Meulaboh (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Nurchalis meminta kepada Pemerintah Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, agar dapat menghadirkan kembali layanan jasa penerbangan pesawat udara berjadwal ke Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya, Aceh, setelah salah satu maskapai menghentikan layanan operasional sejak Oktober 2024 lalu.
“Dampak tidak adanya pesawat udara ke Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya, telah menyebabkan iklim investasi terganggu, karena para investor enggan ke barat Aceh karena tidak ada lagi layanan transportasi pesawat udara berjadwal,” kata Nurchalis kepada ANTARA di Meulaboh, Aceh Barat, Senin.
Menurutnya, kehadiran pesawat udara berjadwal yang selama ini dilayani selama empat kali sepekan, yaitu Senin, Rabu, Jumat dan Minggu sangat membantu pelaku usaha dan masyarakat di wilayah pantai barat selatan Aceh untuk beraktivitas termasuk melakukan aktivitas bisnis.
Baca juga: Pemkab jajaki Citilink buka penerbangan ke Nagan Raya, ini alasannya
Namun dengan tidak adanya penerbangan pesawat udara berjadwal ke Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya, maka saat ini banyak pelaku usaha dan masyarakat harus terbang melalui Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar.
Selain harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, dampak tidak adanya pesawat udara juga telah menyebabkan aktivitas ekonomi masyarakat ikut terdampak.
Tiket terlalu mahal
Nurchalis mengakui, berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat dan sumber terpercaya, dampak dari tidak banyaknya masyarakat yang selama ini menggunakan layanan jasa pesawat udara melalui Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya, Aceh karena mahalnya harga jual tiket pesawat.
Ia menyebutkan, untuk penerbangan dari Nagan Raya (Meulaboh/MEQ) menuju ke Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara (KNO), harga tiket yang dijual oleh satu-satunya maskapai yang melayani penerbangan ke daerah ini sebesar Rp1,4 jutaan untuk satru orang penumpang.
Sedangkan sebaliknya dari Kualanamu (KNO) ke Meulaboh (MEQ) melalui Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya, Aceh yaitu dijual paling murah sebesar Rp1,4 juta hingga Rp1,5 juta per penumpang dengan lama penerbangan sekitar 50 menit untuk sekali terbang.
“Artinya, kalau harga tiket mahal seperti ini, pasti akan menyulitkan masyarakat untuk menggunakan pesawat udara, dan memilih terbang melalui Bandara SIM Aceh Besar,”: katanya.
Padahal, kata Nurchalis, pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya menurunkan harga jual tiket pesawat dengan memberikan sejumlah kompensasi kepada maskapai, agar dapat menurunkan harga jual tiket pesawat ke masyarakat, guna memudahkan mobilitas warga.
Namun anehnya, kata dia, maskapai yang melayani pesawat udara ke wilayah pantai barat selatan Aceh, justru menaikkan harga tiket dengan harga tinggi, sehingga berdampak menurunnya penumpang lalu kemudian maskapai meniadakan penerbangan.
Oleh karena itu, Nurchalis meminta kepada Pemkab Nagan Raya dan Dinas Perhubungan Aceh, agar dapat menangani persoalan ini, sehingga ke depan masyarakat di wilayah pantai barat dan selatan Aceh, dapat kembali menikmati kemudahan menggunakan jasa transportasi pesawat udara yang lebih murah dan tidak memberatkan konsumen.
“Kami juga minta pemerintah pusat agar dapat turun tangan mengatasi persoalan yang terjadi di Aceh khususnya terkait persoalan mahalnya tiket pesawat udara, dan tidak ada lagi pesawat udara di Bandara Cut Nyak Dhien Nagan Raya,” kata Nurchalis.
Baca juga: Wings Air kurangi penerbangan menjadi dua kali sepekan ke Nagan Raya