Antaraaceh.com/Ampelsa
Banda Aceh, 8/1 (Antara) - Pepatah yang mengatakan "tidak mungkin bisul itu tumbuh ditempat yang sama" itu akrab terdengar setelah kawasan pesisir Aceh luluh-lantak dihantam dahsyatnya tsunami pada 26 Desember 2004.
Namun, pepatah itu pula agaknya telah dibuktikan sebagian masyarakat Aceh yang hingga kini masih menjadikan kawasan pantai tidak hanya tempat tinggal, tapi juga sumber ekonominya.
Setelah sembilan tahun tsunami berlalu, rumah-rumah dan tempat usaha di pesisir pantai di Aceh tumbuh dan perekonomian masyarakat pun menggeliat meski terkadang kurang memberi dampak kepada peningkatan kesejahteraan nelayan.
Di Kota Banda Aceh, misalnya di kawasan Lampulo dan Ulee Lheue yang merupakan wilayah terparah kehancuran akibat bencana tsunami sembilan tahun lalu kini sudah tumbuh menjadi pemukiman padat, aktivitas ekonomi masyarakat pun tergolong tinggi.
Karena tingginya aktivitas ekonomi di wilayah pesisir membuat pemerintah optimistis pertumbuhan investasi masa depan Aceh akan lebih baik dan maju yang akan dimulai dari wilayah pesisir dengan andalannya sektor perikanan.
Rasa optimistis itu tentunya bukan tidak beralasan sebab potensi bidang kelautan dan perikanan di perairan Aceh masih cukup besar karena selama ini hanya tergarap minimal dikarenakan keterbatasan sumberdaya nelayan dan alat tangkap yang terbatas.
Oleh karena itu, Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengajak para pengusaha untuk menanamkan investasinya di bidang kelautan dan perikanan karena potensi sektor tersebut masih cukup potensial dikembangkan di provinsi itu.
"Kalangan dunia usaha, saya mengajak untuk mau berinvestasi bidang kelautan dan perikanan, mengingat sektor ini sangat berpotensi untuk kita kembangkan dalam upaya meningkatkan perekonomian Aceh dimasa mendatang," katanya menambahkan.
Gubernur menyadari bahwa pembangunan ekonomi Aceh tidak dapat hanya mengandalkan dari dana APBN, APBA, maupun APBK.
"Peran swasta dalam bentuk investasi, baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri sangat diharapkan. Untuk mempercepat realisasi investasi di Aceh, kami akan memberikan beberapa kemudahan baik yang berbentuk fiskal maupun non fiskal," katanya menjelaskan.
Zaini menjelaskan kemudahan yang akan diberikan pemerintah kepada investor dalam bentuk fiskal yakni berupa pembebasan dari segala jenis pajak maupun sewa lahan selama lima tahun, termasuk retribusi lainnya.
Sementara dalam bentuk non fiskal, Pemerintah Aceh akan memberikan kemudahan bagi investor sektor kelautan dan perikanan yakni dalam pelayanan perizinan, informasi dan jaminan keamanan serta kenyamanan dalam berinvestasi.
Gubernur juga meminta kepada para Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh untuk meningkatan investasi melalui peningkatan pelayanan kepada para investor yang ingin berinvestasi di provinsi ini.
"Hindari birokrasi yang berbelit-belit dan menghambat investasi. Terhadap regulasi yang menghambat investasi agar segera direvisi dalam upaya peningkatan investasi di Aceh," katanya menambahkan.
Tujuan meningkatkan investas yakni sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Aceh secara menyeluruh.
"Karenanya saya bangga kepada pihak yang telah berinvestasi di kawasan industri perikanan di Lampulo sehingga tetap berjalan lancar seperti yang diharapkan," kata gubernur menjelaskan.
Potensi perikanan laut daerahnya sekitar 1,8 juta ton/tahun, namun baru tergarap 10 persen sebab nelayan kekurangan sarana dan prasarana.
"Dengan perairan laut seluas itu, tapi selama ini kita hasilkan baru sebesar 170 ribu ton/tahun atau sekitar 10 persen dari potensinya. Banyak yang belum tergarap," kata gubernur Aceh Zaini Abdullah.
Aceh dengan luas perairan laut mencapai 295 ribu km2 yang meliputi Samudara Hindia (bagian barat), Selat Malaka (sebelah timur), dan Laut Andaman (sebelah utara).
