Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe ditetapkan pada Jumat akan hadir di parlemen untuk mengoreksi pernyataannya terkait dengan skandal pendanaan politik, yang juga telah meresahkan perdana menteri saat ini.
Abe meminta maaf pada Kamis (24/12) karena berulang kali menyangkal bahwa kelompok pendanaan politiknya telah mensubsidi acara menonton bunga sakura untuk para pendukungnya, langkah yang bisa jadi merupakan pelanggaran terhadap undang-undang pendanaan politik yang ketat di negara itu.
Pemimpin terlama Jepang tersebut menyangkal bahwa dia mengetahui apa pun tentang pembayaran tersebut. Abe sempat mempertahankan sikap tidak bersalah dan berjanji untuk berupaya mendapatkan kembali kepercayaan publik.
Permintaan maaf itu disampaikan setelah sekretarisnya didakwa atas kasus itu dan didenda 1 juta yen (sekitar Rp137 juta).
Permohonan maaf merupakan pembalikan nasib yang dramatis bagi Abe, salah satu keturunan darah biru politik negara itu, yang kakek dan paman buyutnya juga pernah menjabat sebagai perdana menteri.
Abe mengundurkan diri karena alasan kesehatan pada September, setelah menjabat hampir delapan tahun sebagai perdana menteri.
Skandal tersebut juga dapat merugikan penggantinya, Yoshihide Suga, yang merupakan tangan kanan Abe selama masa jabatannya dan telah membela bosnya itu di parlemen.
Suga, yang telah diliputi oleh kontroversi lain dan peringkat dukungannya turun kurang dari setahun sebelum pemilihan majelis, juga meminta maaf pada Kamis karena membuat pernyataan yang tidak akurat.
Abe datang secara sukarela untuk diinterogasi oleh jaksa pada Senin (21/12) tentang masalah tersebut dan sekali lagi membantah keterlibatannya, menurut laporan media.
Selama konferensi pers pada Kamis, Abe tidak membahas secara rinci pembicaraannya dengan jaksa.
Pernyataannya kepada parlemen bertentangan dengan temuan jaksa setidaknya 118 kali, beberapa media domestik melaporkan dengan mengutip biro penelitian parlemen.
Politisi di Jepang dilarang memberikan apa pun kepada konstituen yang bisa diartikan sebagai hadiah.
Aturan itu sangat ketat sehingga dua menteri di kabinet Abe mundur secara berurutan tahun lalu karena kasus pemberian dalam berbagai bentuk, seperti melon, kepiting, dan bahkan kentang, kepada para pemilih di daerah pemilihan mereka.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020