Jakarta (Antaraaceh) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) meluncurkan DVR (Dinamic Voltage Restorer), alat yang mampu mencegah kerugian akibat kedip tegangan listrik di sektor industri.
"Bagi industri kedip tegangan listrik secara tiba-tiba meski hanya sepersekian detik bisa merugikan hingga miliaran rupiah," kata perekayasa sistem dari Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi BPPT Eka Rakhman Priandana di sela lokakarya tentang "Optimalisasi Pengoperasian Sistem Kelistrikan" di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, sektor industri sangat memerlukan pasokan listrik yang stabil untuk menjaga kelangsungan produksi, namun pasokan listrik seringkali mendapat gangguan dari sambaran petir atau bisa berasal dari sumber-sumber distorsi.
Ia mencontohkan akibat kedip tegangan itu adalah komputer yang tiba-tiba restart sehingga menghilangkan apa yang sedang dikerjakan serta rusaknya program hingga rusaknya hard disk dan komponen lainnya.
DVR, ujarnya, merupakan perangkat pengkompensasi tegangan sumber yang mengalami gangguan kualitas daya (sag/swell) dengan cara menginjeksi selisih tegangan referensi pada saluran menuju beban, supaya kualitas tegangan beban tetap stabil selama gangguan muncul.
Seperti halnya UPS (Uninterruptible Power Supply) yang berfungsi menjaga kualitas daya listrik, DVR juga memiliki fungsi sama dan dipasang di panel distribusi listrik setelah trafo sebelum listrik disebarkan ke mesin dan peralatan industri.
"Namun bedanya dengan UPS, DVR tak menggunakan banyak batere dengan ukuran besar-besar serta berharga sangat mahal karena DVR menggunakan sumber listrik yang disimpan dalam kapasitor, sehingga harganya bisa sepersepuluhnya. Selain itu UPS hanya untuk tegangan putus sedangkan DVR bisa untuk kedip tegangan," kata Eka.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Teknologi Energi BPPT Soni Solistia Wirawan, gangguan listrik yang dirasakan industri terbagi dalam beberapa kategori yakni yang pertama gangguan besar (surges dan transiet) yang sangat dirasakan industri kertas, dan kedua, gangguan interupsi pendek yang dirasakan industri farmasi, telkom, manufaktur, dan jasa perhotelan.
Kategori ketiga, lanjut dia, adalah gangguan kedip (interupsi sependek "milisecond") yang kerugiannya dirasakan industri manufaktur, kimia, makanan, tekstil, jasa perbankan dan semikonduktor.
"Beberapa industri dapat mengalami kerugian langsung sampai 10 persen dari pendapatan akibat interupsi ini. Sedangkan perkiraan biaya yang menurut tipe industri per kilo watt beban puncak tahunan pada industri tekstil antara Rp30 juta sampai Rp1,5 miliar, bahkan semakin besar untuk industri plastik, gelas, kertas, baja dan terbesar diderita industri semikonduktor sampai Rp150 miliar," katanya.
Solusi yang diberikan BPPT adalah berupa tim yang melakukan analisis ke industri untuk menilai kualitas daya listriknya, pemecahannya bisa dengan mengatur beban dan memasang filter-filter, bisa juga dengan memasang DVR, tambah Eka.
Editor: Desy Saputra
COPYRIGHT © 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014
"Bagi industri kedip tegangan listrik secara tiba-tiba meski hanya sepersekian detik bisa merugikan hingga miliaran rupiah," kata perekayasa sistem dari Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi BPPT Eka Rakhman Priandana di sela lokakarya tentang "Optimalisasi Pengoperasian Sistem Kelistrikan" di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, sektor industri sangat memerlukan pasokan listrik yang stabil untuk menjaga kelangsungan produksi, namun pasokan listrik seringkali mendapat gangguan dari sambaran petir atau bisa berasal dari sumber-sumber distorsi.
Ia mencontohkan akibat kedip tegangan itu adalah komputer yang tiba-tiba restart sehingga menghilangkan apa yang sedang dikerjakan serta rusaknya program hingga rusaknya hard disk dan komponen lainnya.
DVR, ujarnya, merupakan perangkat pengkompensasi tegangan sumber yang mengalami gangguan kualitas daya (sag/swell) dengan cara menginjeksi selisih tegangan referensi pada saluran menuju beban, supaya kualitas tegangan beban tetap stabil selama gangguan muncul.
Seperti halnya UPS (Uninterruptible Power Supply) yang berfungsi menjaga kualitas daya listrik, DVR juga memiliki fungsi sama dan dipasang di panel distribusi listrik setelah trafo sebelum listrik disebarkan ke mesin dan peralatan industri.
"Namun bedanya dengan UPS, DVR tak menggunakan banyak batere dengan ukuran besar-besar serta berharga sangat mahal karena DVR menggunakan sumber listrik yang disimpan dalam kapasitor, sehingga harganya bisa sepersepuluhnya. Selain itu UPS hanya untuk tegangan putus sedangkan DVR bisa untuk kedip tegangan," kata Eka.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Teknologi Energi BPPT Soni Solistia Wirawan, gangguan listrik yang dirasakan industri terbagi dalam beberapa kategori yakni yang pertama gangguan besar (surges dan transiet) yang sangat dirasakan industri kertas, dan kedua, gangguan interupsi pendek yang dirasakan industri farmasi, telkom, manufaktur, dan jasa perhotelan.
Kategori ketiga, lanjut dia, adalah gangguan kedip (interupsi sependek "milisecond") yang kerugiannya dirasakan industri manufaktur, kimia, makanan, tekstil, jasa perbankan dan semikonduktor.
"Beberapa industri dapat mengalami kerugian langsung sampai 10 persen dari pendapatan akibat interupsi ini. Sedangkan perkiraan biaya yang menurut tipe industri per kilo watt beban puncak tahunan pada industri tekstil antara Rp30 juta sampai Rp1,5 miliar, bahkan semakin besar untuk industri plastik, gelas, kertas, baja dan terbesar diderita industri semikonduktor sampai Rp150 miliar," katanya.
Solusi yang diberikan BPPT adalah berupa tim yang melakukan analisis ke industri untuk menilai kualitas daya listriknya, pemecahannya bisa dengan mengatur beban dan memasang filter-filter, bisa juga dengan memasang DVR, tambah Eka.
Editor: Desy Saputra
COPYRIGHT © 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014