Pemerintah Provinsi Aceh memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan akses pendidikan yang setara kepada penyandang disabilitas melalui pola pendidikan inklusif.

“Pola pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang membolehkan difabel dapat dilayani di sekolah konvensional dengan kelas reguler, sehingga mereka dapat belajar dengan aksesibilitas yang mendukung untuk semua siswa tanpa dikecualikan,” kata Gubernur Aceh, Nova Iriansyah di Banda Aceh, Jumat:

Dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Dinas Sosial Aceh Alhudri dalam perayaan menjelang peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) tahun 2020 di Hotel Kyriad, Banda Aceh, gubernur menjelaskan bahwa sebagai warga negara, para penyandang disabilitas mempunyai kedudukan hukum dan hak asasi manusia yang setara dengan masyarakat Indonesia lainnya.

Ia mengatakan para penyandang disabilitas berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk kehidupan sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi termasuk dalam mengenyam pendidikan.

“Semua sudah ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yang menyatakan negara menjamin kelangsungan hidup setiap warganya, termasuk para penyandang disabilitas,” katanya.

Saat ini Pemerintah Aceh masih dalam proses tahapan persiapan pelaksanaan sistem pendidikan inklusif, sebab masih banyak problematika yang dihadapi dalam penerapan pelayanan ini, seperti keterbatasan aksesibilitas dalam bidang pendidikan karena jumlah sekolah dan keahlian guru pembimbing khusus yang tersedia masih sangat terbatas.

Walaupun penanganannya masih terbatas, pemerintah menginginkan agar guru bisa mempelajari dan memahami tatacara mengajar untuk siswa berkebutuhan khusus.

Pemerintah juga akan mendukung pengembangan Sekolah Luar Biasa dengan memberikan pelatihan serta menyediakan beasiswa untuk mahasiswa/calon guru pendidikan luar biasa.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Prof. Vennetia Ryckerens Danes mengatakan setiap disabilitas berhak mendapatkan perlindungan dan pemenuhan haknya sesuai dengan komitmen masyarakat dunia melalui Sustainable Development Goals atau agenda 2030.

Ia mengatakan pada prinsipnya ‘no one left behind’ (tidak ada yang tertinggal) termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak, lansia, dan masyarakat rentan lainnya, sehingga mereka harus dipastikan terjamah di dalam proses pembangunan dan pembuatan kebijakan negara.

Agenda tersebut, katanya, juga merupakan momentum strategis untuk mendorong pelaksanaan konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas di Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities).

“Indonesia juga telah ikut mengesahkan konvensi ini melalui UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang mengenai Hak-hak-penyandang disabilitas,” katanya.

Selain itu, ia mengatakan peringatan Hari Disabilitas Internasional tahun 2020 yang jatuh pada tanggal 3 Desembertersebut mengusung tema ‘Tidak Semua Disabilitas Bisa Terlihat’.

“Pengambilan tema tersebut untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman kepada seluruh masyarakat bahwa tidak semua ragam disabilitas dapat diketahui dan disadari oleh masyarakat umum, bahwa selain yang terlihat secara fisik, penyandang disabilitas juga ada yang tidak terlihat secara kasat mata seperti disabilitas mental, cidera otak, rusak penglihatan, gangguan neorologis, dan dsifungsi kognitif lainnya,” katanya.

Kegiatan tersebut turut dihadiri Ketua TP PKK Aceh, Dyah Erti Idawati, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh Nevi Ariani, dan Staf Ahli Gubernur Aceh Darmansyah.

 

Pewarta: M Ifdhal

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020