Bupati Aceh Barat Daya (Abdya) Akmal Ibrahim mengemukakan, tokoh masyarakat di daerahnya dulu menolak pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) Babahrot, karena dianggap hanya menguntungkan dirinya.

"Dulu DPR tolak, tokoh-tokoh (masyarakat) tolak, semua tolak hingga saya masuk penjara," katanya di Blangpidie, Kamis.

Bupati Akmal mengatakan hal tersebut ketika diwawancarai Antara terkait upaya pemerintah daerah dalam melanjutkan pembangunan PKS Babahrot, Kabupaten Abdya.

Seluruh petani kelapa sawit di Abdya sudah lama berharap agar proyek PKS milik pemerintah di Desa Lhok Gayo, Kecamatan Babahrot, segera dilanjutkan agar harga tandan buah segar (TBS) menjadi mahal di tingkat petani.  

Selain petani, anggota DPRK Abdya, Yusran Adek dalam rapat paripurna dua hari lalu juga meminta Pemkab Abdya dalam hal ini Bupati Akmal Ibrahim untuk melanjutkan pembangunan pabrik tersebut agar tidak menjadi besi tua.

Berdasarkan keterangan diperoleh, proses pembangunan PKS Babahrot tidak bisa dilanjutkan oleh Pemkab Abdya karena terdaftar sebagai aset Pemerintah Provinsi Aceh.

"Sekarang bagaimana kita lanjutkan pembangunan rumah orang. Kalau rumah mertua kita lain," kata Bupati Akmal Ibrahim saat bincang-bincang di AW Kupi Blangpidie.

Baca juga: Pemkab Abdya lanjutkan pembangunan PKS Babahrot

Akmal Ibrahim menjelaskan, proyek PKS yang terletak di Desa Lhok Gayo tersebut dibangun oleh pemerintah pada masa kepemimpinan pertama dirinya periode 2007-2012.

Proyek tersebut bagian dari anggaran provinsi, sehingga terakreditasikan sebagai aset Pemerintah Aceh.

"Seluruh proyek yang dibangun dengan dana provinsi di Kabupaten Abdya semua diserahkan ke Abdya ketika periode pertama saya. Kecuali pabrik sawit," tutur Akmal.

Menurut Akmal, pihak provinsi kala itu tidak berani menyerahkan aset PKS ke Pemkab Abdya, karena adanya upaya penolakan dari DPR dan sejumlah tokoh masyarakat.

Penolakan tersebut terjadi karena mereka mengangap kehadiran pabrik kelapa sawit di Kabupaten Abdya hanya menguntungkan dirinya lantaran ada memilik kebun sawit.

"Waktu itu DPR tolak, tokoh-tokoh tolak semua, hingga saya masuk penjara. Jadi, pemerintah provinsi tidak berani menyerahkan aset ini ke Abdya," ujar Akmal.

Apalagi, lanjut Akmal, Pemkab Abdya periode setelah dirinya tidak pernah menagih ke provinsi agar aset tersebut diserahkan ke Kabupaten Abdya.

Padahal, lahan (tanah) PKS tersebut milik (aset) Pemerintah Kabupaten Abdya dan bangunannya milik Pemerintah Provinsi Aceh.

Meskipun demikian, pembangunan PKS tersebut masih ada harapan untuk dilanjutkan kembali oleh pemerintah daerah, apalagi masa jabatan Akmal-Muslizar masih tersisa tiga tahun lagi.   

"Proses pemindahaan aset itu sekarang tinggal rekomendasi Gubenur Aceh dan persetujan DPRA. Jadi, masih ada harapan untuk kita lanjutkan," demikian Akmal Ibrahim.

Pewarta: Suprian

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019