LSM Jaringan Anti Korupsi Gayo (Jang-Ko) menyoroti pembentukkan Panitia Khusus (Pansus) oleh DPRK Aceh Tengah terkait upaya perdamaian antara Bupati dan Wakil Bupati setempat.
Koordinator Jang-Ko Maharadi mengatakan dalam hal ini pihak DPRK telah melampaui kewenangannya.
"DPRK Aceh Tengah offside dengan telah memaksakan kehendak yang bukan merupakan bagian dari kewenangannya," kata Maharadi di Takengon, Rabu.
Menurut Maharadi kerja tim Pansus tersebut dengan agenda berpergian sampai ke luar daerah juga dinilai hanya buang waktu dan anggaran saja.
"Surat Tugas bernomor 218/2020 tertanggal 15 Juni 2020 adalah bukti, apa hubungannya pemberangkatan 10 orang anggota tim Pansus DPRK Aceh Tengah ke Kota Lhokseuemawe dan Kota Banda Aceh dengan agenda konsultasi dalam upaya perdamaian Bupati Dan Wakil Bupati Aceh Tengah," sebut Maharadi.
Aktivis ini menyebut apa yang dilakukan oleh tim Pansus tersebut sangat tidak relevan dengan target upaya damai yang sedang diperjuangkan.
"Dengan pihak mana sajakah mereka berkonsulitasi, lalu apa urusannya dengan perdamaian. Sungguh nalar kita sebagai publik di Aceh Tengah sedang diulek oleh Wakil kita ini," ujarnya.
"Ini kan buang-buang uang saja, mengakali anggaran Pansus saja. Padahal upaya perdamaian sudah dilakukan oleh Mendagri melalui Plt Gubernur," kata dia lagi.
Dalam persoalan ini Maharadi berpendapat bahwa setelah pihak Bupati Shabela Abubakar membuat laporan ke polisi, maka seharusnya masalah tersebut sudah menjadi ranah dan kewenangan penegak hukum, tanpa harus dicampuri lagi oleh pihak-pihak lain.
"DPRK Aceh Tengah harus tau diri mengambil posisi dan peran dalam konflik ini. Peran mereka haruslah sesuai dengan fungsi dan tujuan DPR dibentuk dalam undang-undang. Jagan sibuk mengurusi hal yang bukan urusannya, padahal kewajiban sendiri juga belum terlaksana dengan baik," cetus Maharadi.
Dia meminta DPRK Aceh Tengah agar memperkuat perannya saja dalam tata kelola di pemerintahan daerah khususnya dalam hal mendengarkan aspirasi rakyat.
Menurutnya peran DPRK dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat juga masih harus dioptimalkan lagi.
"Jikapun konflik ini memang dirasa mengganggu pelayanan pemerintahan maka DPRK Aceh Tengah harusnya menegur bahkan membuat keputusan pemberhentiaan keduanya melalui hak angket atau interpelasi dewan," ucap Maharadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
Koordinator Jang-Ko Maharadi mengatakan dalam hal ini pihak DPRK telah melampaui kewenangannya.
"DPRK Aceh Tengah offside dengan telah memaksakan kehendak yang bukan merupakan bagian dari kewenangannya," kata Maharadi di Takengon, Rabu.
Menurut Maharadi kerja tim Pansus tersebut dengan agenda berpergian sampai ke luar daerah juga dinilai hanya buang waktu dan anggaran saja.
"Surat Tugas bernomor 218/2020 tertanggal 15 Juni 2020 adalah bukti, apa hubungannya pemberangkatan 10 orang anggota tim Pansus DPRK Aceh Tengah ke Kota Lhokseuemawe dan Kota Banda Aceh dengan agenda konsultasi dalam upaya perdamaian Bupati Dan Wakil Bupati Aceh Tengah," sebut Maharadi.
Aktivis ini menyebut apa yang dilakukan oleh tim Pansus tersebut sangat tidak relevan dengan target upaya damai yang sedang diperjuangkan.
"Dengan pihak mana sajakah mereka berkonsulitasi, lalu apa urusannya dengan perdamaian. Sungguh nalar kita sebagai publik di Aceh Tengah sedang diulek oleh Wakil kita ini," ujarnya.
"Ini kan buang-buang uang saja, mengakali anggaran Pansus saja. Padahal upaya perdamaian sudah dilakukan oleh Mendagri melalui Plt Gubernur," kata dia lagi.
Dalam persoalan ini Maharadi berpendapat bahwa setelah pihak Bupati Shabela Abubakar membuat laporan ke polisi, maka seharusnya masalah tersebut sudah menjadi ranah dan kewenangan penegak hukum, tanpa harus dicampuri lagi oleh pihak-pihak lain.
"DPRK Aceh Tengah harus tau diri mengambil posisi dan peran dalam konflik ini. Peran mereka haruslah sesuai dengan fungsi dan tujuan DPR dibentuk dalam undang-undang. Jagan sibuk mengurusi hal yang bukan urusannya, padahal kewajiban sendiri juga belum terlaksana dengan baik," cetus Maharadi.
Dia meminta DPRK Aceh Tengah agar memperkuat perannya saja dalam tata kelola di pemerintahan daerah khususnya dalam hal mendengarkan aspirasi rakyat.
Menurutnya peran DPRK dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat juga masih harus dioptimalkan lagi.
"Jikapun konflik ini memang dirasa mengganggu pelayanan pemerintahan maka DPRK Aceh Tengah harusnya menegur bahkan membuat keputusan pemberhentiaan keduanya melalui hak angket atau interpelasi dewan," ucap Maharadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020