Partai Aceh meminta pemerintah pusat agar konsisten dan berkomitmen memenuhi sejumlah poin nota kesepahaman atau MoU Helsinki dan UUPA yang belum terealisasi di antaranya penyediaan lahan bagi mantan kombatan GAM.

"Tuntutan ini berpijak pada landasan konstitusional, hasil kesepakatan para pihak, antara GAM dengan Pemerintah Indonesia di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh (PA), H Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem didampinggi Sekjen PA H Kamaruddin Abu Bakar (Abu Razak) melalui Juru Bicara Partai Aceh H Muhammad Saleh di Banda Aceh, Kamis.

H Muhammad Saleh mengatakan usia perdamaian MoU Helsinki yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia. antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia pada 15 Agustus 2005 sudah memasuki usia 14 tahun. 

Semua kesepakatan perjanjian tersebut tidak hanya menjadi energi positif untuk terus merawat perdamaian Aceh. Sebaliknya  akan menjadi “bara api” jika tidak terwujud sebagaimana mestinya.

Sebab, masih ada sejumlah poin MoU dan UUPA yang tersisa atau belum terwujud seluruhnya. Begitu pun, perdamaian yang terwujud di Aceh, telah berjalan ke arah pembangunan Aceh berkelanjutan. 

"Karena itu, menjadi tanggung jawab seluruh elemen rakyat Aceh dan pemerintah Indonesia, untuk merawatnya secara abadi. Termasuk partai politik nasional yang memiliki keterwakilan di Aceh," kata dia.

Menurut Mualem, pengalaman dan pembelajaran pembangunan perdamaian Aceh telah mengantar Aceh memasuki era kemajuan berperadaban. Kendati masih terus berproses serta masih adanya poin-poin nota kesepahaman Helsinki dan turunannya melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh belum sepenuhnya terealisasi.

Namun demikian tren pembangunan perdamaian Aceh menunjukkan arah positif, baik dari segi sosial budaya, ekonomi maupun politik, meski masih menyisakan ruang persoalan yang cukup besar. Nah, dengan kerja keras dan kegigihan itu, dijangkakan dalam waktu 5-10 tahun ke depan kita dapat memasuki era kegemilangan Aceh, kata Mualem.

Sebagai kilas balik, sebut Mualem, ada beberapa hal yang dapat diambil hikmah untuk dijadikan pembelajaran. GAM dan Pemerintah Republik Indonesia, di depan masyarakat Internasional, telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman. 

Hasilnya, sikap dan perilaku yang ditunjukkan GAM untuk mundur selangkah dan sikap pemerintah Republik Indonesia yang mau maju selangkah, telah menghasilkan perdamaian yang hakiki. 

Itu sebabnya, perjuangan bersenjata ke politik dengan mendirikan Partai Aceh, merupakan komitmen GAM mentransformasikan nilai dan etika perjuangan, tidak mengedepankan kepentingannya sepihak dan memiliki langkah politik masa depan Aceh yang maju.

Di sisi lain, sebut Mualem, harus diakui, rangkuman dari hasil perjuangan GAM telah menjadikan Aceh sebagai sebuah otoritas yang lebih kuat dan besar serta memiliki dana kompensasi yang layak. Semua itu adalah hasil perjuangan GAM sebagai sebuah manifestasi perjuangan rakyat Aceh.
 
"Keberadaan Partai Aceh telah melahirkan sebuah bentuk perwujudan konkret dari semangat membangun Aceh bermartabat. Regulasi yang  dilahirkan juga merupakan bentuk nyata mewujudkan kepentingan Aceh," pungkas Mualem. 
 

Pewarta: M.Haris Setiady Agus

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019