Redelong, Aceh (ANTARA) - Jaringan Anti Korupsi Gayo (Jang-Ko) mendesak Bupati Bener Meriah menghentikan sementara seluruh proses pembebasan lahan Waduk Keuroto.
Koordinator Jang-Ko Maharadi di Redelong Kamis mengatakan dana anggaran pembebasan lahan waduk tersebut sebaiknya dialihkan untuk percepatan penanganan COVID-19 di daerah itu.
Selain itu Maharadi menyebut ada dugaan terjadinya maladministrasi dalam proses pembebasan lahan tersebut sehingga lebih baik dihentikan.
"Tim pedelegasian kewenangan pengadaan tanah oleh Bupati Bener Meriah tidak mengindahkan surat keputusan Gubernur Aceh Nomor 590/ 1770/2019 berserta surat keputusan Gubernur Aceh Nomor: 611.1/BP2T/3027/2012," sebut Maharadi.
Maharadi menjelaskan secara administrasi wilayah yang terdampak langsung pembangunan Waduk Keuroto adalah Desa Rusip dan Desa Tembolon jika berdasarkan Surat keputusan Gubernur Aceh dan data Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) pembangunan Waduk Keureuto secara spesifik.
"Jadi sama sekali tidak masuk wilayah Mesidah. Syarat AMDAL yang disusun haruslah sesuai dengan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh," kata Maharadi.
Aktivis anti korupsi ini menyebut bahwa tim pengadaan pembebasan lahan Waduk Keuroto hingga saat ini tidak terbuka dan transparan.
Karena itu dia menduga jika proses pembebasan lahan tersebut tetap dilanjutkan maka kemungkinan akan terjadi maladministrasi sehingga dikhawatirkan memunculkan potensi kerugian negara.
"Sederhana sekali untuk menemukan kerugian negaranya jika Pemda Bener Meriah tetap ngotot membayar pembebasan lahan di luar ketentuan surat Gubernur Aceh dan ketentuan dalam dokumen AMDAL," ucapnya.
"Potensi korupsi pada pembebasan lahan ini juga sangat terbuka, ketika banyaknya pertentangan antara dokumen AMDAL, surat-surat dari Gubernur Aceh, dengan surat-surat yang dikeluarkan oleh Bupati Bener Meriah. Dugaan kita banyak oknum yang terlibat dalam pembebasan lahan ini," tuturnya lagi.
Maharadi juga menyebut bahwa hingga saat ini tidak ada keterbukaan terkait seberapa besar anggaran pembebasan lahan waduk tersebut.
Dia mempertanyakan berapa nilai ganti rugi dari tiap-tiap lahan warga yang akan dibebaskan.
Menurutnya ada seluas 197 hektare lahan yang harus dibebaskan untuk proyek pembangunan waduk tersebut.
Sementara jika asumsi ganti rugi perhektarenya senilai Rp14 juta ditambah rincian ganti rugi tanaman yang ada di masing-masing lahan, maka kata dia kebutuhan dana yang diperlukan bisa mencapai Rp5 milyar.
"Asumsi kita dana yang akan dihabiskan bisa mencapai Rp5 milyar, bahkan bisa lebih. Jadi karena sedang bermasalah, anggaran sebesar itu dialihkan saja untuk penanganan COVID-19, jauh lebih berkah dan bermanfaat," sebut Maharadi.
"Bupati minta saja permohonan kepada Gubernur Aceh untuk mengalihkan anggaran tersebut untuk penanganan COVID-19," ucapnya lagi.