Ratusan warga Desa Rayek Kareung Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh melakukan aksi demo di kantor desa setempat, Rabu, dan mendesak aparat untuk mengusut dugaan penyelewengan dana desa.
Warga berbondong-bondong datang menuju kantor desa dengan membawa spanduk yang bertuliskan "Kami masyarakat Desa Rayek Kareung meminta polisi mengurus dana desa Rp1,4 miliar yang hingga saat ini belum menerima laporan tersebut. Kami menduga dana yang lebih tersebut belum dikembalikan ke khas desa" dan poster yang bertuliskan kata-kata unik.
Itu merupakan bentuk ekspresi para warga kepala desa yang diduga tidak transparan terhadap pengelolaan dana desa tersebut.
Salah seorang warga, Mulyadi mengatakan selama ini Kepala Desa Rayek Kareung telah membohongi warga terkait pengelolaan dana desa anggaran tahun 2019. Warga juga mempertanyakan sisa anggaran yang digunakan untuk pembangunan desa.
"Kepolisian harus mengusut dana desa sebesar Rp1,4 miliar, karena banyak anggaran yang tersisa dari pembangunan desa, namun hingga saat belum juga dikembalikan ke khas desa, jadi kami menduga hal tersebut ada indikasi telah terjadi penyimpangan di lapangan. Sampai saat ini kepala desa belum juga memperlihatkan lembar pertanggungjawaban (LPJ) dana desa anggaran tahun 2019," katanya.
Dirinya juga meminta agar petugas kepolisian serius menanggapi tuntutan warga Rayek Kareung untuk mengusut tuntas terkait dugaan telah terjadinya penyelewengan dana tersebut.
"Kedatangan masyarakat ke sini merupakan bentuk kekecewaan terhadap kepemimpinan kepala desa yang dianggap tidak transparan dan meminta petugas kepolisian agar dapat melakukan penyelidikan terkait dugaan penyelewengan dana desa itu," katanya.
Sementara itu, Camat Blang Mangat Ridha mengatakan demo dari warga Desa Rayek Kareung merupakan bentuk keraguan terhadap pengelolaan dana desa. Sebelumnya pihak kecamatan sudah mencoba memfasilitasi dalam upaya mediasi antara warga dan kepala desa.
"Dalam mediasi tersebut tidak mendapatkan titik temu, sehingga terjadi aksi demo hari ini. Kita sepenuhnya menerima apa yang telah menjadi tuntutan dari masyarakat, namun semua itu ada prosesnya, karena ada poin-poin yang belum disepakati," katanya.
Terkait LPJ yang diduga tidak transparan, Ridha menyebutkan hingga saat ini LPJ tersebut belum diserahkan pihak desa karena belum mencapai kesepakatan antara Tuha Peut dan kepala desa setempat.
"Jika LPJ tersebut sudah diserahkan, kita baru bisa mengkaji ulang isi LPJ itu," katanya.
Saat ditemui, Kepada Desa Rayek Kareung Ilyas Idris mengatakan awalnya saat membentuk susunan kegiatan pembangunan desa dari anggaran dana desa senilai Rp1,4 miliar bersama Tuha Peut lama sudah sesuai dengan aturan yang ada.
"Pada saat realisasi anggaran, telah terjadi pergantian Tuha Peut baru (sekarang). Namun Tuha Peut yang baru tidak mau menandatangani LPJ tersebut, karena mereka mengganggap penggunaan anggaran tersebut tidak jelas," katanya.
Dikatakan Ilyas, pihaknya telah mengadakan rapat bersama Tuha Peut terkait pembentukan susunan anggaran pembangunan desa. Dan pada rapat tersebut menghasilkan kesepakatan. Sehingga pembangunan dapat berjalan hingga pada penarikan dana desa tahap kedua.
"Permasalahan kembali mencuat saat pembangunan pada tahap penarikan anggaran tahap tiga, mereka menduga 19 item kegiatan tersebut merupakan fiktif, padahal bisa dilihat secara fisik semuanya ada," kata Ilyas.
Dirinya menduga bahwa Tuha Peut mencoba memprovokasi warga agar dapat menjatuhkannya dari jabatan kepala desa, sehingga menciptakan suasana seperti ini.
"Mereka memang ingin menjatuhkan saya dari jabatan kepala desa. Dan untuk diketahui bahwa dari awal saya mencalonkan diri sebagai kepala desa, mereka sudah tidak suka dengan saya. Padahal saya terpilih dari suara rakyat," katanya.
