Lhoksukon (Antaranews Aceh) - Warga Gampong (desa) Peureupok, Kecamatan Paya Bakong, Kabupaten Aceh Utara, Aceh, menduga pengelolaan dana desa di daerah itu sarat masalah, sehingga penegak hukum diminta turun tangan.

Beberapa dugaan yang dituding di antaranya adalah pembangunan bak penampungan air, pembukaan jalan baru, pembangunan jalan, kemudian tidak membayar sisa gaji pekerja dan termasuk tidak transparan.

"Pengelolaan dana desa di kampung kami tidak transparan, jarang ada digelar rapat mengenai dana ini di meunasah (surau),” kata TM Jafar, warga setempat, yang dibenarkan Muhammad Asnawi dan Muzahit ditemui di Lhoksukon, Senin (7/1).

Jafar dan warga tadi menjelaskan, kasus pembangunan bak penampungan air atau pemanfaatan pompa air yang dibangun pada 2017 itu, hingga saat ini tidak kunjung bisa dimanfaatkan oleh petani, sehingga terkesan mumbazir.

"Kalau saya tidak keliru anggarannya Rp 45 juta lebih untuk pembangunan itu. Tetapi hingga kini belum selesai, padahal petani sangat membutuhkannya," jelas Jafar.

Kemudian dugaan lainnya mengenai pembukaan jalan baru di Dusun Tanjong Lipat dengan panjang sekitar 250 meter. Warga menuding jalan yang dibangun pada 2017 itu ada penimbunan dengan tanah pilihan atau tanah bercampur batu, sehingga jalannya tidak licin. Tetapi yang terjadi hanya sekadar pembukaan saja.

Selanjutnya mengenai pembangunan jalan pada 2018 di Dusun Keude.  Jalan itu dibangun asal jadi sehingga kondisinya tidak bagus. Saat ini juga sudah mulai rusak dan sulit dilintasi kendaraan.

"Kalau soal jalan di Dusun Keude, kami tidak tahu persis berapa anggarannya. Karena tidak ada papan informasi mengenai dana desa atau APBGampong untuk tahun 2018 yang dipasang di meunasah," sebut mereka.

Selain itu ada juga permasalahan mengenai sisa gaji pekerja atau tukang yang membangun pembangunan lapangan voli.

Dijelaskan, total upah sekitar Rp28 juta lebih, namun yang sudah diambil Rp9,5 juta. Artinya ada tersisa Rp18,5 juta belum dilunasi.

Ridwan Nurdin, tukang las pengerjaan lapangan voli ini membenarkan masih ada tersisa gajinya sekitar Rp 18,5 juta lagi, dan para pengelola pembangunan itu disebut tidak akan membayarnya lagi.

"Saya bekerja bagian las tiang, baik tiang di dalam maupun tiang untuk dinding lapangan voli. Saya tidak memborong pekerjaan ini, tetapi diupah per inci setiap tiang yang kami las. Jadi totalnya mencapai Rp28 juta lebih. Saya tidak sendiri, ada anak buah lagi," katanya.

Ridwan mengatakan, pekerjaan itu dikerjakan dia bersama anak buahnya pada November 2018. Pihaknya berharap agar upah tersebut segera dilunasi, karena harus dibayar untuk anak buah yang tersisa dan utang lainnya.

Jafar juga menyebutkan, di gampongnya masih ada beberapa persoalan lain yang dicurigai sarat akan permasalahan. Mereka berharap kasus ini dapat ditangani pihak terkait.

Keuchik (Kepala desa) Peureupok, Abdullah, dihubungi Selasa (8/1), membenarkan adanya mis komunikasi mengenai pembangunan lapangan voli, khusus pada bagian upah tukang las.

"Awalnya pengerjaan las tiang ini dikerjakan tukang lain dengan upah borong sekitar Rp 6 juta hingga selesai dan sudah mulai dikerjakan, termasuk sudah diambil uang pinjaman Rp 1 juta," kata Abdullah.

Karena mengingat ada tukang las di gampong setempat, dan juga bisa dikerjakan oleh beberapa warga lainnya. Maka pengerjaan itu diambil alih. Menurutnya, pekerja awalnya meminta borong Rp 8 juta hingga selesai.

Karena dinilai mahal, maka pihaknya mengupah secara per inci saja. Tetapi saat penagihan, ternyata angkanya jauh melebihi dari target, sehingga tidak sanggup dibayar.

"Saya pernah menawar untuk membayar Rp15 juta semuanya, tetapi mereka menolak hingga kasus ini naik ke meunasah (menggelar musyawarah). Pekerja juga telah mengambil sedikit pinjaman," jelasnya.

Abdullah mengatakan, pihaknya tidak sanggup membayar upah yang sudah melewati batas yang ditentukan dalam RAB dengan jumlah Rp11 juta.

Karena menurutnya, sistem menghitung upah yang dilakukan tukang tersebut telah melampaui.

Dia menyebut, pembangunan lapangan voli ini menghabiskan anggaran sekitar Rp 86 juta. Anggarannya dari dana desa tahun 2017 dan dikerjakan pada 2018.

Saat ditanyai mengenai pembukaan jalan baru, pembangunan bak penampung air yang belum berfungsi dan termasuk jalan yang dibangun pada 2018 yang diduga asal jadi, Abdullah tidak mau berkomentar banyak.

"Yang bilang soal itu siapa, saya akan menjawab selama yang melaporkan ini saya ketahui identitasnya. Coba diperiksa identitas pelapor itu siapa. Kalau sudah, maka saya baru menjawab semua ini," jelasnya.

Amatan media ini, Keuchik Abdullah diduga menuding yang melaporkan kasus tersebut ke wartawan adalah warga yang tidak miliki kartu tanda penduduk dan kartu keluarga di gampong setempat atau pendatang, sehingga tidak diterima.

Meski demikian, Abudullah menjawab singkat soal tudingan warga mengenai pembangunan jalan pada 2018. Menurutnya, jalan itu dikerjakan saat musim hujan sehingga terkesan asal jadi.

Pewarta: Zubir

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019