WWF Indonesia menggelar workshop pengembangan ekowisata gajah liar di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Jum'at.
Communication Officer WWF Indonesia, Chik Rini, kepada wartawan usai kegiatan workshop tersebut menyampaikan bahwa pihaknya dalam hal ini berupaya untuk mendorong pengembangan sektor ekowisata gajah liar pada kawasan yang selama ini mengalami konflik gajah seperti di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Bireuen, sebagai solusi terhadap masalah yang terjadi.
Menurut Rini, desa-desa yang selama ini menjadi jalur pergerakan kawanan gajah liar punya peluang untuk mengembangkan sektor ekowisata tersebut agar masalah konflik gajah yang selama ini terjadi dapat diubah menjadi potensi pendapatan ekonomi bagi masyarakatnya.
"Ketika keberadaan gajah di desa bisa memberi keuntungan kepada masyarakat di desa itu, diharap masyarakat nantinya bisa lebih menerima keberadaan gajah ini tanpa takut rugi kebunnya rusak. Karena ekowisata sudah menjadi sumber ekonomi alternatif," tutur Chik Rini.
Dia mengatakan ada empat desa di rute DAS Pesangan yang selama ini mengalami konflik gajah dan telah didampingi oleh WWF Indonesia sejak tahun 2015, kini mulai tertarik untuk mencoba pengembangan sektor wisata minat khusus tersebut.
Keempat desa tersebut masing-masing adalah Desa Karang Ampar dan Desa Bergang di Kabupaten Aceh Tengah, Desa Arul Gading di Kabupaten Bener Meriah, dan Desa Pante Peusangan di Kabupaten Bireuen.
"Jadi masyarakat di empat desa ini kan sudah lama mengalami konflik gajah. Kita di WWF sudah dari 2015 mendampingi mereka, bagaimana mencoba mitigasi konflik, mengurangi dampak, dan melatih tim-tim di desa. Nah salah satu solusi yang sama-sama kita cari jalan keluarnya saat ini yaitu peluang untuk pengembangan ekowisata ini," ujarnya.
Rini mengatakan pihaknya selama ini sudah memfasilitasi masyarakat di empat desa tersebut untuk mengkaji potensi jika program ekowisata tersebut dikembangkan di masing-masing desa.
Menurutnya, masyarakat di masing-masing desa sudah sepakat untuk menjalankan program tersebut dengan memanfaatkan dana desa dan menjadikannya bagian dari kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa.
"Kita memfasilitasi mereka. Dan setelah mereka susun potensi wisata di desa mereka ternyata tidak hanya gajah liar, potensi desa mereka ternyata lebih dari itu, mereka punya alam yang bagus, kehidupan budaya mereka juga unik, dan ada kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat yang juga menarik dari sisi wisata," sebut Rini.
Karena itu, kata dia, pihaknya kemudian memfasilitasi workshop di Takengon hari ini dengan mengundang pihak-pihak terkait dari pemerintah daerah setempat untuk bisa memaparkan hasil penyusunan rencana pengembangan ekowisata gajah liar yang telah disusun oleh masyarakat di empat desa tersebut.
"Ini lho ide masyarakat, mereka punya perencanaan ini, mereka sudah berbicara intens, dan mereka ingin mendapat dukungan. Mereka bisa menjalankan," tuturnya.
Rini mengatakan jika program ekowisata ini berhasil diterapkan di empat desa tersebut maka akan menjadi yang pertama di Indonesia.
Namun menurutnya, di sejumlah negara, kegiatan ekowisata gajah liar sudah lama dikembangkan dan terbukti sukses menarik minat kunjungan wisatawan.
