terlibat perkara maisir atau perjudian, khamar atau minuman keras serta perkara zina. Banyaknya pukulan cambuk dijatuhkan dalam eksekusi tersebut paling sedikit lima kali dan terbanyak 100 kali.

Selama berlangsung proses eksekusi itu, satu terpidana kasus zina inisial M dicambuk 100 kali, tetapi terhenti pada cambukan ke- 17 karena terpidana sudah tidak sanggup menahan pukulan cambuk algojo yang menggunakan rotan.

Kemudian ada satu terpidana lain dinyatakan pihak medis tidak cukup syarat karena kondisi fisiknya kurang sehat. Kemudian satu wanita berinisial R yang beragama non muslim memilih dihukum 68 kali cambuk bersama terpidana lainnya.

Pemerintah Aceh tidak tebang pilih dalam penegakan hukum. Selama yang bersangkutan tinggal di Aceh, maka yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia serta diakui sebagai masyarakat Aceh dan tentunya mengikuti semua peraturan daerah yang telah disahkan.

"Rosita memilih tunduk pada Perda Aceh, mereka tunduk ke syariat Islam sejak dari saat pemberkasan penyidik ada pengunduran diri," katanya.

"Qanun" Aceh tentang Hukum Jinayat diberikan opsi pilihan, dipenjara, denda atau cambuk.

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Barat Tgk H Abdurrani Adian menyampaikan, eksekusi itu menunjukkan kemunduran Aceh dalam program pelaksanaan syariat Islam karena pelanggar "qanun" terus bertambah.

"Ini merupakan kemunduran penegakan syariat Islam di Aceh, tetapi satu kemajuan bagi penegakkan hukum. Jadikan ini sebagai pembelajaran, ini adalah hukuman di dunia dan di akhirat juga akan ada hukuman selanjutnya," tutup Tgk Abdurrani.

"Uqubah" cambuk ini turut ditonton Wabub Aceh Barat H Banta Puteh Syam, Kapolres AKBP Raden Bobby Aria Prakarsa, Dandim 0105 Letkol Kav Nurul Diyanto, Ketua PN Meulaboh, Kepala Lapas Meulaboh, Kankemenag Aceh Barat dan banyak masyarakat.
 

Pewarta: Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018