Bogor, 7/10 (Antaraaceh) - Lembaga Ekolabel Indonesia siap membantu pemerintah mendorong sektor kehutanan menjadi baris terdepan dalam penggerak pertumbuhan "ekonomi hijau" melalui program sertifikasi hutan lestari.
"Saat ini LEI telah memainkan peran pengembangan sistem sertifikasi untuk hutan alam, hutan tanaman, dan hutan rakyat," kata Ketua Majelis Perwalian Anggota Lembaga Ekolabel Indonesia (MPA-LEI) Agus Setyarso kepada Antara di Bogor, Jawa Barat, Selasa.
LEI adalah organisasi berbasiskan konstituen yang mempunyai misi untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang adil dan lestari di Indonesia.
Ia mengemukakan komitmen LEI dalam membantu pemerintah telah dibuktikan dengan kerja sama yang telah terbina antara LEI dengan Pusat Standardisasi dan Lingkungan (Pustanling) Kementerian Kehutanan.
Melalui kerja sama tersebut, kata dia, tidak kurang dari sebanyak 32.331,36 hektare hutan rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur telah meraih sertifikat Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) LEI dengan dukungan Pustanling Kemenhut.
Ia menambahkan sebagian besar hutan rakyat yang bersertifikat LEI juga telah memenuhi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Dikemukakannya bahwa sejak konferensi dunia tingkat tinggi di Rio de Janeiro, Brazil pada 1992 pengelolaan hutan berkelanjutan menjadi salah satu komitmen berbagai negara di dunia.
Konferensi Rio tersebut kemudian melahirkan berbagai skema sertifikasi hutan di dunia yang salah satunya adalah sistem sertifikasi hutan yang dikembangkan dan dikelola oleh LEI.
Sampai 2014, kata dia, sistem sertifikasi LEI telah digunakan untuk mensertifikasi 1.968.140 hektare hutan di Indonesia, yang terdiri atas hutan alam, hutan tanaman, dan hutan rakyat.
LEI juga mengembangkan sistem sertifikasi lacak balak untuk memastikan asal usul kayu berasal dari sumber yang legal dan lestari, dan telah digunakan di lima unit industri pulp dan kertas serta furniture di Indonesia.
Dengan demikian, kata dia, LEI menjadi mitra pemerintah dalam mendorong terwujudnya kelestarian lingkungan hidup seperti yang dicita-citakan oleh tujuan ke 7 Millenium Development Goals (MDGs) 2015.
Agus Setyarso mengatakan dengan tingginya perdagangan kayu, penggunaan sistem sertifikasi pengelolaan hutan lestari juga akan terus berkembang.
Ekspor meningkat
Merujuk data Kemenhut (2011), ia menjelaskan bahwa dalam lima tahun terakhir nilai ekspor Indonesia dalam bentuk kayu dan produk perkayuan meningkat dari 8,3 miliar dolar AS (Rp101,38 triliun) menjadi 9,7 miliar dolar AS (Rp118,41 triliun) per tahun.
Ia mengatakan Indonesia mengekspor bermacam-macam hasil hutan, mulai dari kayu lapis, bubur kayu dan berbagai macam produk kertas sampai ke perabot mebel dan kerajinan tangan.
Nilai perdagangan tersebut meningkat dari sekitar 7,3 miliar dolar AS (Rp89,1 triliun) pada tahun 2005, menjadi 8,3 miliar dolar AS (Rp101,38 triliun) pada tahun 2006, kemudian naik 8,5 miliar dolar AS (Rp103,76 triliun) pada tahun 2007, dan 9,1 miliar dolar AS (Rp111,1 triliun) pada tahun 2008.
Karena krisis ekonomi dunia, kata dia, nilainya berkurang sampai ke 7,5 miliar dolar AS (Rp91,5 triliun) pada tahun 2009, tetapi pada tahun 2010, angka ini meningkat lagi ke 9,7 miliar dolar AS (Rp118,41 triliun).
Di Indonesia, kata dia, kegiatan sertifikasi pengelolaan hutan lestari tengah berkembang yang antara lain ditandai dengan hadirnya sistem sertifikasi internasional ke Indonesia seperti Forest Stewardship Council (FSC) dan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC), dan juga kehadiran sistem sertifikasi mandatory (wajib) dari Kemenhut yaitu (SVLK).
Sistem sertifikasi SVLK yang merupakan sertifikasi wajib telah membawa perbaikan tatakelola, tetapi kemudian berkembang menjadi pengaturan yang mengikat pada perdagangan kayu, tambahnya.
Sebagian besar dunia usaha, terutama industri kecil menengah yang menggantungkan sumber bahan baku dari hutan rakyat, kata dia, belum sepenuhnya siap untuk memenuhi persyaratan dalam SVLK.
Oleh karena itu, LEI siap membantu pemerintah dalam menyiapkan sistem pengelolaan hutan lestari yang mampu diterapkan oleh semua pihak, baik industri besar maupun industri kecil dan juga hutan rakyat.
Ia menambahkan terkait upaya mendorong kehutanan menjadi baris terdepan dalam penggerak pertumbuhan ekonomi hijau melalui program sertifikasi hutan lestari, maka sektor perikanan, pertanian, perkebunan, pertambangan, wisata, dan gerakan penanggulangan perubahan iklim akan menjadi mitra yang dapat mendorong keberlanjutan "ekonomi hijau" menjadi lebih kuat.
Sementara itu, Manajer Komunikasi LEI Artanti Yulaika Iriani menambahkan pada 9-11 Oktober 2014 pihaknya akan menyelenggarakan Kongres III yang diikuti semua pemangku kepentingan.
Kongres merupakan otoritas tertinggi organisasi yang berwenang untuk menetapkan dan mengubah anggaran dasar, memilih dan menetapkan anggota MPA, menerima atau menolak pertanggungjawaban MPA untuk masa bakti tertentu, menetapkan garis besar program kerja empat tahunan, mensahkan ketetapan penerimaan dan pemberhentian keanggotaan organisasi yang telah di putuskan oleh MPA, dan menetapkan sistem sertifikasi dan perubahannya.
Penulis Andi Jauhari

Pewarta:

Editor : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014