Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Korp Barisan Pemuda Aceh (BPA) mendesak Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT Emas Mineral Murni (PT EMM) di Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya.
Korp BPA menyampaikan penolakan tambang emas yang digarap PT EMM ketika memelakukan aksi damai di pelantaran Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Kamis.
Puluhan personil Polisi dan Satpol-PP pun diturunkan untuk mengamankan jalannya aksi damai Korp BPA di pelantaran Kantor Gubernur Aceh itu.
Koordinator aksi, Wahyu Rezky dalam orasinya meminta Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah untuk segera mencabut izin tambang emas yang digarap PT EMM tersebut.
"Kami atas nama mahasiswa dan pemuda Aceh serta masyarakat Aceh menolak eksploitasi PT EMM di Beutong Ateuh Banggalang," kata dia.
"Kami akan terus menyuarakan aspirasi masyarakat dan menolak kehadiran PT EMM, karena areal tambang itu masuk dalam kawasan hutan lindung, dan ada satwa kunci yang dilindungi Undang-undang," kata Wahyu Rezky dan disambut teriakan massa aksi "hidup mahasiswa, tolak tambang".
Selain itu kata dia, di lokasi tambang PT EMM juga terdapat situs sejarah yakni, benteng pertahanan terakhir pahlawan Aceh melawan serdadu Belanda.
"Kami tidak ingin situs sejarah itu dirusak dan Plt Gubernur Aceh mestinya berpihak pada masyarakat dan mendengar suara rakyat dan tidak berpihak pada korporasi," kata koordinasi aksi.
Masa aksi juga turut membawa tiga cangkul dan sejumlah poster bertuliskan, "Jangan Gunduli Hutan Kami, Bumi Aceh Diperkosa PT EMM, dan Jangan Usik Perdamaian Aceh, serta Tolak PT EMM".
Dari pihak eksekutif tidak ada yang menjumpaikan masa aksi hingga mereka membubarkan diri secara tertip.
Elemen masyarakat sipil Aceh sebelumnya juga menolak PT EMM melakukan eksplorasi di wilayah Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya,Provinsi Aceh.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Aceh telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, atas penerbitan surat keputusan (SK) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang memberikan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi kepada PT Emas Mineral Murni (PT EMM).
Gugatan tersebut bernomor 241/g/lh/2018/ptun-jkt tertanggal 15 Oktober 2018.
Belum beroperasi
Sementara itu, sebelumnya, External Relation PT EMM, Zen Zaeni Ahmad menyatakan, hingga saat ini PT EMM belum melakukan kegiatan pertambangan dan ini masih lama yakni sekitar tahun 2032.
PT PT EMM merupakan perusahaan pertambangan yang melakukan kegiatan pertambangan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Baik itu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, maupun Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Lebih lanjut disebutkan, sejak 19 Desember 2017 PT EMM telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) berdasarkan keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 66/I/IUP/PMA/2017 tentang Persetujuan Penyesuaian dan Peningkatan Tahap Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi IUP OP Mineral Logam dalam Rangka Penanaman Modal Asing untuk Komoditas Emas kepada PT EMM.
Pada saat ini, PT EMM sedang melakukan proses pemasangan tanda batas (PTB) terhadap Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT EMM, sebagaimana diwajibkan oleh Keputusan Menteri ESDM Nomor 1825 K/ 30/MEM/2018 tentang Pedoman Pemasangan Tanda Batas WIUP atau WIUP Khusus Operasi Produksi, di mana tahapan yang PT EMM lakukan pada saat ini adalah sosialisasi terhadap Pemasangan Tanda Batas WIUP PT EMM.
Dikatakannya, dalam melaksanakan kegiatan pertambangan, PT EMM akan melibatkan segala pemangku kepentingan, beserta masyarakat sekitar yang ada dan hal itu dapat dilihat dari komitmen PT EMM dalam melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) bagi masyarakat Aceh, khususnya masyarakat Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah.
Dikatakan, memang izin luas areal pertambangan 10 ribu hektare, namun dari hasil penelitian hanya bisa dilakukan kegiatan seluas 3.620 hektare, karena selebihnya berada di kawasan hutan lindung.
Kemudian, dari 3.620 hektare hanya 500 hektare yang bisa dilakukan kegiatan pertambangan dan itupun masih lama, katanya.
Jadi, kata dia, apa yang dikhawatirkan masyarakat akan terjadi kerusakan lingkungan tidak ada, karena kegiatan pertambangannya juga belum ada.
Ia menyatakan, pertambangan yang dilakukan PT EMM ini tidak akan merusak lingkungan, karena perusahaan tetap komitmen akan menjaga kelestarian hutan.
"Hutan-hutan yang terkena kegiatan pertambangan akan ditanam kembali dan itu sudah ada jaminan kepada Pemerintah daerah berupa dana penghijauan," katanya.
Zen Zaeni menyatakan, sebelum melakukan kegiatan pertambangan, PT EMM sejak 2006 hingga 2009 melakukan berbagai kegiatan CSR kepada masyarakat sekitar dengan pemberdayaan ekonomi.
Kemudian, pada tahun 2012 hingga 2014 dihentikan, karena izin pertambangan mau ditingkatkan menjadi izin produksi, katanya.
Ia menyatakan, persiapan pembangunan konstruksi PT EMM baru akan dilakukan pada tahun 2020 hingga 2023 dan penerimaan tenaga kerja yang diperkirakan mencapai 1.000 orang dengan komposisi 60 - 65 persen tenaga kerja lokal.