Dikatakannya, jika dugaan dari masyarakat terbukti telah terjadi penyelewengan dana desa, dirinya siap untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
"Saya siap diberhentikan dan diproses secara hukum jika saya terbukti seperti apa yang disangkakan kepada saya," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
Warga berbondong-bondong datang menuju kantor desa dengan membawa spanduk yang bertuliskan "Kami masyarakat Desa Rayek Kareung meminta polisi mengurus dana desa Rp1,4 miliar yang hingga saat ini belum menerima laporan tersebut. Kami menduga dana yang lebih tersebut belum dikembalikan ke khas desa" dan poster yang bertuliskan kata-kata unik.
Itu merupakan bentuk ekspresi para warga kepala desa yang diduga tidak transparan terhadap pengelolaan dana desa tersebut.
Salah seorang warga, Mulyadi mengatakan selama ini Kepala Desa Rayek Kareung telah membohongi warga terkait pengelolaan dana desa anggaran tahun 2019. Warga juga mempertanyakan sisa anggaran yang digunakan untuk pembangunan desa.
"Kepolisian harus mengusut dana desa sebesar Rp1,4 miliar, karena banyak anggaran yang tersisa dari pembangunan desa, namun hingga saat belum juga dikembalikan ke khas desa, jadi kami menduga hal tersebut ada indikasi telah terjadi penyimpangan di lapangan. Sampai saat ini kepala desa belum juga memperlihatkan lembar pertanggungjawaban (LPJ) dana desa anggaran tahun 2019," katanya.
Dirinya juga meminta agar petugas kepolisian serius menanggapi tuntutan warga Rayek Kareung untuk mengusut tuntas terkait dugaan telah terjadinya penyelewengan dana tersebut.
"Kedatangan masyarakat ke sini merupakan bentuk kekecewaan terhadap kepemimpinan kepala desa yang dianggap tidak transparan dan meminta petugas kepolisian agar dapat melakukan penyelidikan terkait dugaan penyelewengan dana desa itu," katanya.
Sementara itu, Camat Blang Mangat Ridha mengatakan demo dari warga Desa Rayek Kareung merupakan bentuk keraguan terhadap pengelolaan dana desa. Sebelumnya pihak kecamatan sudah mencoba memfasilitasi dalam upaya mediasi antara warga dan kepala desa.
"Dalam mediasi tersebut tidak mendapatkan titik temu, sehingga terjadi aksi demo hari ini. Kita sepenuhnya menerima apa yang telah menjadi tuntutan dari masyarakat, namun semua itu ada prosesnya, karena ada poin-poin yang belum disepakati," katanya.
Terkait LPJ yang diduga tidak transparan, Ridha menyebutkan hingga saat ini LPJ tersebut belum diserahkan pihak desa karena belum mencapai kesepakatan antara Tuha Peut dan kepala desa setempat.
"Jika LPJ tersebut sudah diserahkan, kita baru bisa mengkaji ulang isi LPJ itu," katanya.
Saat ditemui, Kepada Desa Rayek Kareung Ilyas Idris mengatakan awalnya saat membentuk susunan kegiatan pembangunan desa dari anggaran dana desa senilai Rp1,4 miliar bersama Tuha Peut lama sudah sesuai dengan aturan yang ada.
"Pada saat realisasi anggaran, telah terjadi pergantian Tuha Peut baru (sekarang). Namun Tuha Peut yang baru tidak mau menandatangani LPJ tersebut, karena mereka mengganggap penggunaan anggaran tersebut tidak jelas," katanya.
Dikatakan Ilyas, pihaknya telah mengadakan rapat bersama Tuha Peut terkait pembentukan susunan anggaran pembangunan desa. Dan pada rapat tersebut menghasilkan kesepakatan. Sehingga pembangunan dapat berjalan hingga pada penarikan dana desa tahap kedua.
"Permasalahan kembali mencuat saat pembangunan pada tahap penarikan anggaran tahap tiga, mereka menduga 19 item kegiatan tersebut merupakan fiktif, padahal bisa dilihat secara fisik semuanya ada," kata Ilyas.
Dirinya menduga bahwa Tuha Peut mencoba memprovokasi warga agar dapat menjatuhkannya dari jabatan kepala desa, sehingga menciptakan suasana seperti ini.
"Mereka memang ingin menjatuhkan saya dari jabatan kepala desa. Dan untuk diketahui bahwa dari awal saya mencalonkan diri sebagai kepala desa, mereka sudah tidak suka dengan saya. Padahal saya terpilih dari suara rakyat," katanya.
Dikatakannya, jika dugaan dari masyarakat terbukti telah terjadi penyelewengan dana desa, dirinya siap untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
"Saya siap diberhentikan dan diproses secara hukum jika saya terbukti seperti apa yang disangkakan kepada saya," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020