Mahkamah Agung Venezuela, yang didominasi oleh loyalis Maduro, menunjuk dewan tersebut pada pekan lalu. Pemimpin oposisi Juan Guaido menyebut badan pemilihan itu "palsu" dan mengatakan oposisi tidak akan mengakuinya.
Konstitusi Venezuela memberikan kekuasaan untuk menunjuk anggota dewan pemilihan pada Majelis Nasional, yang dipimpin Guaido, tetapi Mahkamah Agung memutuskan bahwa legislatif telah gagal melakukannya.
Amerika Serikat dan sebagian besar negara Barat lainnya mengakui Guaido sebagai pemimpin sah Venezuela, meskipun Maduro masih mengendalikan negara tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Maduro memanipulasi konstitusi Venezuela dan dewan baru akan gagal menerapkan persyaratan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan adil.
"Tanpa mengikuti proses ini, pemilihan yang mewakili kehendak rakyat tidak mungkin tercapai," kata Pompeo. "Langkah rezim dan Mahkamah Agung ini membawa Venezuela semakin jauh dari transisi demokrasi."
Dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu malam, koalisi oposisi Guaido mengatakan tidak ada kondisi untuk pemilihan yang menjamin transparansi, kepercayaan dan kebebasan publik, termasuk dewan pemilihan yang "dapat dipercaya".
Dewan baru pun menggelar sesi pertama pada hari Senin, sebagaimana ditayangkan di saluran televisi negara, meskipun tidak memberikan rincian tentang proses pemilihan yang akan datang.
Mahkamah Agung, pada Senin malam, mengeluarkan putusan yang menobatkan sejumlah pemimpin baru untuk partai oposisi Aksi Demokrat. Langkah itu dikecam pihak oposisi dan disebut sebagai upaya melumpuhkan musuh-musuh Maduro dalam pemilihan mendatang.
"Ini mengungkapkan rencana rezim untuk menyesuaikan ... simbol dan logo kekuatan demokrasi untuk melegitimasi pertunjukan pemilihan mereka," tulis kantor pers Guaido melalui Twitter.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020