Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Timur menyatakan masih meneliti berkas perkara tindak pidana korupsi pengadaan sertifikat aset tanah PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan nilai Rp8,2 miliar.

Kepala Kejari Aceh Timur Abun Hasbulloh melalui Kepala Seksi Intelijen Andi Yulanda yang dihubungi di Banda Aceh, Selasa, penelitian berkas perkara tersebut untuk memastikan kelengkapan dokumen sebelum dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi di Banda Aceh.

"Kasus ini sebelumnya ditangani Polda Aceh dan dilimpahkan ke Kejari Aceh Timur. Selanjutnya, tim jaksa meneliti berkas perkara sebelum dilimpahkan ke pengadilan," kata Andi Yulanda.

Selain proses penelitian berkas, kata Andi Yulanda, Kejari Aceh Timur juga menyiapkan administrasi pelimpahan perkara ke pengadilan tindak pidana korupsi, seperti surat pengantar dan lainnya.

"Semua proses di kejaksaan diperkirakan memakan waktu dua minggu. Setelah semua selesai, maka berkas perkara beserta empat tersangka dan barang bukti dibawa ke Banda Aceh untuk dilimpahkan ke pengadilan. Saat ini, empat tersangka ditahan di lapas di Idi, Aceh Timur," kata Andi Yulanda.

Sebelumnya,tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh melimpahkan berkas perkara beserta empat tersangka dan barang bukti tindak pidana korupsi pengadaan sertifikat aset Aceh PT KAI ke Kejari Aceh Timur.

Adapun empat tersangka tindak pidana korupsi tersebut yakni berinisial IZ selaku Asisten Manajer Penguasaan Aset PT KAI Wilayah Banda Aceh, MAP merupakan karyawan PT KAI, SP selagi VP Subdivisi Regional (Subdivre) 1.1 Aceh PT KAI, dan RI selaku Manajer Aset Tanah dan Bangunan PT KAI.

Sedangkan barang bukti di antaranya dokumen pengadaan dan sertifikat aset tanah PT KAI serta uang tunai Rp2 miliar lebih yang disita dari para tersangka.

Dugaan tindak pidana tersebut berawal dari penyelidikan Polda Aceh sejak 2019 atas pelaksana kegiatan pengadaan sertifikasi tanah milik PT KAI Sub Divre I Aceh di Wilayah Aceh Timur, mulai dari Birem Bayem hingga Madat.

Sertifikasi aset meliputi 301 bidang tanah dengan kontrak Rp8,2 miliar. Dalam pelaksanaan pekerjaan mulai dari perencanaan hingga program pembuatan sertifikat diduga terjadi penggelembungan harga yang menimbulkan kerugian negara Rp6,5 miliar lebih.

Pewarta: M.Haris Setiady Agus

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021