Palembang (Antaranews Aceh) - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan kejadian pembakaran bendera tauhid harus dilihat proporsional dan jangan dilebih-lebihkan agar tidak memanaskan situasi yang dapat berujung konflik.
Namun demikian, peristiwa tersebut juga jangan dikurang-kurangi, atau pun dipelintir bahwa itu merupakan pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebab tidak ada tulisan HTI dalam bendera tersebut sesuai dengan definisi bendera HTI menurut Kemendagri, katanya, di Palembang, Selasa, usai menjadi pembicara di Indonesian Creative Leadership Camp.
Ia mengatakan dengan mengaitkan bendera tersebut ke HTI, justru mengingatkan kembali masyarakat terhadap organisasi yang telah dilarang tersebut. Pada sisi lain bendera tersebut bukan bendera HTI, karena tidak ada tulisan HTI.
Menurut dia, yang harus dilakukan adalah koreksi terhadap perilaku tersebut, dan tidak mengulang kembali di masa depan, mengingat kalimat tauhid merupakan hal yang sakral bagi masyarakat Islam.
"Jadi menurut saya ini jangan terulang kembali, ini harus dikoreksi secara mendasar, untuk kemudian jangan diperbesar menjadi bagian dari yang menghadirkan konflik sesama organisasi Islam, sesama umat Islam, sesama warga bangsa, ini harus kita dudukkan pada proporsi yang sebenarnya. Jangan dilebih-lebihkan, tapi juga jangan dikurang-kurangkan apalagi kemudian dipelintir menjadi ini pembakaran bendera HTI," katanya lagi.
HNW menyampaikan bahwa Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober memperingati langkah konkret para santri dalam membela nusa dan bangsa dengan resolusi jihad. Dengan resolusi tersebut salah satunya adalah berdiri laskar-laskar santri seperti Laskar Hizbullah yang memiliki bendera dengan kalimat tauhid.
Untuk itu, ia sangat menyayangkan terjadi kejadian aksi pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid saat peringatan Hari Santri di Garut, Jawa Barat tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018
Namun demikian, peristiwa tersebut juga jangan dikurang-kurangi, atau pun dipelintir bahwa itu merupakan pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebab tidak ada tulisan HTI dalam bendera tersebut sesuai dengan definisi bendera HTI menurut Kemendagri, katanya, di Palembang, Selasa, usai menjadi pembicara di Indonesian Creative Leadership Camp.
Ia mengatakan dengan mengaitkan bendera tersebut ke HTI, justru mengingatkan kembali masyarakat terhadap organisasi yang telah dilarang tersebut. Pada sisi lain bendera tersebut bukan bendera HTI, karena tidak ada tulisan HTI.
Menurut dia, yang harus dilakukan adalah koreksi terhadap perilaku tersebut, dan tidak mengulang kembali di masa depan, mengingat kalimat tauhid merupakan hal yang sakral bagi masyarakat Islam.
"Jadi menurut saya ini jangan terulang kembali, ini harus dikoreksi secara mendasar, untuk kemudian jangan diperbesar menjadi bagian dari yang menghadirkan konflik sesama organisasi Islam, sesama umat Islam, sesama warga bangsa, ini harus kita dudukkan pada proporsi yang sebenarnya. Jangan dilebih-lebihkan, tapi juga jangan dikurang-kurangkan apalagi kemudian dipelintir menjadi ini pembakaran bendera HTI," katanya lagi.
HNW menyampaikan bahwa Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober memperingati langkah konkret para santri dalam membela nusa dan bangsa dengan resolusi jihad. Dengan resolusi tersebut salah satunya adalah berdiri laskar-laskar santri seperti Laskar Hizbullah yang memiliki bendera dengan kalimat tauhid.
Untuk itu, ia sangat menyayangkan terjadi kejadian aksi pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid saat peringatan Hari Santri di Garut, Jawa Barat tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018