Pekerja Pertamina Wilayah Aceh yang tergabung dalam SPP UPMS I Medan meminta agar Pemerintah tetap mempertahankan proses bisnis LNG pada PERTAMINA tetap dikelola 100 persen oleh perusahaan tersebut karena seluruh keuntungannya digunakan untuk kemakmuran rakyat.

"Kami minta Pemerintah untuk menghentikan segala upaya pengalihan proses bisnis LNG yang dilakukan melalui Holding Migas ke PGN karena menyebabkan potensi kerugian negara karena kepemilikan saham publik ( Pengusaha Swasta/Lokal/Asing) di PGN sebesar 43,04 persen," kata Korwil SPP UPMS I Medan, Aceh, Zikrul Amar di Aceh Besar, Senin.

Pernyataan itu disampaikannya di sela-sela membacakan petisi tertulis Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang berlangsung di TBBM Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar terkait sikap pekerja perusahaan tersebut untuk mempertahankan agar bisnis LNG tetap 100 persen dilakukan oleh PT Pertamina.

Ia menjealskan Bisnis LNG merupakan bisnis masa depan perusahaan yang harus dijaga eksistensinya sehingga negara akan mendapatkan 100 persen keuntungan yang digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.  

Menurut dia pengalihan bisnis gas existing, LNG existing, Jargas, dan SPBG dari Pertamina ke PGN akan menyebabkan potensi kerugian negara karena kepemilikan saham publik (Pengusaha Swasta/Lokal/Asing) di PGN sebesar 43,04 persen.

"Pemerintah Republik Indonesia wajib mempertahankan proses bisnis LNG pada PERTAMINA yang keuntungannya 100 persen untuk kemakmuran rakyat di mana saham 100 persen milik negara," katanya.

Kemudian pihaknya juga meminta Pemerintah Republik Indonesia (cq. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) untuk memastikan PERTAMINA dapat menyusun program kerja rencana Bisnis LNG yang mendukung Security of Supply Nasional baik jangka pendek ataupun jangka panjang karena proses bisnis LNG yang bersifat jangka panjang untuk tetap menjaga kedaulatan energi nasional.

Pihaknya juga menyayangkan atas keputusan Pemerintah yang memperpanjang kontrak pengelolaan blok Corridor kepada kontraktor eksisting, yaitu ConocoPhillips untuk 20 tahun kedepan mulai tahun 2023.

Pihaknya menilai keputusan tersebut telah melanggar Permen ESDM nomor 15 tahun 2015 setelah Permen ESDM nomor 23 tahun 2018 dibatalkan oleh hasil gugatan FSPPB ke Mahkamah Agung pada November 2018. 

Menurut dia semua kebijakan Kementerian ESDM harusnya berpedoman pada Permen ESDM nomor 30 tahun 2016 dan Permen ESDM nomor 15 tahun 2015 yang memberikan hak istimewa kepada Pertamina untuk menjadi operator blok migas yang akan berakhir kontrak kerja samanya. 

"Pemerintah juga harus mempertimbangkan alasan-alasan kenapa harus menunjuk Pertamina 100 persen dalam pengelolaan blok migas terminasi antara lain memperbesar kontribusi NOC dalam produksi migas nasional sehingga meningkatkan ketahanan dan kedaulatan energi dan Pertamina adalah BUMN, yang berarti 100 persen keuntungan akan masuk ke negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," katanya.

FSPPB  mendesak pemerintah untuk membatalkan keputusan perpanjangan Kontrak Kerja Sama Wilayah Kerja Blok Corridor kepada Conoco Phillips selanjutnya memberikan 100 persen hak pengelolaannya kepada PT Pertamina (Persero).

Para pekerja juga meminta Kementerian BUMN segera mengganti Direktur Utama dan Direktur Hulu PT PERTAMINA (Persero) karena dinilai gagal merebut blok Corridor.

Ia menambahkan pihaknya siap menjalankan instruksi FSPPB, jika tuntutan yang telah disampaikan secara nasional tersebut tidak dipenuhi oleh Pemerintah.

Selain membacakan petisi FSPPB, sebagai wujud keprihatinan terhadap kebiajak yang telah dikeluarkan tersebut, SPP UPMS I Medan Korwil Aceh juga menggelar aksi doa bersama di lokasi kerja TBBM Kreung Raya yang diikuti belasan pekerja.

Pewarta: M Ifdhal

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019