Meulaboh (Antaranews Aceh) - Sejumlah pekerja yang berprofesi sebagai pembuat kapal tradisional di Kabupaten Aceh Barat sejak beberapa bulan terakhir ini kesulitan memperoleh kayu sebagai bahan baku utama.

Akibatnya, pembuatan kapal milik nelayan biasanya bisa diselesaikan antara tiga hingga empat bulan, kini harus memakan waktu antara delapan hingga 12 bulan lamanya.

"Karena kayu untuk membuat kapal sangat sulit kami peroleh, jadinya untuk satu kapal hanya bisa diselesaikan paling cepat hampir satu tahun lamanya," kata Samsul, seorang pekerja galangan kapal di Desa Pasi Pinang, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, kepada Antara, Selasa siang.

Mereka mengaku sulitnya mendapatkan bahan baku kayu disebabkan akibat maraknya pembukaan lahan perkebunan, yang menyebabkan hutan di Aceh semakin menyusut.

Hal ini, kata Samsul berdampak terhadap pembuatan kapal milik nelayan karena harus dikerjakan dengan waktu yang sangat lama dari biasanya.

Selama ini, bahan baku kayu yang digunakan pekerja untuk membuat satu unit kapal motor yakni jenis Merbau dan Meranti.

Kedua jenis kayu ini dinilai sangat kokoh dan kuat sehingga diburu oleh pekerja karena memang sangat pantas dijadikan sebagai sarana pembuatan kapal motor.

Dampak dari sulitnya mendapatkan bahan baku, juga berimbas turunya produksi kapal tradisonal yang selama ini menjadi andalan masyarakat di kawasan ini, yang berprofesi sebagai pembuat kapal milik nelayan.

Kata Samsul, harga satu unit kapal tradisional yang dijual oleh pengrajin bervariasi tergantung dari ukuran dan jumlah kayu yang digunakan.

Harga yang ditawarkan bervariasi antara Rp140 juta per unit hingga Rp200 juta per unitnya, pungkas Samsul.

Pewarta: Teuku Dedi Iskandar

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019