"Artinya, potensi produk perikanan laut atau kekayaan laut lainnya di Aceh itu melimpah, namun hingga kini belum tergarap secara optimal," kata Gubernur.
Ia menjelaskan dalam upaya mendorong peningkatan usaha perikanan laut Aceh, secara bertahap pemerintah telah menyediakan 40 unit kapal penangkap ikan dengan daya jelajah tinggi berukuran 40 gross ton, dan operasionalnya diserahkan kepada komunitas nelayan di berbagai daerah.
"Penyediaan armada itu bertujuan untuk mendorong nelayan agar mampu menangkap ikan pelagis besar sebagai bahan baku industri perikanan di Aceh. Hasil tangkapan ituakan dipasarkan di Aceh, atau diolah melalui industri perikanan, kemudian diekspor," kata dia.
Oleh karena itu, Pemerintah Aceh juga akan mengembangkan pelabuhan laut potensial di berbagai daerah, salah satunya kawasan Lampulo.
Butuh Rp1,2 triliun
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Raihana mengatakan pembangunan pelabuhan perikanan di Lampulo, Banda Aceh, membutuhkan anggaran Rp1,2 triliun.
"Butuh anggaran Rp1,2 triliun untuk operasional maksimal pelabuhan perikanan di Lampulo dalam upaya menggantikan pelabuhan lama," kata dia menjelaskan.
Ia mengatakan, pelabuhan itu awalnya dibangun Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias pada 2006. Namun, pembangunannya hanya berupa dermaga, kolam pelabuhan dan sejumlah bangunan pendukung lainnya.
Anggaran yang sudah terserap untuk pembangunan pelabuhan tersebut mencapai Rp213 miliar. Selain dari BRR, sumber anggaran berasal dari APBA dan APBN. Anggaran sebesar itu hanya untuk pengoperasionalan minimal.
Ia mengatakan, rencana awal pelabuhan perikanan tersebut dibangun di atas lahan seluas 52 hektare dan kolam pelabuhan seluas 80 hektar. Akan tetapi, pembangunan belum seluruhnya tuntas.
Untuk kolam pelabuhannya saja, sebut dia, yang sudah bisa digunakan baru sekitar 10 hektare, sehingga butuh anggaran dan waktu untuk memperluaskan kolam pelabuhannya.
Jika nantinya pelabuhan perikanan tersebut selesai dibangun, maka kawasan Lampulo, Banda Aceh, bakal menjadi pusat industrialisasi perikanan di Provinsi Aceh, kata dia.
"Tapi, masih banyak yang harus dilakukan, terutama membangun fasilitas pelabuhan perikanan agar bisa berfungsi maksimal," kata Raihana
Lampulo, menurutnya sangat potensial dijadikan sebagai pelabuhan perikanan berstandar internasional karena letaknya strategis yakni berhadapan dengan Samudera dan perairan bebas Lautan Hindia.
Kemudian strategisnya pelabuhan perikanan Lampulo juga akan menjadi andalan bagi kawasan pelabuhan ekspor lainnya seperti freeport Sabang, Malahayati Krueng Raya (Aceh Besar) dan Krueng Geukueh (Aceh Utara).
Para nelayan juga berharap pemerintah membangun berbagai fasilitas pendukung di pelabuhan Lampulo sehingga kawasan tersebut benar-benar dapat diwujudkan menjadi salah satu urat nadi perputaran ekonomi di wilayah barat Provinsi Aceh.
"Kita mengharapkan pemerintah membangun berbagai fasilitas pendukung yang memudahkan nelayan terutama saat boat merapat di dermaga," kata Sulaiman, seorang nelayan Lampulo.
Selain itu ia juga berharap pemerintah membantu pemberdayaan ekonomi nelayan tradisional sehingga upaya perbaikan nasib nelayan ke arah yang lebih baik bisa terwujud dimasa mendatang.
Namun, besar harapan dari aktivitas pelabuhan besar Lampulo yakni melalui pengembangan produk perikanan Aceh bisa lebih meningkat, sehingga geliat ekonomi nelayan semakin berkembang, sekaligus dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menanti Kebangkitan Ekonomi Aceh Dari Laut
Rabu, 8 Januari 2014 17:23 WIB