Dikatakan, dari hasil penelitian, kandungan mineral yang akan dieksplorasi lebih banyak tembaga dari pada emas.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
Korp BPA menyampaikan penolakan tambang emas yang digarap PT EMM ketika memelakukan aksi damai di pelantaran Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Kamis.
Puluhan personil Polisi dan Satpol-PP pun diturunkan untuk mengamankan jalannya aksi damai Korp BPA di pelantaran Kantor Gubernur Aceh itu.
Koordinator aksi, Wahyu Rezky dalam orasinya meminta Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah untuk segera mencabut izin tambang emas yang digarap PT EMM tersebut.
"Kami atas nama mahasiswa dan pemuda Aceh serta masyarakat Aceh menolak eksploitasi PT EMM di Beutong Ateuh Banggalang," kata dia.
"Kami akan terus menyuarakan aspirasi masyarakat dan menolak kehadiran PT EMM, karena areal tambang itu masuk dalam kawasan hutan lindung, dan ada satwa kunci yang dilindungi Undang-undang," kata Wahyu Rezky dan disambut teriakan massa aksi "hidup mahasiswa, tolak tambang".
Selain itu kata dia, di lokasi tambang PT EMM juga terdapat situs sejarah yakni, benteng pertahanan terakhir pahlawan Aceh melawan serdadu Belanda.
"Kami tidak ingin situs sejarah itu dirusak dan Plt Gubernur Aceh mestinya berpihak pada masyarakat dan mendengar suara rakyat dan tidak berpihak pada korporasi," kata koordinasi aksi.
Masa aksi juga turut membawa tiga cangkul dan sejumlah poster bertuliskan, "Jangan Gunduli Hutan Kami, Bumi Aceh Diperkosa PT EMM, dan Jangan Usik Perdamaian Aceh, serta Tolak PT EMM".
Dari pihak eksekutif tidak ada yang menjumpaikan masa aksi hingga mereka membubarkan diri secara tertip.
Elemen masyarakat sipil Aceh sebelumnya juga menolak PT EMM melakukan eksplorasi di wilayah Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya,Provinsi Aceh.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Aceh telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, atas penerbitan surat keputusan (SK) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang memberikan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi kepada PT Emas Mineral Murni (PT EMM).
Gugatan tersebut bernomor 241/g/lh/2018/ptun-jkt tertanggal 15 Oktober 2018.
Belum beroperasi
Sementara itu, sebelumnya, External Relation PT EMM, Zen Zaeni Ahmad menyatakan, hingga saat ini PT EMM belum melakukan kegiatan pertambangan dan ini masih lama yakni sekitar tahun 2032.
PT PT EMM merupakan perusahaan pertambangan yang melakukan kegiatan pertambangan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Baik itu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, maupun Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Lebih lanjut disebutkan, sejak 19 Desember 2017 PT EMM telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) berdasarkan keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 66/I/IUP/PMA/2017 tentang Persetujuan Penyesuaian dan Peningkatan Tahap Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi IUP OP Mineral Logam dalam Rangka Penanaman Modal Asing untuk Komoditas Emas kepada PT EMM.
Pada saat ini, PT EMM sedang melakukan proses pemasangan tanda batas (PTB) terhadap Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT EMM, sebagaimana diwajibkan oleh Keputusan Menteri ESDM Nomor 1825 K/ 30/MEM/2018 tentang Pedoman Pemasangan Tanda Batas WIUP atau WIUP Khusus Operasi Produksi, di mana tahapan yang PT EMM lakukan pada saat ini adalah sosialisasi terhadap Pemasangan Tanda Batas WIUP PT EMM.
Dikatakannya, dalam melaksanakan kegiatan pertambangan, PT EMM akan melibatkan segala pemangku kepentingan, beserta masyarakat sekitar yang ada dan hal itu dapat dilihat dari komitmen PT EMM dalam melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) bagi masyarakat Aceh, khususnya masyarakat Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah.
Dikatakan, memang izin luas areal pertambangan 10 ribu hektare, namun dari hasil penelitian hanya bisa dilakukan kegiatan seluas 3.620 hektare, karena selebihnya berada di kawasan hutan lindung.
Kemudian, dari 3.620 hektare hanya 500 hektare yang bisa dilakukan kegiatan pertambangan dan itupun masih lama, katanya.
Jadi, kata dia, apa yang dikhawatirkan masyarakat akan terjadi kerusakan lingkungan tidak ada, karena kegiatan pertambangannya juga belum ada.
Ia menyatakan, pertambangan yang dilakukan PT EMM ini tidak akan merusak lingkungan, karena perusahaan tetap komitmen akan menjaga kelestarian hutan.
"Hutan-hutan yang terkena kegiatan pertambangan akan ditanam kembali dan itu sudah ada jaminan kepada Pemerintah daerah berupa dana penghijauan," katanya.
Zen Zaeni menyatakan, sebelum melakukan kegiatan pertambangan, PT EMM sejak 2006 hingga 2009 melakukan berbagai kegiatan CSR kepada masyarakat sekitar dengan pemberdayaan ekonomi.
Kemudian, pada tahun 2012 hingga 2014 dihentikan, karena izin pertambangan mau ditingkatkan menjadi izin produksi, katanya.
Ia menyatakan, persiapan pembangunan konstruksi PT EMM baru akan dilakukan pada tahun 2020 hingga 2023 dan penerimaan tenaga kerja yang diperkirakan mencapai 1.000 orang dengan komposisi 60 - 65 persen tenaga kerja lokal.
Dikatakan, dari hasil penelitian, kandungan mineral yang akan dieksplorasi lebih banyak tembaga dari pada emas.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019