Meulaboh (Antaranews Aceh) - Organisasi Ikatan Lembaga Mahasiswa Keperawatan Indonesia (Ilmiki) wilayah 1 meliputi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepri dan Padang, menemukan adanya indikasi kejanggalan dalam penetapan status tersangka dua orang perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.

Seperti diketahui, dua perawat resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi di Aceh Barat dalam kasus kematian Alfareza, warga Pante Ceureumen, kabupaten setempat yang terjadi pada tahun 2018 lalu.

Dua perawat yang ditetapkan polisi dalam kasus ini yakni diantaranya Desri Amelia dan Erwanti. Keduanya merupakan tenaga honorer di rumah sakit yang merupakan petugas yang menyuntik obat kepada pasien sehingga akhirnya meninggal dunia.

"Ada banyak kejanggalan yang kami temukan dalam kasus ini, diantaranya seperti barang bukti seperti obat yang sudah diamankan polisi," kata Rona Julianda selaku staf Sosmas Ilmiki wilayah 1 didampingi Teuku Fadwan anggota Ilmaka Aceh kepada sejumlah wartawan, Minggu (17/2) sore di Meulaboh.

Menurut mereka, berdasarkan keterangan yang diperoleh pada dua rekan petugas medis yang sudah menjadi tersangka dalam kasus ini, barang bukti yang diperoleh di kepolisian dengan obat yang disuntikkan ke pasien justru berbeda.

Harusnya, kata Rona Julianda, obat yang disuntikkan ke almarhum Alfareza oleh rekan medis tersebut jenisnya Transamin yang disuntikkan ke pasien menggunakan spuit (alat suntik).

Namun saat menjadi barang bukti di kepolisian, jenis obatnya justru berbeda yakni Atracurium (sejenis obat bius).

Menurut keterangan yang mereka peroleh, di bagian alat suntik yang digunakan bahwa semua obat yang disuntikkan tersebut sudah habis dan sama sekali tidak tersisa. Sedangkan barang bukti yang ada di polisi, justru terdapat bagian obat di dalam alat suntik.

Kejanggalan lainnya, kata Rona Julianda, barang bukti obat yang diserahkan oleh seorang saksi ke polisi, yakni berselang setelah tiga kali proses pemeriksaan yang dilakukan polisi kepada para saksi.

Awalnya, saksi sengaja menyembunyikan ampul obat dengan cara ditanam di belakang rumah di dalam tanah setelah kejadian.

Saat diperlihat penyidik kepada tersangka, sudah terlihat ada sisa obat di dalam alat suntik dan jenis obat yang diperlihatkan justru berbeda dengan jenis obat yang mereka suntikkan ke pasien.

Selain itu, dalam perkara ini juga tidak ada Ilmiki meminta kepolisian di Aceh Barat yang menyelidiki kasus ini agar tetap objektif dan profesional, serta terhindar dari unsur lain sehingga membuat profesi perawat dan bidan tidak dirugikan.

"Tidak ada niat dari petugas medis untuk membunuh pasien, karena tugas perawat dan bidan untuk menyembuhkan pasien yang sakit," katanya.

Rona Julianda juga menegaskan dua rekan mereka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tersebut juga memilki surat tanda registrasi (STR), sebagai salah satu syarat untuk bekerja menjadi tenaga kesehatan di rumah sakit.

Selain itu, yang membuat mereka curiga, sejumlah pihak yang berkompeten seperti kepala ruangan, dokter, dokter coas, dan pihak lain yang diduga terlibat dalam pemberian obat untuk memberikan tindakan terhadap pasien Alfareza, belum semuanya dilakukan pemeriksaan oleh polisi.

"Kami berharap kasus ini diusut secara objektif, jangan ada pihak yang dirugikan," tegasnya.

Mereka juga mencurigai ada kepentingan tertentu di Aceh Barat yang diduga sengaja ingin merusak citra rumah sakit dalam kasus tersebut.

Sebelumnya, dalam keterangannya kepada awak media di Aceh Barat, Kasatreskrim Polres Aceh Barat, Iptu Muhammad Isral menyatakan sebelum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut, kepolisian menyatakan sudah sejumlah pihak terkait dalam kasus ini.

Para saksi yang sudah dimintai keterangan masing-masing seperti perwakilan rumah sakit, keluarga korban, saksi ahli, dan hasil laboratorium dari Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh.

Ada pun barang bukti yang disita dan diamankan polisi diantaranya berupa tiga alat suntik yang digunakan tersangka untuk menginjeksi korban, dan satu botol obat.

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan juncto Pasal 359 KUHPidana dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.

Pewarta: Teuku Dedi Iskandar

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019