Kuala Simpang (ANTARA) - Kaum hawa dari wilayah Tenggulun, Kabupaten Aceh Tamiang, kembali mengikuti kegiatan Ruang Belajar Perempuan Leuser yang diselenggarakan Dinas Komunikasi Informasi dan Persandian (Diskominfosan) bekerja sama dengan lembaga NGO Hutan Alam Lingkungan Aceh (HAkA).
Anggota Komisi I DPRK Aceh Tamiang Jayanti Sari yang jadi pemantik kegiatan di Aceh Tamiang, Senin, menyatakan krisis lingkungan hidup sudah cukup parah di negeri ini, maka dibutuhkan peran perempuan untuk percepatan pemulihannya. Di mana, kaum hawa merupakan subjek yang paling terdampak dalam krisis lingkungan hidup tersebut.
“Bagi perempuan, bumi diidentikkan sebagai ibu, maka perempuan menjadi pihak yang paling menderita, sakit, cemas ketika ekosistem alam tempat mereka lahir, hidup, tinggal, tumbuh bergenerasi mengalami kerusakan,” kata Jayanti Sari.
Ruang belajar perempuan Leuser ini menurut Jayanti Sari dibangun untuk menguatkan gerak inisiatif perempuan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Harapannya mereka dapat mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan serta menguatkan ekonomi dan memperoleh keadilan ekologi seutuhnya.
“Harus ada pergerakan perempuan dari semua kelas generasi untuk berbuat dengan melakukan support system sesama perempuan, mengedukasi melalui media dan perempuan harus berani menyuarakan hak-hak perempuan,” ungkapnya.
Ketua Panleg DPRK Aceh Tamiang ini menambahkan salah satu usaha dalam pengenalan lingkungan hidup bagi perempuan yaitu melalui ekofeminisme. Paham Ekofeminisme pada kelas ruang belajar perempuan Leuser sangat perlu diberikan.
“Ekofeminisme sendiri lahir sebagai jawaban atas kebutuhan dalam usaha penyelamatan bumi yang berbasis pada kekhasan perempuan,” tambahnya.
Kepala Diskominfosan Aceh Tamiang Bastian melalui Kepala Seksi Bidang Data Neni Sriwahyuni memaparkan peserta ruang belajar perempuan Leuser merupakan kelompok perempuan produktif usia 15-50 tahun dengan durasi belajar 4-5 jam dalam seminggu.
Kegiatan ini akan berlangsung selama 20 kali pertemuan. Adapun proses belajar bersama diramu dengan berbagai metode dan menggunakan media kreatif.
Sementara itu lanjut Yuni, pemantik ruang belajar merupakan personal yang akan meramu dan meracik ruang belajar di sekolah ekologi perempuan Leuser.
Pemantik dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu fasilitator sebagai pemantik expert pada masing- masing isu yang terdiri dari tim HAkA, Forum Konservasi Leuser (FKL) dan intelektual organik yang merupakan tokoh personal dan kelembagaan yang memiliki pengalaman dan pengetahuan khusus.
Yuni menjelaskan perlu mendorong peran perempuan lokal sebagai motor pergerak lingkungan. Perempuan diyakini bisa melakukan pelestarian lingkungan yang dimulai dari diri sendiri, yaitu dengan hemat menggunakan air, mengelola sampah rumah tangga, kurangi penggunaan barang sekali pakai hingga mengurangi pemakaian deterjen.
“Termasuk mengontrol pembuangan air limbahnya, memanfaatkan perkarangan rumah dengan menanam komoditi kebutuhan rumah tangga serta mendidik dan memberikan nilai-nilai kepedulian lingkungan pada anak dan lingkungan sekitar,” ujarnya.