Bupati Aceh Barat Daya (Abdya) Akmal Ibrahim mengemukakan keuntungan menanam padi sawah diperkirakan mencapai Rp33 juta per hektare menyusul tingginya harga gabah Rp5.200 per kilogram.

“Usaha pertanian ini paling menjanjikan, tapi kenapa petani masih miskin. Itu karena lahannya  kecil, coba kalau besar maka keuntungannya bisa mencapai Rp33 juta per hektare,” katanya di Blangpidie, Jumat.

Pernyataan tersebut sebelumnya juga pernah disampaikan bupati Akmal usai melaksanakan kegiatan panen raya padi di Desa Alue Sungai Pinang, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Abdya, Kamis (9/7).

Menurutnya, usaha budidaya padi merupakan bisnis yang sangat menarik. Selain biaya untuk memproduksi tanaman padi per hektare hanya sekitar Rp8 juta, namun hasil diperoleh petani ketika panen rata-rata 8 ton per hektare.

Sementara harga Gabah Kering Panen (GKP) ditampung pedagang lokal dan pengusaha luar daerah di Kabupaten Abdya saat ini mencapai Rp5.200 per kilogram,  jauh di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang hanya Rp4.200 per kilogram.

Apalagi, tambah bupati, padi hasil panen petanin Abdya itu di Medan, Sumatera Utara, khususnya diluar Provinsi Aceh dikenal sangat bagus. Selain berasnya putih, rasa nasi-nya juga enak dengan produksi tinggi.

“Kalau di Jawa harganya Rp. 4.000 per kilogram , di Abdya ini malah Rp5.200 dan bila di kalkulasikan 8 ton per hektare, maka keutungannya mencapai Rp 33 juta setelah dikeluarkan biaya produksi maksimum Rp8 juta per hektare,” katanya

Dengan biaya Rp 8 jutaan itu, petani tidak perlu lagi bekerja membanting tulang, karena proses pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, dan perawatan hingga panen sudah dibayar semua.  

 “Petani tinggal menikmati  saja dirumah, setelah usai dipanenkan dengan combine (alsintan modern) jual gabah-nya mendapat keuntungan besar. Jadi, usaha tanam padi ini sebenarnya bisnis besar dan menarik,” katanya  

Berdasarkan data Dinas Pertanian Abdya, luas lahan sawah di Kabupaten itu hanya sekitar 10.000 hektare tersebar di Kecamatan Lembah Sabil, Manggeng, Tangan-Tangan, Setia, Blangpidie, Susoh, Jeumpa, Kuala Batee dan Babahrot.

Dari jumlah tersebut sekitar 50 persen lahan sawah petani masih mengunakan sistim tadah hujan, karena saluran irigasi sayap kanan Krueng Susoh dari Kecamatan Jeumpa sampai Babahrot belum dibangun oleh pemerintah pusat.

Padahal, pihak Balai Wilayah Sungai Sumatera I pernah menjanjikan saluran sayap kanan irigasi besar tersebut akan segera dibangun, namun sayangnya hingga kini janji pembangunan itu belum direalisasikannya.

Pewarta: Suprian

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020