"Di banyak negara kesuksesan untuk ekowisata gajah liar itu sudah lama sekali. Nah saya pikir kita harus melihat ini, ketika pasar di dunia untuk wisata itu ada, kenapa gak ngambil peluang itu, gitu. Sehingga satwa ini pada akhirnya memberi manfaat untuk masyarakat," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
Communication Officer WWF Indonesia, Chik Rini, kepada wartawan usai kegiatan workshop tersebut menyampaikan bahwa pihaknya dalam hal ini berupaya untuk mendorong pengembangan sektor ekowisata gajah liar pada kawasan yang selama ini mengalami konflik gajah seperti di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Bireuen, sebagai solusi terhadap masalah yang terjadi.
Menurut Rini, desa-desa yang selama ini menjadi jalur pergerakan kawanan gajah liar punya peluang untuk mengembangkan sektor ekowisata tersebut agar masalah konflik gajah yang selama ini terjadi dapat diubah menjadi potensi pendapatan ekonomi bagi masyarakatnya.
"Ketika keberadaan gajah di desa bisa memberi keuntungan kepada masyarakat di desa itu, diharap masyarakat nantinya bisa lebih menerima keberadaan gajah ini tanpa takut rugi kebunnya rusak. Karena ekowisata sudah menjadi sumber ekonomi alternatif," tutur Chik Rini.
Dia mengatakan ada empat desa di rute DAS Pesangan yang selama ini mengalami konflik gajah dan telah didampingi oleh WWF Indonesia sejak tahun 2015, kini mulai tertarik untuk mencoba pengembangan sektor wisata minat khusus tersebut.
Keempat desa tersebut masing-masing adalah Desa Karang Ampar dan Desa Bergang di Kabupaten Aceh Tengah, Desa Arul Gading di Kabupaten Bener Meriah, dan Desa Pante Peusangan di Kabupaten Bireuen.
"Jadi masyarakat di empat desa ini kan sudah lama mengalami konflik gajah. Kita di WWF sudah dari 2015 mendampingi mereka, bagaimana mencoba mitigasi konflik, mengurangi dampak, dan melatih tim-tim di desa. Nah salah satu solusi yang sama-sama kita cari jalan keluarnya saat ini yaitu peluang untuk pengembangan ekowisata ini," ujarnya.
Rini mengatakan pihaknya selama ini sudah memfasilitasi masyarakat di empat desa tersebut untuk mengkaji potensi jika program ekowisata tersebut dikembangkan di masing-masing desa.
Menurutnya, masyarakat di masing-masing desa sudah sepakat untuk menjalankan program tersebut dengan memanfaatkan dana desa dan menjadikannya bagian dari kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa.
"Kita memfasilitasi mereka. Dan setelah mereka susun potensi wisata di desa mereka ternyata tidak hanya gajah liar, potensi desa mereka ternyata lebih dari itu, mereka punya alam yang bagus, kehidupan budaya mereka juga unik, dan ada kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat yang juga menarik dari sisi wisata," sebut Rini.
Karena itu, kata dia, pihaknya kemudian memfasilitasi workshop di Takengon hari ini dengan mengundang pihak-pihak terkait dari pemerintah daerah setempat untuk bisa memaparkan hasil penyusunan rencana pengembangan ekowisata gajah liar yang telah disusun oleh masyarakat di empat desa tersebut.
"Ini lho ide masyarakat, mereka punya perencanaan ini, mereka sudah berbicara intens, dan mereka ingin mendapat dukungan. Mereka bisa menjalankan," tuturnya.
Rini mengatakan jika program ekowisata ini berhasil diterapkan di empat desa tersebut maka akan menjadi yang pertama di Indonesia.
Namun menurutnya, di sejumlah negara, kegiatan ekowisata gajah liar sudah lama dikembangkan dan terbukti sukses menarik minat kunjungan wisatawan.
"Di banyak negara kesuksesan untuk ekowisata gajah liar itu sudah lama sekali. Nah saya pikir kita harus melihat ini, ketika pasar di dunia untuk wisata itu ada, kenapa gak ngambil peluang itu, gitu. Sehingga satwa ini pada akhirnya memberi manfaat untuk masyarakat," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019