Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Minggu mengucapkan selamat kepada presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden dalam sebuah pernyataan, yang mengindikasikan bahwa dia akan membatalkan boikot politik selama tiga tahun terhadap Gedung Putih.
Abbas telah memutus semua urusan politik dengan pemerintahan Presiden Donald Trump setelah keputusan pemimpin AS itu pada 2017 untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, dan memindahkan Kedutaan Besar AS ke sana.
"Saya mengucapkan selamat kepada Presiden terpilih Joe Biden atas kemenangannya sebagai Presiden Amerika Serikat untuk periode mendatang," kata Abbas melalui pernyataan yang dikeluarkan kantornya di Kota Ramallah, Tepi Barat.
"Saya berharap dapat bekerja sama dengan presiden terpilih dan pemerintahannya untuk memperkuat hubungan Palestina-Amerika dan untuk mencapai kebebasan, kemerdekaan, keadilan, dan martabat bagi rakyat kami," demikian isi pernyataan itu.
Tindakan-tindakan Trump, yang melanggar kebijakan AS selama puluhan tahun, telah membuat Israel senang tetapi membuat marah Palestina, yang mengklaim Yerusalem timur sebagai ibu kota masa depan dan menganggap dukungan Trump untuk Israel merusak tujuan kenegaraan mereka sendiri.
Boikot Abbas populer di kalangan masyarakat Palestina, yang merayakan kekalahan Trump di jalanan.
Namun meski kontak keamanan dengan Washington berlanjut di belakang layar, pimpinan Palestina merasa semakin terisolasi, terutama setelah Israel menandatangani perjanjian dengan negara-negara Teluk Arab untuk menormalisasi hubungan.
Pada hari-hari sebelum pemilihan, lingkaran dalam Abbas bertemu untuk membahas apakah mereka harus melanjutkan kontak politik dengan Gedung Putih jika Biden menang, ujar seorang pejabat Palestina kepada Reuters.
Bassam Al-Salhe, seorang anggota senior Organisasi Pembebasan Palestina yang dipimpin Abbas, mengatakan pada Minggu bahwa boikot itu terutama terkait dengan apa yang disebutnya sebagai "kebijakan permusuhan" dari pemerintahan Trump.
"Ketika Biden mengumumkan bahwa ini akan berubah ---dan dia mengumumkan selama kampanye pemilihannya--- tidak akan ada alasan untuk boikot," ujar Al-Salhe.
Biden mengatakan dia akan mengembalikan pendanaan ke Tepi Barat dan Gaza yang sebelumnya ditarik oleh Trump, termasuk bantuan yang diberikan melalui Badan Pembangunan Internasional AS dan badan-badan PBB.
Biden pada masa lalu menentang pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki. Ia juga dan menyuarakan dukungan untuk solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina, sebuah formula yang akan mewujudkan pendirian negara Palestina pada masa depan yang hidup berdampingan dengan Israel.
Namun, dia kemungkinan tidak akan membalikkan keputusan mengenai Yerusalem dan kedutaan. Biden juga telah menyambut pemulihan hubungan Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan, bahkan ketika Palestina mengutuk tindakan itu.
Di antara warga Palestina yang paling terpukul oleh Trump adalah kalangan pengungsi. Trump pada 2018 memutuskan untuk memotong semua pendanaan AS sebesar lebih dari 300 juta dolar AS (sekitar Rp4,2 triliun) per tahun kepada UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina.
"Kekalahan Trump adalah keuntungan bagi kami, bagi rakyat Palestina, karena dia telah menjual perjuangan Palestina," kata Anwar Abu Amira (38), seorang pengungsi di Kamp Pantai Gaza.
"Sejak dia menjabat sampai dia pergi, dia berusaha menghapus identitas Palestina," Abu Amira melanjutkan.
Analis politik Gaza Hani Habib mengatakan kemenangan Biden akan mendorong Abbas untuk kembali terlibat dalam negosiasi dengan Israel, sebuah langkah yang telah lama diserukan oleh komunitas internasional.
Dia mengatakan langkah itu mungkin mempersulit upaya Abbas untuk berdamai dengan saingan utamanya di dalam negeri, gerakan Islam Hamas, meskipun Habib mengatakan Biden tidak akan segera menyentuh masalah itu.
"Dalam hal kebijakan luar negeri, Biden memiliki masalah yang jauh lebih penting dan mendesak daripada konflik Israel-Palestina seperti Iran, NATO, dan aliansi dengan Eropa."
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
Abbas telah memutus semua urusan politik dengan pemerintahan Presiden Donald Trump setelah keputusan pemimpin AS itu pada 2017 untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, dan memindahkan Kedutaan Besar AS ke sana.
"Saya mengucapkan selamat kepada Presiden terpilih Joe Biden atas kemenangannya sebagai Presiden Amerika Serikat untuk periode mendatang," kata Abbas melalui pernyataan yang dikeluarkan kantornya di Kota Ramallah, Tepi Barat.
"Saya berharap dapat bekerja sama dengan presiden terpilih dan pemerintahannya untuk memperkuat hubungan Palestina-Amerika dan untuk mencapai kebebasan, kemerdekaan, keadilan, dan martabat bagi rakyat kami," demikian isi pernyataan itu.
Tindakan-tindakan Trump, yang melanggar kebijakan AS selama puluhan tahun, telah membuat Israel senang tetapi membuat marah Palestina, yang mengklaim Yerusalem timur sebagai ibu kota masa depan dan menganggap dukungan Trump untuk Israel merusak tujuan kenegaraan mereka sendiri.
Boikot Abbas populer di kalangan masyarakat Palestina, yang merayakan kekalahan Trump di jalanan.
Namun meski kontak keamanan dengan Washington berlanjut di belakang layar, pimpinan Palestina merasa semakin terisolasi, terutama setelah Israel menandatangani perjanjian dengan negara-negara Teluk Arab untuk menormalisasi hubungan.
Pada hari-hari sebelum pemilihan, lingkaran dalam Abbas bertemu untuk membahas apakah mereka harus melanjutkan kontak politik dengan Gedung Putih jika Biden menang, ujar seorang pejabat Palestina kepada Reuters.
Bassam Al-Salhe, seorang anggota senior Organisasi Pembebasan Palestina yang dipimpin Abbas, mengatakan pada Minggu bahwa boikot itu terutama terkait dengan apa yang disebutnya sebagai "kebijakan permusuhan" dari pemerintahan Trump.
"Ketika Biden mengumumkan bahwa ini akan berubah ---dan dia mengumumkan selama kampanye pemilihannya--- tidak akan ada alasan untuk boikot," ujar Al-Salhe.
Biden mengatakan dia akan mengembalikan pendanaan ke Tepi Barat dan Gaza yang sebelumnya ditarik oleh Trump, termasuk bantuan yang diberikan melalui Badan Pembangunan Internasional AS dan badan-badan PBB.
Biden pada masa lalu menentang pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki. Ia juga dan menyuarakan dukungan untuk solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina, sebuah formula yang akan mewujudkan pendirian negara Palestina pada masa depan yang hidup berdampingan dengan Israel.
Namun, dia kemungkinan tidak akan membalikkan keputusan mengenai Yerusalem dan kedutaan. Biden juga telah menyambut pemulihan hubungan Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan, bahkan ketika Palestina mengutuk tindakan itu.
Di antara warga Palestina yang paling terpukul oleh Trump adalah kalangan pengungsi. Trump pada 2018 memutuskan untuk memotong semua pendanaan AS sebesar lebih dari 300 juta dolar AS (sekitar Rp4,2 triliun) per tahun kepada UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina.
"Kekalahan Trump adalah keuntungan bagi kami, bagi rakyat Palestina, karena dia telah menjual perjuangan Palestina," kata Anwar Abu Amira (38), seorang pengungsi di Kamp Pantai Gaza.
"Sejak dia menjabat sampai dia pergi, dia berusaha menghapus identitas Palestina," Abu Amira melanjutkan.
Analis politik Gaza Hani Habib mengatakan kemenangan Biden akan mendorong Abbas untuk kembali terlibat dalam negosiasi dengan Israel, sebuah langkah yang telah lama diserukan oleh komunitas internasional.
Dia mengatakan langkah itu mungkin mempersulit upaya Abbas untuk berdamai dengan saingan utamanya di dalam negeri, gerakan Islam Hamas, meskipun Habib mengatakan Biden tidak akan segera menyentuh masalah itu.
"Dalam hal kebijakan luar negeri, Biden memiliki masalah yang jauh lebih penting dan mendesak daripada konflik Israel-Palestina seperti Iran, NATO, dan aliansi dengan Eropa."
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020